Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Demokrasi Sumber Penyalahgunaan Kekuasaan


TopSwara.com – Jabatan dan kekuasaan adalah sesuatu hal yang tak terpisahkan, terlebih di ranah demokrasi. Banyak ditemukan orang-orang yang sudah memangku jabatan masih berambisi untuk meraih jabatan yang jauh lebih tinggi. Tak heran penyalahgunaan kekuasaan pun marak terjadi di alam demokrasi.

Seperti yang terjadi dalam pemilihan presiden tahun 2024 mendatang, ada dua menteri dalam kabinet Jokowi yang ikut berpartisipasi dalam pencalonan, yaitu Mahfud MD yang merupakan Menteri koordinator, Politik hukum dan keamanan yang bakal dicalonkan menjadi cawapres Ganjar Pranowo. Ada juga menteri pertahanan Prabowo Subianto sebagai capres, dan telah dipasangkan dengan Gibran.

Menanggapi perihal tersebut, pakar komunikasi politik Ari Junaedi, berharap agar para menteri yang menjadi bacapres dan bacawapres untuk segera mundur dari jabatannya, agar tidak terjadi konflik kepentingan. Dan untuk mencegah berdirinya posko pemenangan di kantor-kantor kemenangan mereka menjabat. (Tribunnews.com, 25/10/2023).

Namun sangat disayangkan, himbauan yang dikemukakan Ari Junaedi tersebut bertentangan dengan aturan yang ditetapkan KPU, bahkan KPU sendiri memberikan peluang kepada calon presiden dan calon wakil presiden untuk tidak perlu mundur dari jabatannya dengan syarat ada izin cuti dari presiden. Sontak aturan yang ditetapkan KPU tersebut memberikan isyarat untuk para pejabat agar meraih kekuasaan yang lebih tinggi. Bahkan memperbolehkan fasilitas dan anggaran negara bisa di salahgunakan untuk kepentingan pribadi. 

Jelas ini suatu bentuk legitimasi yang sarat dengan penyalahgunaan kekuasaan, ditambah lagi adanya payung hukum yang ditunjukkan untuk oknum-oknum agar lebih memudahkan mereka meraih kekuasaan. Inilah dampak dari peraturan yang dibuat oleh manusia. Sistem demokrasi yang selalu digaungkan oleh para pengembannya, bahkan dengan mengatasnamakan kedaulatan di tangan rakyat. Namun, rakyat yang mempunyai kendali dan unsur kepentingan pribadi. Undang-undang dalam sistem demokrasi bisa diutak-atik disesuaikan dengan kepentingan penguasa. Sehingga tak heran sering bermunculan para pemimpin yang haus dengan kekuasaan, serakah dan dengan mudah menyalahgunakan wewenang kekuasaannya.

Begitu juga dengan proses pemilu yang mahal, sehingga memunculkan para pemimpin korup dan tunduk kepada partai pengusungnya. Sehingga visi misinya disesuaikan dengan para korporasi yang ikut menyokongnya. Mereka dikendalikan bak seperti wayang yang dikendalikan oleh dalangnya.

Inilah realitas hidup dalam naungan demokrasi, kondisi ini tidak akan ditemukan dalam penerapan Islam. Sebab, konsep kedaulatan didalam Islam bukanlah rakyat dan penguasa, melainkan hukum syarak sekaligus sebagai pilar utama dalam penerapan Islam. Undang-undang yang akan di adopsi digali dari Al-Qur'an, As-Sunnah, ijma sahabat, dan qiyas.

Dalam Islam, sistem pengangkatan tidaklah mahal. Pemimpin yang diangkat melalui proses baiat bukan proses pemilihan umum seperti demokrasi. Bai'at sendiri memiliki istilah yakni kontrak atau aqad diantara dua belah pihak. Pihak pertama adalah umat Islam atau para wakil rakyat, yaitu majlis umat. Dan pihak yang kedua adalah kandidat pemimpin dari pihak lain.

Kekuasaan dalam Islam digunakan sebagai metode untuk mengurusi kebutuhan umat, bukan untuk kepentingan pribadi. Karena pemimpin dalam Islam adalah pelayan bagi rakyatnya.

Seperti dalam hadits Rasulullah Saw bersabda, "Tidaklah seorang penguasa diserahi urusan kaum muslim kemudian ia mati, sedangkan ia menelantarkan urusan mereka kecuali Allah mengharamkan surga untuk dirinya." (HR. Al- Bukhari dan Muslim).

Dalil tersebut telah jelas bahwa kekuasaan dalam Islam memiliki konsekuensi yang amat besar, jika seorang pemimpin menjalankan amanahnya, maka dia mendapatkan pahala yang sangat besar. Sebaliknya, jika dia berkhianat bahkan memanfaatkan kekuasaannya guna memenuhi hasrat ambisi pribadinya, kelompoknya,atau partainya, maka bukan pahala yang didapat melainkan dosa dan kehinaan.

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Wakini
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar