Topswara.com -- "Hanya cukup menjadi manusia untuk peduli Palestina" begitulah kiranya kalimat yang menggema akhir-akhir ini. Duka mendalam sejatinya pasti dirasakan semua orang yang masih waras dan memiliki nurani kemanusiaan. Terlebih jika dia seorang muslim. Duka saudara di Palestina adalah duka kita bersama.
Seperti itulah seharusnya jika mengacu pada perkataan sang Teladan Rasulullah Saw yang mengatakan "Perumpamaan sesama kaum mukminin dalam menjaga hubungan kasih sayang dan kebersamaan seperti satu tubuh, jika satu anggota merasakan sakit, maka akan membuat seluruh tubuhnya terjaga dan merasakan demam," itulah ucapan dari lisan mulia kekasihnya Allah SWT.
Sementara itu, aksi penjajah Zionis Yahudi yang makin hari makin bengis, biadab dan membabi-buta sudah genap berlangsung selama sebulan. Bahkan genosida yang terjadi telah memakan puluhan ribu jiwa terutama anak-anak dan perempuan mayoritas korbannya.
Pembantaian masih belum berhenti hingga hari ini. Sorak sorai pengecaman datang dari berbagai pihak di seluruh penjuru tidak memberi efek apapun. Para penjajah justru makin mempertontonkan kekejamannya kepada dunia.
Kemudian buntut dari serangan penjajah Zionis Yahudi yang terus-menerus ke Palestina. Warga dunia termasuk Indonesia kini mulai marak menyerukan untuk boikot produk pro penjajah Zionis Yahudi. Sebagaimana yang diberitakan cnbc.indonesia (11/11/2023) mengatakan bahwa MUI telah mengeluarkan fatwa haram untuk membeli produk yang pro penjajah Yahudi.
Aksi boikot sebenarnya hanya salah satu cara untuk membela rakyat Palestina. Namun, boikot belum cukup dan belum menyentuh akar persoalan. Hal ini karena belum mampu memberi efek yang signifikan untuk menghentikan para penjajah.
Karenanya, solusi ampuh yang dibutuhkan rakyat Palestina saat ini adalah dengan mengirimkan bala tentara atau pasukan militer untuk mengusir entitas penjajah Zionis Yahudi dari bumi Palestina.
Sebagaimana penyerangan yang telah mereka lakukan terhadap penduduk sipil. Sungguh sangat amat tidak fair yang terjadi di sana, betapa lawan yang dihadapi tidak sepadan, seharusnya militer juga melawan militer bukan rakyat sipil.
Dengan demikian, problem mendasarnya adalah penjajahan entitas Yahudi terhadap Palestina. Jika menelisik pada sejarah, persoalan Penjajahan ini sudah ada sejak bahkan sebelum tahun 1948 bukan dimulai tanggal tujuh Oktober 2023. Sebenarnya hampir setiap tahun kita selalu mendengar tragedi yang terjadi di Palestina. Dan sekarang problematika di sana semakin pelik.
Telah terpatri dalam sejarah peradaban Islam bahwa tanah Palestina adalah sah milik umat Islam sejak Khalifah Umar bin Khaththab membebaskan dan pada akhirnya menerima kunci kota Palestina dari Pendeta Sofronius.
Sejak masa Rasulullah SAW, Khulafaur Rasyidin, Khilafah Ummayah, Abasiyah hingga Khilafah Ustmani dahulu umat bersatu dalam satu negara selama kurang lebih empat belas abad hingga menjadi puncak peradaban dunia saat diterapkannya sistem Islam yakni khilafah.
Namun hari ini umat telah terpecah belah pasca keruntuhan Khilafah Ustmani tahun 1924. Singkatnya, tercerai berailah umat Islam, negeri-negerinya di bagi-bagi seolah menjadi santapan lezat bagi Barat. Kemudian berwujudlah nation state yang di inisiasi oleh para penjajah barat diantaranya adalah Inggris dan sekutunya. Lalu bergantilah konstelasi dunia, barat yang kemudian mengambil alih tata dunia berbasis sekularisme.
Seperti itulah, pangkal dari nation state ini membangun rasa nasionalisme yang di alirkan para penjajah ke sanubari kaum muslimin. Sejak saat itu umat Islam di seluruh negeri-negeri muslim hanya concern pada apa yang terjadi di negaranya tanpa peduli persoalan saudara sesama muslim di belahan bumi yang lain.
Selain itu, pemimpin-pemimpin yang muncul dari hasil peradaban barat justru terkerangkeng dengan rasa takut dan terlalu cinta pada kekuasaan. Tidak ada keberanian membela saudaranya yang terzalimi.
Para pemimpin negeri Muslim seolah menutup mata dan telinga atas kondisi yang terjadi. Hanya bisa mengeluarkan kecaman tanpa ada tindakan nyata untuk menolong. Padahal dengan kekuasaanya begitu mudah mengerahkan bala tentara untuk menyelamatkan rakyat Palestina.
Namun hal itu sulit terwujud karena barat berhasil menghegemoni negeri-negeri muslim dengan jeratan hutang. Walhasil, para penguasa berada dalam kendali para penjajah.
Oleh karena itu, sudah saatnya umat Muslim harus menyadari kondisi yang terjadi. Kekuatan akan muncul saat umat bersatu. Boikot produk baik, namun yang terbaik adalah memboikot sekaligus produk-produk pemikiran barat seperti nasionalisme yang hakikatnya adalah racun untuk memecah belah umat.
Sebagai seorang Muslim, sudah seharusnya kita terus menyuarakan Islam sebagai basis pemikiran. Menjadikan Islam sebagai ideologi yang menghasilkan tata aturan lengkap untuk mengatur kehidupan. Kemudian mencampakkan pemikiran asing yang sudah lama membelenggu umat.
Sehingga jika umat sudah satu pemikiran, satu perasaan maka persatuan akan bisa terwujud dan sistem Islam bisa kembali di tegakkan. Umat berada di ruang hidup yang adil, yang mampu menghapus penjajahan di atas dunia ini dan mewujudkan Islam Rahmatanlil Alamin dalam sistem terbaik, sistem khilafah.
Wallahua'lam bi ash-shawab.[]
Tenira Sawitri
Analis Mutiara Umat Institute
0 Komentar