Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Berita Penangkapan Teroris Mencuat, Jangan Kaitkan dengan Perjuangan Umat


Topswara.com -- Sepanjang bulan Oktober 2023, Anti teror Mabes Polri telah menangkap 59 tersangka teroris di beberapa wilayah Indonesia. Menurut keterangan Juru Bicara Densus 88 Kombes Aswin Siregar, ada 40 terduga teroris yang melakukan serangkaian rencana teror untuk menggagalkan pemilu. 

Mereka disinyalir menjadi bagian kelompok Jamaah Anshor Daulah (JAD) yang merupakan pendukung ISIS. Dari keempat puluh orang itu 23 orang ditangkap di Jawa Barat, 11 di DKI Jakarta dan 6 orang di Sulawesi Tengah. Sebelumnya ada 19 orang dari kelompok Jama’ah Islamiyah (JI) yang ditangkap pada bulan yang sama. 

Menurut Aswin, beberapa tersangka tersebut menerangkan bahwasanya mereka menganggap Pemilu adalah rangkaian demokrasi, dan demokrasi adalah maksiat yang melanggar hukum. Atas dasar pemahaman itu mereka berniat menggagalkan pemilu 2024 dengan cara melakukan serangan terhadap aparat yang akan mengamankan pemilu. TEMPO.CO, (31/10/2023). 

Sementara itu, Kapolri Listyo Sigit Prabowo juga mengingatkan bahwa perang antara Israel dan Hamas dapat membangkitkan sel-sel yang terafiliasi dengan teroris Indonesia. Karenanya dia mengimbau masyarakat waspada dan menugaskan jajarannya untuk mengawasi secara ketat wilayah-wilayah yang ditengarai terdapat sel-sel terorisme dan segera mengambil langkah tegas jika ada tanda-tanda pergerakan kelompok teroris tersebut. Kompas.com., (1/11/2023). 

Berita tentang terorisme yang kembali mencuat, ibarat nyanyian usang yang terus diputar ulang. Bagaikan rutinitas yang tidak pernah terselesaikan dengan tuntas sehingga masyarakat pun bosan dan cenderung mengabaikan. 

Namun, mengaitkan rasa empati dan kepedulian terhadap Palestina dengan ancaman terorisme sungguh tidak berdasar. Warga Palestina bukan cuma muslim, yang peduli dan marah atas kekejaman zionis Yahudi juga dari beragam agama dan bangsa. 

Agama apapun pasti mengecam tindakan terorisme yang membuat kerusakan, menebar ketakutan dan menimbulkan banyak korban. Mana mungkin tindakan keji seperti itu terinspirasi dari rasa keprihatinan, empati dan kemanusiaan? 

Jika benar ada ancaman terorisme yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemilu mendatang, semestinya hal itu bisa ditangani dengan penuh tanggung jawab, tetap mengedepankan rasa keadilan dan kemanusiaan. Tersangka teroris juga harus diproses hukum sebagaimana pelaku kejahatan yang lain. Jangan sampai ada tindakan hukum sebelum benar-benar terbukti melakukan kejahatan yang dituduhkan. 

Selama ini publik hanya disuguhkan pemberitaan penangkapan teroris dengan barang bukti yang tidak logis, seperti buku-buku Islami atau barang-barang lain yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan teror-meneror. 

Selain itu dugaan terorisme selalu dikaitkan dengan atribut-atribut keislaman. Alhasil, masyarakat awam menjadi takut untuk mengkaji Islam secara mendalam, sebab khawatir mendapat stigma radikal. 

Seperti diketahui pemerintah telah menerbitkan PP No 58 Th. 2023 tentang penguatan moderasi beragama. Hal ini bertujuan untuk menangkal radikalisme dengan mengkampanyekan Islam moderat yang bisa diterima oleh negara Barat. 

Sebab, Islam moderat dianggap sebagai jalan tengah agar umat Islam tidak beragama secara radikal ataupun liberal. Islam moderat dianggap bisa menetralisir tudingan barat atas Islam yang mereka tuduh sebagai bibit terorisme. 

Mestinya umat Islam dan pemimpin negeri muslim tidak termakan narasi salah tersebut dan harus berusaha meluruskan serta membuktikan bahwa Islam bukan seperti apa yang mereka tuduhkan. Bukan malah mengalah dan memoderasi cara beragama menjadi seperti yang diinginkan barat. 

Jika melihat kembali sejarah terorisme dunia yang melatarbelakangi adalah peristiwa runtuhnya gedung World Trade Center (WTC), Amerika Serikat (11/9/2001). Presiden AS kala itu George Bush menuduh teroris muslim di balik tragedi tersebut dan langsung mengumumkan perang terhadap teroris dengan menyerukanya ke seluruh dunia. 

Istilah teroris oleh pihak barat memang telah disematkan kepada Islam. Dengan menggunakan pengaruh hegemoni politik dan media yang dikuasainya mereka sengaja merusak citra Islam. 

Terbukti bahwa tuduhan teroris hanya ditujukan kepada umat Islam, sebab stigma teroris tidak disematkan untuk Amerika yang sudah membantai ribuan rakyat Irak, kaum Hindu yang membakar muslim Khasmir, kaum Budha Myanmar yang melakukan genosida terhadap muslim Rohingya ataupun Zionis Yahudi yang sampai kini terus membombardir rakyat Palestina. 

Sayangnya, pemerintah Indonesia juga menjadikan standar barat dalam mendefinisikan terorisme dan juga radikalisme. Sehingga sangat terasa di negeri yang penduduknya mayoritas muslim ini agama Islam justru dikerdilkan. Pemisahan agama dari kehidupan (sekularisme) dijadikan landasan, umat dijauhkan dari pemahaman Islam secara keseluruhan (kaffah). 

Kelompok Islam, tokoh-tokoh ulama dan kajian yang membahas politik dan syariat Islam menjadi sasaran kecurigaan. Umat Islam memang bebas melakukan ibadah ritual, tapi tidak boleh menerapkan aturan agama dalam seluruh aspek kehidupan. 

Melindungi rakyat dari ancaman dan marabahaya memang kewajiban negara. Namun, jangan sampai penanganan terorisme ini justru menyakiti hati umat Islam. Dengan menjadikan terorisme menjadi isu tahunan yang selalu dikaitkan dengan kegiatan umat Islam. 

Masalah utama negara bukan hanya terorisme tapi juga soal kemiskinan, kriminalitas, ketidakpercayaan terhadap hukum dan politik yang ada sekarang. Bagaimana rakyat bisa percaya jika korupsi, kolusi dan nepotisme masih merajalela, hukum diperlakukan sesuka orang-orang yang berkuasa? Aksi terorisme memang ada tapi jangan dipakai untuk mengalihkan perhatian masyarakat dari beragam persoalan yang ada. 

Islam sangat tegas melarang umatnya melakukan tindakan teror yang dalam bahasa Arab disebut Al-Irhab yang maknanya menimbulkan rasa gentar/takut. Keliru jika teror selalu diartikan dengan membunuh. 

Jika melakukan tindakan yang membuat gentar (menakut-nakuti) saja dilarang apalagi sampai melakukan tindakan pembunuhan dan perusakan? Siapa saja yang menciptakan rasa takut di tengah masyarakat, melakukan tindakan yang membahayakan harta, nyawa dan kehormatan manusia harus dihukum dengan berat. 

Allah Ta’a’la berfirman: 
“Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi hanyalah mereka dibunuh atau disalib atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal-balik atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya), yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar.” (QS.Al-Maidah:5:33) 

Wallahu a’lam bishawab


Dini Tri Narni
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar