Topswara.com -- Musim penghujan telah tiba, membawa kesejukan dan meredakan jerit tangis masyarakat Nusantara yang selama beberapa bulan belakangan krisis air akibat kemarau panjang. Aktivitas sehari-hari serta industri pertanian dibuat tenang karena rintik airnya. Namun siapa sangka, bila ternyata pada awal musim hujan ini, malah terjadi banjir di berbagai wilayah negeri.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta melaporkan setidaknya ada 54 RT di Ibu Kota yang terendam banjir akibat hujan yang melanda wilayah DKI dan sekitarnya sejak Sabtu, 4 November 2023 hingga Minggu.
Tak hanya Ibukota, Kota Depok dan Kabupaten Pasaman Barat, serta berbagai fasilitas umum seperti stasiun LRT pun terkena dampak banjir.
Tentu kita sepakat bahwa kejadian banjir ini sudah berulang terjadi, maka seharusnya sudah diantisipasi sejak lama. Banjir tiada akhir terjadi sebab berbagai faktor, mulai dari rendahnya kesadaran manusia sendiri seperti membuang sampah sembarangan, pembangunan berlebihan yang menghabiskan daerah resapan air, penggundulan hutan massal, hingga lemahnya mitigasi di negeri ini.
Oleh karenanya pemerintah seharusnya sudah ada antisipasi untuk menghadapi musim hujan atau kemarau, yakni dilakukan perbaikan dan pembangunan infrastruktur-teknologi dalam pengelolaan bencana.
Untuk mengatasi secara tuntas banjir yang bagaikan abadi ini, perlu adanya kerja sama secara konsisten dari berbagai lini baik individu, masyarakat, industri / korporasi, dan juga negara.
Lain halnya dengan sistem kufur saat ini yang melahirkan pribadi, industri serta peradaban sekuler dan liberal yang tidak memperhatikan lingkungan serta dampak jangka panjang. Juga menciptakan negara yang abai dalam mitigasi.
Islam memiliki langkah-langkah yang amat serius dan detail dalam penanganan banjir, antara lain :
Pertama, jika kasus banjir disebabkan keterbatasan daya tampung tanah terhadap curahan air hujan , entah sebab hujan, gletser, rob, dan lain sebagainya, sehingga negara Islam akan menempuh aneka usaha upaya seperti membangun bendungan-bendungan dengan berbagai tipe, yakni yang mampu menampung curahan air dari aliran sungai, curah hujan, mencegah banjir maupun untuk keperluan irigasi.
Kedua, dalam aspek perundang-undangan dan kebijakan, negara Islam membuat kebijakan bahwa pembukaan pemukiman baru harus menyertakan variabel-variabel drainase, penyediaan daerah serapan air, serta penggunaan tanah berdasarkan karakteristik tanah dan topografinya. Hal ini bertujuan mencegah kemungkinan terjadinya banjir atau genangan.
Ketiga, dalam menangani korban-korban bencana alam, negara Islam akan bertindak cepat sembari melibatkan seluruh warga terdekat daerah bencana. Juga penyediaan logistik berupa tenda, makanan, pakaian, dan pengobatan yang layak agar korban bencana alam tidak menderita sakit, kekurangan makanan, atau tempat tinggal yang tidak memadai.
Selain itu, khalifah akan mengerahkan para ulama untuk memberikan tausiyah bagi para korban agar mereka mengambil hikmah dari musibah yang menimpa mereka, sehingga menjadi pribadi-pribadi yang lebih menjaga lingkungan sekitarnya guna mencegah datangnya kembali banjir. Sekaligus menguatkan keimanan mereka agar tetap tabah, sabar, dan tawakal sepenuhnya kepada Allah Taala.
Demikian lah, step by step mitigasi Islam yang berada dalam naungan negara bertakwa. Negara bervisi syariah yang melakukan segala upaya terbaik untuk mencegah dan menanggulangi bencara alam atas dasar ketaatan kepada Allah Ta'ala. Sehingga rakyat terlindungi baik secara fisik dan psikis dari bahaya banjir dan bencana alam lainnya.
Wallahu A'lam.
Oleh: Rida Asnuryah
Aktivis Muslimah
0 Komentar