Topswara.com -- Awal musim hujan terjadi banjir termasuk di stasiun LRT. Kejadian banjir sudah berulang terjadi, seharusnya sudah diantisipasi dengan melakukan mitigasi. Demikian pula, ketika membangun infrastruktur, seharusnya sudah diantisipasi juga untuk siaga menghadapi musim hujan atau kemarau.
Dilansir dari CNN Indonesia (05/11/2023), Manajemen PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI menyebutkan dampak dari curah hujan tinggi menyebabkan atap di halte stasiun LRT Cawang - Halim bocor. Begitupun dengan saluran air yang turut mengalami kerusakan dan butuh perbaikan sesegera mungkin agar tidak mengganggu pelayanan dan fasilitas penumpang.
Begitupun pemberitaan di Liputan6 (05/11/2023), setidaknya ada 54 rumah tangga (RT) di Ibu Kota Jakarta yang terendam banjir akibat hujan yang melanda wilayah tersebut sejak Sabtu lalu (04/11/2023) diinformasikan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta.
Tidak hanya di perkotaan di pulau Jawa seperti Bekasi dan Depok. Di pulau sumatera juga rawan terjadi banjir ketika kembali turun hujan pasca kemarau panjang, seperti di Pasaman.
Mitigasi Meminimalisir Dampak Bencana
Terkait mitigasi bencana, secara umum telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana serta Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.
Seharusnya sebelum terjadi pergantian musim yang berpotensi mengundang bencana, negara jauh hari harus melakukan mitigasi bencana banjir untuk mengurangi dampak atau risiko yang disebabkan bencana banjir terhadap masyarakat yang berada dan/atau tinggal di kawasan rawan banjir, dari mitigasi sebelum, saat dan sesudah bencana banjir terjadi.
Cara Islam Menyelesaikan Masalah Banjir
Islam menjadikan keselamatan dan kenyamanan rakyat hal utama. Oleh karena itu, negara melakukan mitigasi dan membangun semua fasilitas, sehingga rakyat terlindungi dari bahaya banjir dan lainnya. Berbagai cara dilakukan agar visi dan misi mitigasi bernilai taqwa dan menyelesaikan masalah tanpa memunculkan masalah baru.
Tentu berbeda sekali cara pandang Islam dalam memberikan solusi dibandingkan cara kapitalisme memberikan solusi serupa. Dalam Islam, negara dihadirkan sebagai perisai (junnah) dan mengurus urusan rakyat (raa'in). Sehingga apa yang menjadi kebijakan negara tentu akan dimaksimalkan pada wujud taqwa, yaitu ketundukannya kepada aturan Allah, bukan lagi hitung-hitungan untung dan rugi.
Sistem Islam akan menerapkan kebijakan mitigasi banjir dengan tiga cara. Pertama, dilihat dari aspek perundang-undangan dan kebijakan yang ditempuh negara, ketika suatu wilayah akan membuka pemukiman baru.
Maka pihak pembangun atau developer wajib memenuhi syarat-syarat seperti penyediaan daerah resapan air, menyesuaikan topografi tanah dengan karakteristik bangunan yang akan dibangun, serta mengharuskan adanya variabel penunjang utama yaitu berupa drainase yang memadai dan layak pakai serta siaga 1 ketika musim penghujan tiba. Tujuannya tidak lain agar warga pemukim baru itu terhindar dari dampak banjir dadakan.
Kedua, apabila daerah tersebut dengan topografi tanah yang memiliki keterbatasan dalam hal menampung air hujan, air sungai, gletser maupun rob dari laut, maka negara wajib menghadirkan diri untuk turut dalam pengadaan bendungan-bendungan sesuai dengan kebutuhan wilayah tersebut. Selain dapat mengantisipasi banjir bandang, bendungan juga bisa dimanfaatkan untuk irigasi pertanian dan sumber pembangkit tenaga listrik jika memungkinkan.
Ketiga, apabila kedua usaha sudah dimaksimalkan tapi masih juga terdampak banjir, maka untuk korban bencana banjir, negara harusnya cepat tanggap dengan mengirimkan keperluan logistik di kamp-kamp pengungsian, seperti makanan, pakaian, obat-obatan, tenda, dan penunjang utama kehidupan lainnya. Sehingga masyarakat yang terdampak terhindar dari serangan penyakit, bisa beristirahat, dan tidak kekurangan makanan.
Kesannya mitigasi semacam ini membutuhkan loyalitas dan pendanaan yang tidak sedikit. Dengan meletakkan sudut pandang jauh ke depan, seharusnya negara siap mengurusi rakyatnya tidak sekedar di satu aspek saja. Di seluruh aspek harus disinergikan dengan aturan Islam yang terbukti mampu memuaskan akal manusia dan menentramkan hati. Bukan lantas mengabaikan mitigasi banjir dengan alasan ekonomi sulit.
Tetapi hendaknya perekonomian didesain sedemikian rupa agar tidak dimanfaatkan pelaku riba yang menjerat negara dengan pinjaman berbunga.
Oleh: Yenni Sarinah, S.Pd.
Aktivis Muslimah
0 Komentar