Topswara.com -- Sejatinya setiap Muslim menyadari bahwa dirinya sepanjang waktu, selama 24 jam, “disadap” oleh Allah SWT. “Penyadapan” oleh Allah SWT tentu jauh lebih canggih daripada yang dilakukan oleh intelijen manapun, karena Allah SWT mampu mendeteksi secara jelas dan detil setiap tingkah-polah manusia.
Setiap manusia selama 24 jam ada dalam pengawasan dan monitoring Allah SWT. Tak ada waktu satu kedipan mata pun manusia tanpa disadap oleh Allah SWT.
Bukan hanya ucapan dan tindakan manusia yang Allah SWT sadap, bahkan seluruh degup jantung, getaran hati dan tarikan nafas manusia, semuanya Allah sadap. Tidak ada sebesar noktah pun yang terlewat. Tentu saja karena Allah SWT adalah Zat Yang Mahatahu dan Mahaawas. Allah SWT berfirman (yang artinya):
(Luqman berkata), “Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi berada di dalam batu, atau di langit, atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkan (balasan)-nya. Sesungguhnya Allah Mahaawas lagi Mahatahu.” (TQS Luqman [31]: 16).
Allah SWT pun berfirman (yang artinya):
Dia selalu bersama kalian di mana pun kalian berada (QS al-Hadid [57]: 4); Sesungguhnya tidak ada sesuatupun yang tersembunyi di mata Allah, baik yang ada di langit maupun yang ada di bumi (TQS Ali Imran [3]: 6);
Allah mengetahui mata yang berkhianat [yang mencuri pandang terhadap apa saja yang diharamkan] dan apa saja yang tersembunyi di dalam dada (TQS Ghafir [40]: 19).
Sebagian ulama mengisyaratkan, ayat-ayat ini merupakan tadzkirah (peringatan) bahwa: Allah Mahatahu atas dosa-dosa kecil, apalagi dosa-dosa besar; Allah Mahatahu atas apa saja yang tersembunyi di dalam dada-dada manusia, apalagi yang tampak secara kasatmata.
Makna firman Allah SWT ini dengan redaksi yang sama ataupun mirip, diulang-ulang di banyak ayat-Nya, dalam kaitannya dengan berbagai hal yang dilakukan manusia. Allah SWT, misalnya, berfirman (yang artinya):
Berlaku adillah karena adil itu lebih dekat pada takwa. Bertakwalah kalian kepada Allah. Sesungguhnya Allah Mahaawas terhadap apa saja yang kalian kerjakan (TQS al-Maidah [5]: 8).
Dalam perkara lain, Allah SWT juga berfirman (yang artinya):
Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangann mereka dan memelihara kemaluan mereka. Yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Mahaawas terhadap apa yang mereka perbuat.” (TQS an-Nur [24]: 30).
Penegasan secara berulang bahwa Allah adalah Mahaawas dan Mahatahu dinyatakan pula dalam: QS al-Baqarah [2]: 271; QS Ali Imran [3]: 153, 180; QS at-Taubah [9]: 16; Hud [11]: 111; al-Hajj [22]: 63; an-Nur [24]: 53; QS an-Naml [27]: 88; QS Luqman [31]: 16, 29, 34; QS asy-Syura [42]: 27; QS al-Hujurat [49]: 13; QS al-Hadid [57]: 10; QS al-Mujadilah [58]: 3, 11, 13; QS al-Hasyr [59]: 18; QS al-Munafiqun [63]: 11; dan QS at-Taghabun [64]: 8.
Pengulangan ini tentu memberikan penegasan agar manusia selalu sadar bahwa setiap gerak-gerik dan ucapan, bahkan setiap kedipan mata maupun tarikan nafas mereka, selalu dalam pengawasan dan monitoring Allah SWT. Bahkan Allah SWT Mahatahu atas segala isi hati manusia (Lihat: QS Ali Imran [3]: 119).
Karena itulah, sejatinya manusia—apalagi seorang Muslim—lebih takut “disadap” oleh Allah Yang Mahaawas dan Mahatahu ketimbang disadap oleh sesama manusia. Pasalnya, penyadapan oleh manusia hanya akan berefek di dunia. Adapun “penyadapan” oleh Allah SWT pastilah akan berefek di akhirat.
Dengan demikian penting bagi setiap Muslim untuk menanamkan rasa takut kepada Allah SWT di mana saja, kapan saja dan dalam kondisi apa saja. Sebab, setiap amal-perbuatan kita, sekecil apapun, dilihat dan tentu akan dibalas oleh Allah SWT.
Lebih dari itu, perkara penting yang disebutkan oleh Baginda Nabi Muhammad saw. setelah Iman dan Islam adalah Ihsan. Dalam penjelasan beliau, Ihsan adalah: “An tabudalLah ka-annaka tarahu. Fa-in lam takun tarahu fa-innahu yaraka (Kamu beribadah [mengabdi] kepada Allah seakan-akan kamu melihat Dia. Jika kamu tidak bisa melihat Dia maka [yakinlah] bahwa Dia melihat kamu).” (HR Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasai, Ibn Majah dan Ahmad).
Alhasil, selayaknya setiap Muslim selalu menanamkan dan memelihara sifat muraqabah (merasa selalu diawasi oleh Allah SWT) dalam dirinya. Hanya dengan itulah ia akan dapat menjadi orang yang bertakwa kepada Allah SWT.
Wama tawfiqi illa bilLah wa ‘alayhi tawakaltu wa ilayhi unib. []
Oleh: Ustaz Arief B. Iskandar
Khadim Ma'had Wakaf Darun Nahdhah al-Islamiyah Bogor
0 Komentar