Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Solusi Hakiki Palestina


Topswara.com -- Gencatan senjata sehingga bisa meraih kemerdekaan untuk Palestina ataupun two state solution sangat masif dinarasikan sebagai solusi realistis konflik Palestina Israel. Sayangnya, solusi yang ditawarkan dunia internasional tersebut justru merugikan umat Islam yang ada di Palestina dan semakin mengokohkan eksistensi Yahudi Israel di tanah suci Al-Quds. 

Sebab, gencatan senjata sejatinya hanyalah terminal sementara bagi serangan-serangan Israel berikutnya setelah mereka kewalahan menghadapi perlawanan Muslim di Palestina. Meskipun persenjataan Israel yang notabene disokong oleh Amerika Serikat, nyatanya tidak mampu untuk memusnahkan kekuatan utama Muslim Palestina, yakni semangat jihad.

Oleh karena itu, adanya gencatan senjata sejatinya hanyalah untuk melemahkan semangat jihad kaum Muslim di Palestina yang menjaga dan mengambil kembali tanah suci Al-Quds dari Israel. Begitu juga dengan narasi two state solution yang oleh sebagian mayoritas pihak dianggap solusi yang realistis untuk konflik Palestina Israel. 

Perlu dipahami, two state solution adalah sebuah solusi zalim, karena mengakui entitas Yahudi yang sebenarnya tidak berhak sama sekali atas tanah Palestina. Allah Subhanahu Wa Ta'ala telah menjadikan tanah Palestina sebagai tanah yang diberkahi. 

Melalui kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab pada tahun 15 Hijriyah Palestina telah dibebaskan dari kekuasaan Romawi dan ditetapkan pemilik tanah ini tidak lain adalah kaum Muslim. Khalifah Umar langsung menerima tanah Palestina dari pemimpin gereja kristen Patriach Shoporonius di atas sebuah perjanjian yang dikenal dengan perjanjian Umariyah. 

Diantara isinya yang berasal dari usulan orang-orang Nasrani adalah agar orang Yahudi tidak boleh tinggal di dalamnya. Sejak saat itu tanah Palestina berdasarkan hukum Islam termasuk tanah kharajiyyah.

Khalifah Umar bin Khattab juga mengatakan, jika tanah Palestina adalah tanah wakaf bagi umat Muslim yang artinya adalah tanah Palestina tidak boleh dijual atau diserahkan ke orang lain Muslim. 

Maka, keberadaan zionis Yahudi Israel tidak lain hanyalah sebagai penjajah yang menjarah tanah kaum Muslim. Sehingga adalah sebuah kewajiban bagi kaum Muslim untuk mengusir penjajahan Israel dari tanah Palestina sebagaimana firman Allah SWT,

"Dan bunuhlah mereka dimana saja kamu temui mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu."
(QS. Al-Baqarah: 191)

Dari ayat tersebut jelas, Allah SWT  memerintahkan kepada kaum Muslim untuk mempertahankan diri dengan memerangi siapapun yang merampas menjajah dan mengusir kaum Muslim dari tanah mereka. Inilah yang dilakukan oleh pemimpin-pemimpin umat Islam terdahulu seperti Panglima Salahuddin Al Ayyubi yang membebaskannya kembali tanah Palestina dari tentara salib. 

Begitu juga sikap tegas Sultan Abdul Hamid Ii yang menyerukan jihad untuk menjaga Palestina dari kompromi Theodor Herz yang menginginkan etnis Yahudi tinggal di Palestina.

Dengan demikian, bantuan-bantuan sosial kemanusiaan baik berupa logistik, pakaian, selimut, obat-obatan medis ataupun aksi solidaritas dan doa bersama untuk saudara kita di Palestina sejatinya tidak cukup dan tidak menyentuh akar persoalan. 

Bantuan tersebut memang diperlukan untuk menolong saudara kita yang menjadi korban serangan Israel, namun selama eksistensi Israel masih menduduki dan leluasa melakukan serangan-serangan kepada kaum Muslim Palestina, maka kaum Muslim akan senantiasa menjadi korban.

Oleh karena itu, solusi untuk mengakhiri penderitaan saudara kita di Palestina memang tidak lain adalah mengirimkan pasukan-pasukan militer untuk mengusir penjajah Israel dari tanah Al-Quds dan yang bisa melakukan kemampuan tersebut hayalah kekuatan tunggal yang tidak mengenal batas nations state. 

Kepemimpinan tersebut akan menjadi pelindung bagi kaum Muslim. Sehingga, bagi siapapun yang ingin menyerang kaum Muslim akan berpikir ulang menghadapi kekuatan kaum Muslim yang ada di satu kekuatan kepemimpinan. 

Sebagaimana hadis Rasulullah SAW,

"Sesungguhnya Al Imam (khalifah) itu perisai, dimana orang-orang akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya. (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud dan lain-lain)

Imam Al-Mala Al-Qari dalam Mirqat Al-Mafatih Syarh Misykat Al-Mashabiih juz VI, halaman 2391 menegaskan bahwa frase tentang kedudukan Al Imam sebagai junnah (perisai), yakni menjadi pemimpin dalam peperangan yang terdepan dari kaumnya untuk mengalahkan musuh dengan keberadaannya dan berperang dengan kekuatannya seperti keberadaan tameng bagi orang yang dilindunginya dan yang lebih tepat bahwa hadis ini mengandung konotasi dalam seluruh keadaan. Karena seorang Al-Imam menjadi pelindung bagi kaum Muslim dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya secara berkelanjutan.

Kepemimpinan tersebut hanya akan hadir, ketika kaum Muslim di seluruh dunia bersatu dan kembali kepada syariat Islam di bawah naungan khilafah Islam.


Oleh: Nabila Zidane
(Jurnalis)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar