Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Program PTSL Akankah Menjadi Solusi Pertanahan Indonesia?


Topswara.com -- Banyak terjadinya kasus sengketa lahan di Indonesia dikarenakan sebagian masyarakat belum mempunyai sertifikat kepemilikan yang sah atas tanah mereka dan lambatnya proses pembuatan surat tersebut. Hal ini menjadi perhatian pemerintah, yang akhirnya meluncurkan program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang telah diatur dalam Instruksi Presiden (Inpres) no.2 tahun 2018.

Untuk merealisasikan hal tersebut maka Bupati Bandung, Dadang Supriatna yang didampingi Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPUTR) Zeis Zultaqawa dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Asep Kusuma mengunjungi Sekretaris Jendral (sekjen) ATR/BPN Suyus Windayana. 

Dalam kunjungan tersebut Yuyus menjanjikan akan mengalokasikan anggaran khusus untuk program PTSL di Kabupaten Bandung. Hal ini sesuai dengan Undang-undang No.11 tentang Cipta Kerja tahun 2020 khususnya terkait percepatan investasi daerah. 

Bupati bandung pun mendorong para kepala desa untuk menyukseskan program ini, karena merekalah yang mengetahui sejarah dan seluk-beluk pertanahan di desanya masing-masing. (detikjabar, 25/9/2023)

PTSL adalah salah satu program pemerintah dalam rangka memudahkan masyarakat untuk mendapatkan sertifikat tanah secara gratis. Tujuan program ini adalah untuk memberikan jaminan kepastian hukum atas hak tanah yang dimiliki masyarakat, dan untuk menghindari perselisihan di kemudian hari. Tetapi apakah program tersebut bisa menjaga kepemilikan masyarakat terhadap tanah yang mereka miliki? 

Pemberian sertifikat gratis dan program PTSL pernah dilakukan presiden kepada masyarakat pada awal Desember 2020. Jumlah hak atas tanah yang diberikan sebanyak 1.552.450. Sayangnya program tersebut tidak bisa dirasakan secara merata oleh masyarakat. Bahkan kebijakan presiden ini terkesan terburu-buru seolah ada program lain yang menunutut disegerakan. 

Dalam sistem kapitalisme kepemilikan tanah bergantung pada adanya sertifikat meski sebenarnya tidak benar-benar menjadi solusi. Ketika ada oknum yang ingin merampas hak tanah milik warga atau pengusaha ingin membangun sentra industri, hak kepemilikan ini akan mudah terlepas. 

Apalagi jika warga memperoleh hak tanah itu karena warisan yang diturunkan secara turun temurun atau telah mendiami suatu wilayah tak bertuan. Kasus Rempang misalnya. Ribuan lahan yang sudah dikelola masyarakat sejak turun temurun bahkan sejak masa kesultanan, tiba-tiba pemerintah mendatangkan ratusan personil keamanan agar masyarakat mengosongkan lahannya. 

Jadi sebenarnya permasalahan masyarakat terkait kepemilikan lahan bukan karena punya sertifikat atau tidak tetapi karena sistem yang diterapkan negara adalah sistem kapitalis sekuler.   

Dalam sisem kapitalisme sekularisme, peran penguasa tak sepenuhnya menjadi pengurus dan penjaga masyarakat, jika memang milik publik semisal tanah atau bangunan itu dibutuhkan investor, maka negara akan berusaha memberikan lahan itu untuk mereka dengan dalih investasi dan kemajuan ekonomi. 

Beraneka proyek strategis dibangun hanya untuk memuluskan masuknya para pengusaha asing. Inilah akibat dari diterapkannya sistem kapitalisme, rakyat menjadi korban keserakahan mereka yang dengan mudah terus melenggang menguasai negeri ini. 

Islam mempunyai solusi pasti dalam menyelesaikan setiap permasalahan, begitu juga dengan sengketa tanah yang marak terjadi. karena pada dasarnya tanah adalah milik Allah SWT. 

Sebagaimana dalam firmannya :
“Kepunyaan-Nyalah kerajaan langit dan bumi. Dia menghidupkan dan mematikan dan dia Maha Kuasa atas segala sesuatu” (QS Al-Hadid {57}: 2)

Dari ayat diatas dapat diambl poinl penting bahwa pemilik hakiki tanah adalah Allah dan Dia memberikan keleluasaan kepada manusia untuk mengelolanya dengan hukum-hukum yang Allah turunkan. Dengan demikian hukum Allahlah yang harus dipakai untuk mengelola dan mengaturnya.

Dalam syariat Islam ada enam cara dalam hal kepemilikan individu yakni melalui (1) dengan cara jual beli, (2) mendapatkan waris, (3) hibah, (4) ihyaul mawat yaitu menghidupkan tanah mati, Menghidupkan tanah mati maksudnya memanfaatkan tanah yang tidak ada pemiliknya dengan cara menanaminya dengan pohon atau membangun rumah diatasnya. 

Rasulullah SAW bersabda : 
“Siapa saja yang menghidupkan tanah mati, maka tanah itumenjadi miliknya dan tidak ada hak bagi penyerobot tanah yang zalim (yang menyerobot tanah orang lain).” (HR. At-Tirmidzi, Abu Daud dan Ahmad)
 (5) tahjir atau membuat batas pada tanah mati, (6) iqtha’ atau pemberian negara kepada rakyat. 

Islam juga menetapkan bahwa hak kepemilikan tanah akan hilang jika dalam jangka waktu tiga tahun berturut-turut ditelantarkan, negara berwenang untuk memberikan tanah tersebut kepada orang lain yang mampu mengelolanya.

Ketika negara membutuhkan lahan individu untuk kepentingan umum, negara akan memberi ganti untung yang membuat pemilik tanah tidak merasa dizalimi sehingga pemilik lahan tersebut dengan rida menyerahkannya pada negara. 

Hanya dalam Islam kaffah keadilan dan kejelasan status kepemilikan tanah akan dirasakan masyarakat. Negara melindungi dan mengayomi serta mengurus semua kepentingan rakyatnya. Rasulullah SAW bersabda: “Al Imam (pemimipin) itu adalah pengurus/pengembala. Dan ia akan dimintai pertanggungjawabannya atas apa yang diurusnya (rakyat)”. (HR. Al Bukhari)

Wallahu ‘alam bishawwab.


Oleh: Yeni Rosmanah 
Sahabat Topswara 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar