Topswara.com -- Belum lama ini, warga di Kecamatan Buayan, Kebumen kembali menyuarakan penolakan atas penyertaan hak guna bangunan (HGB) PT Semen Gombong. Aksi yang digelar rutin untuk menyampaikan aspirasi warga agar didengar oleh pemerintah ini sudah terjadi dari waktu ke waktu, pada tahun 2023 ini pun unjuk rasa kembali digelar oleh warga.
Dalam aksi tersebut warga menolak dan mendesak pemerintah agar tidak menerbitkan perpanjangan HGB yang sudah menjadi konflik perampasan dan pembebasan tahan sejak 27 tahun lalu.
Perpanjangan HGB dianggap warga sebagai malapetaka khususnya bagi 5 desa (Sikayu, Karangsari, Rogodono, Banyumudal, & Nogoraji). Belum lagi karena izin HGB ini masih aktif banyak lahan yang tidak bisa dimanfaatkan padahal seharusnya berpotensi untuk bisa dikelola demi kesejahteraan rakyat. (26/9)
Sekalipun HGB saat ini belum beroperasi karena terbentur syarat analisis dampak lingkungan. Namun, dikhawatirkan jika diperpanjang berpotensi adanya eksploitasi alam yang akan merusak lingkungan.
Kisruh HGB merupakan keniscayaan dalam sistem demokrasi kapitalisme yang kental dengan oligarki. Peran strategis penguasa yang seharusnya menjadi pemutus perkara di antara rakyat justru kerap tidak adil dan kebijakan yang diambil justru merugikan dan mencederai hati rakyat. Unjuk rasa yang dilakukan rakyat pun seolah tak dihiraukan.
Inilah penampakan tatkala paradigma kekuasaan diatur sistem kapitalisme, sistem yang tak menjadikan kepentingan rakyat sebagai prioritas kebijakan, sebab kebijakan dalam sistem kapitalisme kental dengan asas untung rugi korporasi.
Hal ini menjadikan wajar apabila ada sebuah proyek yang dirasa menguntungkan korporat tetap berjalan dan harus direalisasikan tanpa peduli penderitaan yang dirasakan rakyat.
Disisi lain dalam persoalan tanah pun tak jarang para mafia tanah justru dibeckingi oleh para pejabat yang berkepentingan demi meraup keuntungan.
Termasuk dalam perizinan perpanjangan HGB di atas yang jelas sudah mengambil hak-hak tanah masyarakat, merusak lingkungan dan dalam jangka panjang bisa menyebabkan ketimpangan ekosistem alam.
Dalam sistem kapitalisme hari ini umat terus didera dengan berbagai penderitaan baik dari penguasa atau pengusaha korporasi pemilik kekuasaan.
Berbeda dengan Islam yang tidak lain adalah sebuah ideologi, Islam memiliki pengaturan dalam seluruh aspek kehidupan termasuk tentang tanah.
Negara dalam Islam berperan penting dalam mengatur pengelolaan tanah sesuai dengan syariat Islam. Negara tidak boleh bertindak hanya sebatas sebagai regulator yang berdampak pada penguasaan hanya pada segelintir pihak.
Islam memiliki konsep pertanahan yang khas yang berbeda dengan konsep pertanahan dalam sistem kapitalisme. Sistem dan konsep pertanahan dalam Islam akan menghilangkan berbagai kezaliman antara satu pihak dengan pihak lain sekalipun pihak yang tersebut adalah pihak yang lemah.
Dalam Islam kepemilikan tanah harus sepaket dengan pengelolaannya sehingga bukti-bukti surat legalitas sebagaimana sertifikat tanah hanya bersifat sebagai dokumen penunjang, bukti kepemilikan yang sesungguhnya dilihat dari aktivitas pengelolaan diatas tanah tersebut. Misalnya dengan pemanfaatan tanah baik sebagai ladang pertanian, peternakan, ataupun dibangun sebuah bangunan.
Oleh sebab itu dalam Islam jika ada seseorang yang memiliki tanah namun tanah tersebut dianggurkan lebih dari 3 tahun maka tanah tersebut akan diambil oleh negara dan diberikan pada orang lain yang sanggup mengelola tanah tersebut.
Sedangkan berkenaan dengan merusak lingkungan, Islam juga melarang dengan tegas ini. Bahkan aktivitas perang yang ditegakkan untuk memperluas jangkauan dakwah Islam saja dilarang merusak alam (hutan lindung, pemukiman warga) apalagi kegiatan usaha.
Dengan mekanisme ini maka tanah akan semakin mudah untuk diakses oleh banyak pihak dan siapapun bisa dengan mudah memiliki tanah asalkan mampu dalam mengelolanya sehingga tidak akan lagi terjadi penumpukan tanah yang tidak termanfaatkan.
Pun negara membutuhkan tanah rakyat untuk pembangunan ataupun kepentingan publik itu dibolehkan dengan syarat adanya kebolehan dan keridhaan dari pemilik tanah selain itu negara juga wajib memberikan ganti untung kepada rakyat.
Selain itu dalam Islam jika diduga penguasa justru lebih berpihak pada pemilik modal dan tidak menegakan keadilan maka rakyat berhak menuntut dan mengadukan kepada Qadhi Madzalim.
Sehingga tidak ada istilah penguasa kebal hukum dalam islam sebagaimana yang terjadi pada sistem demokrasi kapitalis yang acapkali menjadikan politik sebagai alat untuk menumpuk kekayaan individu.
Sungguh hanya Islamlah yang mampu menuntaskan segala problematika agraria hari ini. Sistem yang lahir dari Dzat Yang Maha Besar lagi Maha Kuasa. Namun, sistem Islam hanya akan tegak dalam bingkai pemerintahan Islam yakni daulah khilafah. Wallahu’alam.
Lulita Rima Fatimah, A.Md.Kom.
Aktivis Muslimah
0 Komentar