Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Pelucutan Politik Identitas Muslim Adalah Pelucutan Senjata


Topswara.com -- Wilayah yang saat ini dijajah oleh Israel adalah bagian dari sebuah wilayah yang sering disebut dengan bumi Syam. Di masa lalu, telah banyak pihak yang terlibat untuk saling berebut menguasainya. Oleh karena itu, sejak dulu wilayah ini sudah terkenal sebagai wilayah yang padat, penuh konflik, dan sering terjadi peperangan.

Hal itu sangatlah wajar, mengingat wilayah ini menjadi tempat pertemuan bagi berbagai budaya di dunia. Bangsa-bangsa dari Asia, Eropa, serta Afrika kuno tentu memiliki kepentingan perdagangan di sana. 

Apalagi kesuburan tanah bulan sabit Syam yang terkenal telah membuat bangsa-bangsa di sekitarnya tertarik untuk mengeksploitasi hasil buminya. Menurut sejarah, bahkan usaha pertanian pertama manusia dimulai dari sana.

Bangsa Israel sendiri adalah bangsa Ibrani dimana agama meraka; Yudaisme atau Yahudi lahir di tanah Syam. Agama Abrahamik lainnya yaitu Nasrani juga lahir di sana. Namun demikian hanya bangsa Yahudi yang mengklaim wilayah itu sebagai tanah yang telah dijanjikan Tuhan khusus untuk bangsa mereka. 

Sementara agama Islam juga tidak pernah mengklaim bahwa tanah itu khusus untuk mereka. Terbukti ketika Khalifah Umar bin Khattab membebaskan Al Quds, gereja Nasrani dan bait suci Yahudi tidak dihancurkan, bahkan dibersihkan dari sampah yang ditinggalkan penguasa Nasrani sebelumnya.

Klaim bahwa tanah itu khusus untuk bangsa mereka saja, adalah mitos yang selalu dihembuskan secara turun-temurun untuk mempersatukan visi kepercayaan di antara mereka. 

Pada faktanya, sebenarnya bangsa Yahudi belum pernah secara permanen menguasai tanah Israel. Bahkan mereka selalu terusir oleh bangsa-bangsa lain yang secara bergantian berhasil mengusai wilayah tersebut. 

Dengan banyaknya konflik di tanah Syam, bangsa Israel telah beberapa kali melakukan eksodus secara besar-besaran ke Eropa. Sejak itulah kemudian Yahudi dianut sebagai agama oleh orang-orang dari Asia maupun Eropa. 

Oleh karena itu sebenarnya entitas Yahudi yang ada saat ini bukanlah entitas kebangsaan, namun lebih kepada entitas agama atau kepercayaan yang dianut oleh para pemeluknya.

Lalu mengapa ada klaim dari entitas Yahudi terhadap tanah Syam yang sudah ribuan tahun ditempati oleh umat Islam? Hal ini berawal dari gerakan Zionisme yang digawangi oleh Theodore Hertzl. Ia meminta kepada Khalifah Abdul Hamid II untuk melepaskan tanah Palestina sebagai pemukiman Yahudi dengan imbalan harta benda yang yak terhitung banyaknya. Tentu saja Sultan Abdul Hamid II menolaknya.

Seperti pada umumnya, sebuah wilayah di suatu negara hanya bisa berpindah penguasaan kepada negara lain ketika terjadi penaklukan bukan dengan cara jual beli. Namun setelah sebuah grand strategi berhasil dijalankan akhirnya Kekhilafahan Turki Utsmani berhasil dihancurkan. 

Theodore Hertzl akhirnya bisa tersenyum riang. Eksodus besar-besaran dari entitas Yahudi yang sebenarnya sudah bukan bangsa Ibrani lagi, dituntun dengan narasi untuk kembali ke tanah suci bangsa Yahudi. 

Dengan operasi tersembunyi mereka maka pendirian negara Israel berhasil dilegalisasi tanpa hambatan dari umat Islam pasca runtuhnya Turki Utsmani. Terbentuknya PBB pasca Perang Dunia II, akhirnya juga menjadi alat legitimasi bagi Israel meskipun pelanggaran kemanusiaan telah mereka lakukan berkali-kali.

Pengusiran, penindasan, dan penyiksaan secara terus-menerus mereka lakukan terhadap penduduk di wilayah tersebut. Sejak tahun 1948 Tak terhitung korban harta benda, kehormatan bahkan nyawa penduduk Palestina selama masa pendudukan Israel. Di sisi lain umat Islam yang telah terpecah-belah dalam negara bangsa hanya bisa diam seribu bahasa.

Dibentuknya negara kecil Israel di antara negara-negara tetangga yang sebagian besar penduduknya adalah Muslim bukanlah posisi yang strategis secara geografis. Apabila negara-negara tersebut mau, baik Mesir, Arab Saudi, Libanon, Suriah, Yordania, bisa dengan mudah melakukan serangan militer dan mengusir Israel dari sana. Bahkan meskipun hanya dengan mengerahkan sedikit saja tentara maupun senjata. 

Jika kesuburan tanah Syam menjadi alasan bagi entitas Yahudi untuk pindah, maka dengan adanya perkembangan teknologi dan intensifikasi lahan pertanian membuat kesuburan wilayah bulan sabit tidak lagi penting untuk dibicarakan. 

Apalagi sejak terjadinya renaissance dan sekularisasi dunia, pengusiran dan diskriminasi terhadap orang-orang Yahudi sudah sangat jauh berkurang. Artinya mereka tidak lagi teraniaya dan kekurangan pangan sehingga butuh lahan pertanian.

Lalu apa yang membuat Zionis tetap bersikeras mendirikan negara Israel? Tentu bukan masalah letak geografis atau krisis pangan yang membuat Zionis membentuk negara Israel di sana. 

Wilayah Palestina dan Israel adalah sebuah kartu penting yang setiap saat bisa dimainkan sesuai kebutuhan Zionis Yahudi. Israel sepertinya ditanamkan sebagai benda asing di tubuh umat Islam sebagai alat bantu bagi hegemoni dan dominasi kapitalis sekuler untuk menguasai dunia. 

Duri dalam daging ini bisa diaktifkan kapan saja untuk membuat rasa sakit yang mendalam sehingga perhatian umat Islam teralihkan dari upaya kebangkitan. Para aktor intelektual Zionis memanfaatkan isu keagamaan Yahudi untuk menyakiti sekaligus mengontrol entitas umat Islam. 

Bagi umat Islam orang-orang Yahudi maupun Nasrani sebagai sebuah agama, bukanlah entitas yang dimusuhi. Bahkan mereka berkali-kali diselamatkan umat Islam dari kekejaman penjajahan teman seagama mereka sendiri.

Di dalam kekhilafahan Islam, Yahudi dan Nasrani disebut dengan ahlul kitab atau kafir dzimmy yang harus dilindungi.
Namun ketika negara kafir harbi fi'lan menyerang Islam dan umatnya, maka kita semua wajib melawan. 

Saat ini di mana kekhilafan Islam belum lagi berdiri, persaudaraan sesama Muslim untuk menuju kebangkitan kedua di akhir zaman ini harus kembali dieratkan.

Melalui penguasa antek mereka di negeri Muslim, Barat mengharapkan kita untuk mengutuk diri kita sendiri. Menuduh saudara kita yang membela tanah airnya dengan sebutan teroris, sembari mengarahkan pemakluman terhadap penganiayaan dan pembunuhan yang telah dilakukan para agresor kepada saudara seiman kita di sana. 

Setiap upaya protes terhadap kezaliman yang dilakukan oleh penjajah dan pembelaan terhadap umat Islam di Palestina akan segera dimentahkan dengan narasi kemanusiaan yang dipaksakan. 

Mereka mengatakan bahwa pejuang Palestinalah yang memicu keributan, sementara itu para agresor hanya melakukan reaksi bela diri saja. Mungkinkah barat menganggap umat Islam bukan manusia? 

Seluruh penduduk Israel usia produktif mengikuti wajib militer, sehingga sebagian besar mereka adalah militer meski tidak memakai seragam militer. Sementara di pihak Palestina tidak semua penduduk memiliki atau mampu mempergunakan senjata, namun perlakuan tentara pendudukan Israel terhadap mereka sangat kejam dan nista.

Bila Zionis menggunakan agama sebagai politik identitas untuk menyerang umat Islam, mengapa umat Islam tidak bisa menggunakan hal yang sama? 

Wallahu A'lam bish Shawwab.


Oleh: Dash Shameel 
(Penulis dan Pengamat Sejarah) 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar