Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Mungkinkah Rakyat Bisa Menikmati Beras Murah?

Topswara.com -- Harga beras masih terus mengalami kenaikan di berbagai daerah. Adanya faktor Elnino menyebabkan produksi turun sehingga memengaruhi harga beras. 

Dilansir dari cnbc.com (23/10), harga beras premium bertengger di Rp14.970 per kg dan harga beras medium naik Rp20 menjadi Rp13.210 per kg. Harga ini adalah rata-rata harian nasional di tingkat ppedagang eceran. 

Namun, pemerintah menegaskan bahwa stok beras aman. Presiden Jokowidodo sendiri yang menyatakan bahwa stok beras aman karena panen raya sedang berlangsung di sejumlah daerah. Tambahan pasokan dari hasil panen akan memperkuat cadangan beras nasional yang saat ini juga diupayakan melalui impor. 

Jokowi juga menyampaikan bahwa pemerintah akan terus menambah cadangan beras yang ada di Bulog untuk menurunkan dan menjaga kestabilan harga beras. Sementara cadangan beras yang ada di Bulog saat ini terdapat 1,7 juta ton dan akan bertambah sekitar 500-600 ribu ton lagi (Republika.id, 13/10/2023).

Pernyataan bahwa stok beras aman menjadi kontradiktif dengan realitas yang ada. Jika stok beras aman, lalu kenapa harganya masih tinggi? Jika cadangan dalam negeri aman, lalu kenapa impor?

Jika kita mencermati istilah stok beras nasional aman, maka yang terbayang adalah semua rakyat bisa membeli beras dengan mudah dan murah. Namun dalam faktanya tidak demikian. Harga beras tetap bertengger di atas dan rakyat yang merasakan kesulitan. 

Apalagi naiknya harga beras dibarengi dengan naiknya harga bahan pangan lainnya dan bahan bakar nonsubsidi.  Ini merupakan pukulan bertubi-tubi bagi rakyat. Daya beli rakyat menjadi makin rendah seiring naiknya harga bahan pangan yang membumbung. 

Inilah model perekonomian kapitalisme. Di mana yang diperhitungkan adalah kondisi dalam bentuk angka sacara rata-rata, bukan kondisi di masyarakat secara nyata. Tak aneh jika ada pernyataan stok beras aman, tetapi harga tetap mahal. 

Kesejahteraan diukur secara rata-rata kondisi rakyat keseluruhan, bukan per kepala. Padahal, kemampuan setiap orang berbeda-beda dan tak bisa disamakan.

Hal ini berbeda dengan pandanga Islam tentang kesejahteraan dan ketercukupan. Kesejahteraan dalam IsIam dilihat dengan tercukupinya kebutuhan pokok rakyat per individu, bukan secara hitungan rata-rata. Jadi, benar-benar akan dilihat dari kondisi setiap individu. 

Siapa Bertanggung jawab Menjamin Kesejahteraan Rakyat dalam Islam? 

Tugas tersebut diemban oleh pemimpin atau kepala negara. Seorang kepala negara memiliki tugas mengatur urusan rakyatnya. Yang mana itu termasuk mencukupi kebutuhan pokok, menyediakan lapangan pekerjaan untuk rakyat, menjamin kesehatan dan keamanan, dll.

Hal ini seperti yang disabdakan oleh Rasulullah saw. dalam hadis riwayat Imam Bukhari: "Imam (kepala negara) adalah pengurus rakyat, Dia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya.”  

Atas dasar itu, negara harus menjamin ketersediaan bahan pangan. Apabila ada hal-hal yang yang bisa membuat terganggunya kesejahteraan rakyat seperti melonjaknya harga barang  di pasaran, maka pemerintah akan mengambil tindakan yang diperlukan secara sigap dan cermat. Negara tidak akan membiarkan persoalan yang menyulitkan masyarakat banyak dan akan memberikan solusi secepatnya. 

Dalam kasus melonjaknya harga beras saat ini, maka akan ditelusuri apa penyebabnya. Apabila ditemukan adanya pihak yang sengaja memonopoli perdagangan beras dengan menimbun sehingga bisa mempermainkan harga, maka negara akan  mengambil tindakan tegas. Sebab, penimbunan (ihtikar) adalah perbuatan yang melanggar syariat sebagaimana sabda Rasulullah saw.: “Tidak boleh menimbun barang, kecuali orang yang berdosa.” (HR. Muslim)

Namun, apabila kelangkaan pangan karena memang produksi di daerah tersebut memang turun, maka negara akan segera mencukupinya. Caranya dengan mendatangkan dari daerah lain di dalam Daulah Islam untuk membanjiri daerah yang sedang paceklik tersebut sehingga stok kembali cukup dan harga yang melonjak bisa teratasi. Seperti pada masa Khalifah Umar bin Khaththab r.a yang mengirimkan suplai bahan pangan dari Mesir dan negeri Syam ke Hijaz ketika terjadi paceklik di wilayah tersebut.

Hal ini bisa terjadi dengan mudah karena dalam negara Islam tidak ada sekat-sekat teritorial antar wilayah yang satu dangan yang lain. Semua wilayah yang berada dalam naungan negara Islam adalah satu kesatuan. Sekalipun terpisah dari segi territorial, mereka tetap berada dalam satu negara. Maka, tidak perlu impor beras dari luar negeri karena negara bisa memenuhi kebutuhan sendiri dari sumber daya yang dimiliki. 

Di sisi lain, mengandalkan impor akan menjadikan negara tergantung pada negara pengekspor. Keadaan ini akan menjadikan negara terjajah secara ekonomi.

Adapun apabila berkurangnya produksi pangan karena buruknya sarana pertanian seperti rusaknya irigasi, maka negara akan membangun irigasi yang bagus. Ini bisa kita lihat dari bekas bekas bangunan irigasi yang dibangun di masa kejayaan Daulah Islam yang tetap ada hingga sekarang. 

Jika disebabkan masalah pupuk, maka negara akan memberikan bantuan pupuk serta bibit yang unggul kepada para petani negara. Subsidi pupuk merupakan hak setiap petani.

Mengenai lahan, negara tidak akan mengizinkan siapa pun untuk mengubahnya menjadi lahan industri atau yang lainnya. Sebab, hal ini bisa menyebabkan lahan pertanian menjadi berkurang seperti yang terjadi sekarang. Negara akan memberikan tanah kepada siapa saja yang mampu mengolahnya. Para petani yang tidak punya lahan sendiri akan diberi oleh negara sehingga ia dapat bekerja dan berproduksi. 

Tanah-tanah yang telantar akan dihidupkan kembali. Negara mempersilakan siapa saja untuk mengelola lahan tersebut asalkan ia benar-benar melakukannya. Dengan begitu, masalah lahan sempit untuk pertanian akan teratasi dan produksi pangan juga akan meningkat. 

Itu semua berada dalam tanggung jawab negara. Segala yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah kenaikan harga pangan dan produksi yang menurun akan ditempuh sebagaimana tuntunan syariat. Ada solusi intensifikasi dan ekstensifikasi di bidang pertanian. Dengan demikian, akan terwujud melimpahnya bahan pangan dalam negara (swasembada pangan). 

Demikianlah apabila Islam yang dipakai untuk mengatur kehidupan dan menjadi solusi setiap permasalahan. Kesejahteraan dan keadilan akan dirasakan oleh setiap orang ketika Islam kaffah sungguh-sungguh diterapkan. Tidakkah kita merindukannya? 
Wallahu a'lamu bishshowab.[]

Oleh: Endang Mulyaningsih
(Aktivis Muslimah)

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar