Topswara.com -- Secara i’tiqadi, sebagai seorang Muslim tentu kita meyakini, bahwa setiap perintah Allah SWT kepada manusia pasti mengandung kebaikan, dan sebaliknya, setiap larangan-Nya pasti mendatangkan keburukan.
Inilah hikmah umum dari syariah Allah SWT yang diturunkan kepada manusia, sebagaimana firman-Nya:
ÙˆَÙ…َا Ø£َرْسَÙ„ْÙ†َاكَ Ø¥ِÙ„َّا رَØْÙ…َØ©ً Ù„ِÙ„ْعَالَÙ…ِينَ
Tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi alam semesta (QS al-Anbiya‘ [21]: 107).
Jumhur mufassir secara umum memaknai rahmat sebagai diraihnya manfaat/kebaikan dan dijauhkannya madarat/keburukan, tentu sebagai hasil dari pelaksanaan dan penerapan seluruh syariah Islam yang dibawa oleh Baginda Rasulullah SAW.
Karena itu, tentu kita pun meyakini bahwa perintah Allah SWT kepada para wanita untuk berbusana Muslimah (memakai kerudung dan berjilbab) pasti mengandung banyak kebaikan/manfaat sekaligus menghindari banyak keburukan/madarat, khususnya bagi pemakainya dan umumnya bagi masyarakat.
Penggunaan jilbab dalam kehidupan umum akan mendatangkan kebaikan bagi semua pihak. Tidak hanya bagi kaum perempuan. Dengan tubuh yang tertutup jilbab, kehadiran wanita jelas tidak akan membangkitkan birahi lawan jenisnya. Sebab, naluri seksual tidak akan muncul dan menuntut pemenuhan jika tidak ada stimulus yang merangsangnya.
Dengan demikian, kewajiban berjilbab telah menutup salah satu celah yang dapat mengantarkan manusia terjerumus ke dalam perzinaan; sebuah perbuatan menjijikkan yang amat dilarang oleh Islam.
Fakta menunjukkan, di negara-negara Barat yang kehidupannya dipenuhi dengan pornografi dan pornoaksi, angka perzinaan dan pemerkosaannya amat mengerikan. Di AS pada tahun 1995 saja, misalnya, angka statistik nasional menunjukkan, 1,3 perempuan diperkosa setiap menitnya. Berarti, setiap jamnya 78 wanita diperkosa, atau 1.872 setiap harinya, atau 683.280 setiap tahunnya! (Ismail Adam Pathel, Perempuan, Feminisme, dan Islam, terj. Abu Faiz (Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2005).
Realitas ini makin membuktikan kebenaran ayat ini: Dzâlika adnâ an yu’rafna falâ yu’dzayn (Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal sehingga mereka tidak diganggu).
Bagi wanita, jilbab juga dapat mengangkat mereka pada derajat kemuliaan.
Dengan aurat yang tertutup rapat, penilaian terhadap wanita lebih terfokus pada kepribadiannya, kecerdasannya, profesionalismenya serta ketakwaannya. Bukan pada fisik atau tubuhnya.
Ini berbeda jika wanita tampil ‘terbuka’ dan sensual. Penilaian terhadap wanita lebih tertuju pada fisik dan tubuhnya. Penampilan seperti itu juga hanya akan menjadikan wanita dipandang sebagai onggokan daging yang memenuhi hawa nafsu saja.
Manfaat Secara Personal
Pertama, merasa dekat dengan Allah SWT.
Dengan berkerudung dan berjilbab secara syar’i, seorang Muslimah akan selalu merasa dekat dengan Allah SWT karena dengan itu ia sesungguhnya sedang menjalankan ketaatan dan kepatuhan kepada-Nya.
Kedua, menciptakan ketenangan batin.
Selama berkerudung dan berjilbab dilandaskan pada panggilan iman (akidah Islam), sejatinya seorang Muslimah akan merasakan ketenangan batiniah atau kedamaian dari aspek ruhani.
Sebab, dengan berkerudung dan berjilbab berarti ia telah menjalankan salah satu perintah Allah SWT yang wajib dia laksanakan, sekaligus ia telah mampu melaksanakan salah satu ibadah kepada Allah SWT. Pasalnya, berkerudung dan berjilbab tentu saja merupakan salah satu bentuk ketundukan dan dan kepatuhan kepada Allah SWT.
Berkerudung dan berjilbab sekaligus juga menjadi salah satu bukti bahwa ia benar-benar mengikuti ajaran yang diajarkan oleh Baginda Rasulullah SAW.
Selain sebagai salah satu bentuk ketundukan, bagi seorang Muslimah, berkerudung dan berjilbab juga sekaligus merupakan bentuk rasa syukur kepada Allah SWT yang telah menciptakan dirinya, memberikan rezeki kepada dirinya, melindungi dirinya sekaligus mengangkat derajatnya ke kedudukan yang amat mulia.
Dengan semua itu tentu ia amat mengharapkan keridhaan-Nya. Itulah yang akan menenteramkan hati dan jiwanya, yang dapat membuat dirinya merasa damai dan tenteram.
Ketiga, terhindar dari gangguan.
Sebagaimana disebutkan dalam QS al-Ahzab [33]: 59 terkait dengan perintah kepada kaum Muslimah untuk memakai kerudung, yaitu agar mereka dikenal (sebagai wanita merdeka) dan tidak diganggu.
Tentu saja hikmah ini akan benar-benar dapat dirasakan oleh seorang Muslimah yang memakai kerudung dan berjilbab secara syar’i; sebuah busana Muslimah yang menutup rapat-rapat setiap inci tubuhnya yang dapat membangkitkan syahwat laki-laki jika saja sampai dibiarkan terbuka.
Sebab, bagaimanapun, dalam diri manusia terdapat yang namanya kecenderungan seksual sebagai bagian dari perwujudan gharizah an-naw’u.
Bagaimanapun, kecenderungan seksual ini tidak akan pernah menuntut pemuasan seandainya tidak ada rangsangan dari luar. Seorang laki-laki, misalnya, tentu tidak akan bangkit kencenderungan seksualnya jika ia dijauhkan dari melihat aurat wanita atau segala hal yang berbau pornoaksi dan pornografi.
Sebaliknya, saat dia sering dihadapkan pada kenyataan bahwa banyak wanita di sekelilingnya yang terbuka auratnya, misalnya, tentu kecenderungan seksualnya akan bangkit.
Selanjutnya bisa ditebak, jika benteng imannya tidak kokoh, dia bisa saja melampiaskan hasrat seksualnya pada tempat yang haram; entah berzina, melacur atau memperkosa.
Lain halnya jika kaum wanita semuanya menutup auratnya rapat-rapat dengan memakai kerudung dan berjilbab, kemudian segala bentuk pornografi dan pornoaksi dihilangkan, tentu semua itu bisa mencegah terjadinya perzinaan atau pemerkosaan. Dengan begitu, kaum wanita pun bisa aman dan tidak diganggu.
Alhasil, jilbab bisa lebih melindungi wanita Muslimah, membuat mereka lebih merasa aman, menjaga diri mereka dari gangguan lelaki usil, menjaga mereka dari obyek pandangan lelaki yang hanya ingin ‘cuci mata’, menjaga diri mereka dari obyek syahwat lelaki, menghindarkan diri mereka dari zina mata dan zina hati, dan lain-lain.
Keempat, menjadi wanita terhormat.
Dengan memakai kerudung dan berjilbab sesuai tuntunan syariah, seorang Muslimah sesungguhnya sedang memposisikan dirinya sebagai wanita terhormat.
Sebab, dengan itu, penilaian dan penghormatan masyarakat kepada dirinya bukan lagi dari sisi fisik dan tubuhnya, tetapi dari sisi ketakwaannya, kecerdasannya, prestasinya dan segala hal yang menjukkan kualitas pribadinya.
Bandingkan dengan para wanita Barat sekular yang rata-rata dianggap bernilai lebih karena faktor tubuh dan kecantikan fisiknya. Semakin cantik dan semakin seksi seorang wanita, ia akan dianggap semakin terhormat dan karenanya lebih dihargai, paling tidak secara materi. Padahal, sadar ataupun tidak, hal demikian hanya menjadikan wanita diekploitasi tubuhnya demi kepuasan material segelintir orang.
Kelima, berpeluang menjadi wanita shalihah.
Bagi seorang Muslimah, berkerudung dan berjilbab secara syar’i bisa menjadi pembuktian atas keshalihan dirinya—tentu jika keputusannya berkerudung dan berjilbab dilandaskan pada faktor keimanannya dan ketaatannya pada syariah Islam.
Selain itu, kerudung dan jilbab yang dia pakai berpotensi menjadi ‘benteng’ perilaku bagi dirinya sehingga ia akan berpikir seribu kali untuk melakukan tindakan-tindakan yang menyimpang yang bertentangan dengan citra kerudung dan jilbab sebagai pakaian takwa.
Ia, misalnya, akan merasa malu jika akhlaknya buruk; sementara ia adalah wanita Muslimah yang kemana-mana berkerudung dan berjilbab.
Sebaliknya, dengan kerudung dan jilbab yang selalu melekat pada dirinya ia akan berusaha tampil dengan akhlak yang mulia.
Keenam, meraih pahala melimpah, terhindari dari azab api neraka yang menyala-nyala.
Dengan berkerudung dan berjilbab sesuai tuntunan syariah tentu saja wanita Muslimah akan meraih pahala yang berlimpah dan terhindar dari azab api neraka yang menyala-nyala.
Bayangkan, jika setiap hari ia keluar rumah dari pagi sampai sore dengan selalu menutup auratnya dengan kerudung dan berjilbab, berarti selama itu pula ia mendapatkan pahala yang melimpah dan keridhan dari Allah SWT.
Sebaliknya, saat seharian dari pagi hingga sore ia keluar rumah, sementara ia tidak menutup aurat dengan kerudung dan berjilbab, maka selama itu pula berarti ia bermaksiat kepada Allah SWT. Itu baru seharian.
Bagaimana jika setiap hari ia mengumbar auratnya? Barangkali, pahala shalatnya yang sekadar 5-10 menit kali 5 kali shalat tidak akan bisa menghapus dosanya berupa mengumbar aurat sekian jam sehari yang dilakukan setiap hari.
Padahal ibadah shalatnya belum tentu diterima oleh Allah SWT. Tentu, jika itu yang terjadi, ancaman Allah SWT berupa azab api neraka di akhirat tinggal menunggu waktu.
Ketujuh, membuktikan diri sebagai pengikut Ilistri-istri Baginda Nabi SAW. dan para shahabiyah.
Istri-istri Baginda Rasulullah SAW. jelas selalu tampil dengan berbusana Muslimah, dengan berkerudung dan berjilbab, saat berada di luar rumah.
Demikian pula para shahabiyah (para sahabat Rasulullah SAW. dari kalangan wanita). Tidak ada ceritanya mereka yang rata-rata calon penghuni surga tidak menutup aurat dengan mengenakan kerudung dan berjilbab. Mereka tentu saja merupakan panutan seluruh kaum Muslimah.
Karena itu, seorang Muslimah yang telah biasa memakai kerudung dan berjilbab secara syar’i berarti telah mampu mengikuti dan meneladanai para istri Baginda Nabi saw. dan para Shahabiyah ra.
Manfaat Secara Sosial
Pertama, memperjelas identitas diri di lingkungan sosial.
Dengan berkerudung dan berjilbab, jelas seorang Muslimah telah mempertegas identitas dirinya sebagai penganut Islam. Dengan begitu ia berarti telah membedakan dirinya dari penganut agama lain.
Sebaliknya, para wanita Muslimah yang tidak berkerudung dan berjilbab akan sulit dibedakan dari para wanita penganut agama lain di ruang-runag publik, kecuali barangkali saat di bulan Ramadhan dan Hari Raya.
Adapun di luar itu, di hari-hari biasa di jalan-jalan, di pasar-pasar, di kantor-kantor, di kampus-kampus, di mal-mal, dan lain-lain mereka akan sulit dibedakan dan diidentifikasikan sebagai Muslimah karena busananya memang tak berbeda dengan busana yang dipakai orang-orang non-Muslim (mengumbar aurat).
Kedua, menyebarkan ‘energi positif’ kepada orang lain.
Seorang Muslimah yang menutup aurat rapat-rapat dengan berkerudung dan berjilbab sesungguhnya telah menyebarkan ‘energi positif’ kepada orang lain. Paling tidak, ia turut memberikan sumbangsih bagi terciptanya suatu lingkungan yang islami.
Ini berbeda jika ia ke mana-mana mengumbar aurat, yang tentu bisa mendatangkan fitnah bagi masyarakat. Para wanita yang biasa mengobral auratnya, disadari atau tidak, telah menyebarluaskan ‘energi negatif’ bagi masyarakat.
Sudah banyak terbukti, faktor utama pemicu terjadinya banyak kasus pelecehan seksual bahkan perkosaan adalah karena banyaknya aurat wanita yang ‘dipamerkan’ di mana-mana.
Itulah yang memicu para lelaki yang kurang iman sehingga tergoda untuk melakukan ragam tindakan tak bermoral bahkan bejat terhadap kaum wanita.
Ketiga, memudahkan berinteraksi dengan sesama Muslimah lain.
Karena kerudung dan jilbab merupakan simbol identitas seorang Muslimah, tentu akan mudah bagi masing-masing Muslimah untuk saling berinteraksi satu sama lain meski mungkin awalnya tidak saling kenal.
Contoh sederhana: seorang Muslim/Muslimah tentu tidak akan ragu mengucapkan salam saat berpapasan dengan seorang Muslimah yang berkerudung dan berjilbab meski mungkin Muslimah berjilbab itu tidak dikenal.
Mereka pun akan mudah saling bersilaturahmi dan mempererat tali ukhuwah sebagai sesama Muslimah. Bahkan lebih dari itu, mereka bisa saling bekerjasama dalam banyak hal yang positif.
Selebihnya, mereka akan mudah menanamkan rasa sayang atau saling menyayangi di antara mereka.
Keempat, terkondisikan untuk selalu berada di lingkungan yang islami.
Seorang Muslimah yang berkerudung dan berjilbab dengan benar-benar dilandaskan pada akidah yang lurus dan kesadaran yang benar tentu akan selalu berusaha mencari lingkungan yang benar-benar kondusif (baca: islami) bagi dirinya. Ia tentu tidak akan betah jika harus berlama-lama berada dalam lingkungan sosial yang buruk dan rusak.
Karena itu, dalam pergaulan sosial pun ia akan terdorong untuk mencari teman atau sahabat yang juga bisa menjaga dirinya agar tetap berada dalam suasana keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Ia tidak mungkin akan bergaul dengan para wanita yang biasa gaul bebas tanpa batas; yang biasa hura-hura, dugem, atau melakukan aktivitas hedonis lainnya.
Sebaliknya, ia akan berusaha bergaul dengan para wanita shalihah; yang rajin ibadah, rajin mengaji bahkan aktif dalam kegiatan dakwah.
Kelima, termotivasi untuk mencari pendamping hidup yang shalih.
Seorang Muslimah berkerudung dan berjilbab yang masih lajang tentu yang disertai dengan pemahaman dan kesadaran Islam yang cukup tentu tidak akan mudah ‘jatuh cinta’ kepada sembarang lelaki saat dihadapkan pada calon pendamping hidup. Ia tidak akan mudah tergoda dengan lelaki ganteng, perlente, kaya tetapi bermoral ‘pas-pasan’, bukan dari ahli ibadah, dan gemar bermaksiat kepada Allah SWT.
Sebaliknya, ia memiliki kriteria sendiri dalam menentukan pendamping hidup; tentu saja lelaki yang shalih, yang rajin ibadah, rajin bekerja, rajin beramal shalih, jauh dari perilaku menyimpang atau menjadi tukang maksiat, berakhlak mulia dan jika mungkin aktif dalam kegiatan dakwah membina umat.
Wama tawfiqi illa bilLah wa ‘alayhi tawakaltu wa ilayhi unib. []
Oleh: Ustaz Arief B. Iskandar
Khadim Ma'had Wakaf Darun Nahdhah al-Islamiyah Bogor
0 Komentar