Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Konten Fornografi Kian Marak di Sistem yang Rusak


Topswara.com -- Media sosial atau biasa disebut medsos merupakan salah satu alat untuk menyebarkan informasi dan berita kepada masyarakat. Namun, terkadang disalahgunakan oleh beberapa orang untuk mempertontonkan hal-hal yang tidak terpuji, berupa gambar, video, ataupun film yang mengandung unsur pornografi. 

Sehingga kemajuan teknologi dan digitalisasi media membuat industri pornografi berkembang berkali-kali lipat dari tahun sebelumnya. 

Apalagi saat ini banyak aplikasi yang berkonotasi seksual dengan konten 18+. Mirisnya, rata-rata usia termuda anak-anak pengakses pornografi adalah 11 tahun (setara kelas 4 atau 5 SD). Di antara usia 15-17 tahun, 80 persennya terbiasa mengakses materi pornografi. 

Salah satunya seorang publik figur mendadak menjadi sorotan setelah ia mengungkapkan gaya asuh yang diterapkan ke anak-anaknya di media. 

Publik ini tidak malu mengakui bahwa anak-anaknya terpapar dengan konten-konten video dewasa atau film porno. Dan begitu halnya beredar video syur artis yang muncul kembali dan menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat. 

Sebagaimana yang dilansir Detik.com, (29/5/2023), beredar sebuah video intimasi berdurasi 47 detik yang diduga mirip RK. Kasus ini juga pernah heboh pada Oktober 2022, tetapi proses hukum berakhir damai atas permintaan dua tersangka dengan bukti video dimusnahkan. Tetapi, video tersebut tersebar lagi di medsos dan RK kembali dilaporkan ke pihak kepolisian. 

Mirisnya, dengan alasan hak asasi manusia, masih saja ada pihak yang membelanya. Sebagian menilai orang yang ada di video itu korban di bawah tekanan seseorang, atau disebut dengan relasi kuasa dan sebagainya. 

Padahal, dalam pandangan psikologi, kebiasan orang yang seringkali menyaksikan film porno akan cenderung bisa berdampak negatif cukup serius, bisa merusak kejiwaan, pikiran dan bahkan hubungan sosial dengan orang lain, bahkan mungkin saja bisa menyebabkan kehidupan keluarga tidak harmonis. Tidak hanya menimbulkan dosa besar, menonton film porno juga dapat menyebabkan kecanduan. 

Dalam dunia medis, kecanduan film porno dikenal dengan istilah narkolema atau narkoba lewat mata. Narkolema adalah sesuatu yang dilihat oleh seseorang yang memiliki efek kecanduan dan daya rusak seperti pada pengguna narkotika. 

Kerusakan yang dialami ini terjadi di otak bagian depan (pre frontal cortex) yakni bagian otak yang berfungsi sebagai pusat pertimbangan dan pengambilan keputusan serta membentuk kepribadian seseorang. 

Banyak faktor yang bisa meningkatkan seseorang kecanduan terhadap pornografi di antaranya kontrol diri yang kurang, lemahnya pengawasan orang tua, serta faktor lingkungan pergaulan. 

Jika kita cermati, maraknya kasus video syur dan konten pornografi di negeri ini tidak lepas dari penerapan sistem sekuler yang rusak yakni sistem yang memisahkan agama dari kehidupan dan menjadikan manfaat sebagai tolak ukur terhadap segala sesuatu, tanpa peduli halal dan haram. 

Namun, terhadap konten video syur tersebut ternyata ada yang pro dan kontra. Kenyataannya, konten-konten dewasa ini berkontribusi besar dalam mengacaukan sistem di masyarakat. Teror konten-konten pornografi tersebut kemudian memantik munculnya kasus pelecehan seksual, pemerkosaan, maupun masalah sosial lainnya. 

Kejahatan dengan motif syahwat sendiri banyak dan membanjiri ruang-ruang pemberitaan, Sistem ini juga menganut prinsip kebebasan untuk melampiaskan stimulus tersebut. 

Apalagi saat ini masyarakat bebas mengakses pornografi, bebas menggunakan aplikasi kencan, bebas melakukan apa pun guna memuaskan syahwat. 

Maka, maraklah perselingkuhan, bisnis esek-esek menjadi biasa, hubungan tanpa status menjadi fenomena. Akibatnya, anak-anak muda ramai mengajukan dispensasi pernikahan karena banyak yang hamil di luar nikah, dan orang tua sibuk mengajukan perceraian. 

Sungguh, kacau hidup di sistem yang rusak. Sistem ini buah dari prinsip kebebasan yang lahir dari paradigma berpikir yang memisahkan agama dari kehidupan. Sehingga konten pornografi semakin marak. 

Tentu kita tidak bisa menganggap hal ini sebagai satu hal wajar, melainkan masyarakat perlu memahami ini sebagai masalah yang membutuhkan solusi negara yang berpikir ke depan terkait betapa buruknya pengaruh video syur ini bagi generasi muda kita, selayaknya negara segera mengambil langkah dan sikap tegas untuk menyelesaikan permasalahan ini dan tidak berlama-lama. 

Pasalnya, dengan segala kuasa yang dimilikinya, negara bisa memberi sanksi terhadap pelaku, serta menutup pintu semua konten berbahaya yang bisa merusak generasi yang ada di medsos. 

Oleh karenanya, yang harus kita lakukan adalah mencabut akar masalahnya dan mengganti dengan sistem Islam. Agama Islam merupakan agama yang sempurna, Islam telah mengatur aktivitas manusia dari berbagai aspek kehidupan. 

Salah satunya adalah mengatur mengenai aktivitas menonton film porno. Dan saat pemikiran seseorang dibangun atas dasar akidah Islam, ia akan menyadari bahwa setiap tindakan perbuatan akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah kelak. 

Adapun dalam Islam, menonton film porno tidak dibolehkan secara hukum sebagaimana yang disampaikan Anggota Komisi Fatwa Lembaga Fatwa Mesir Dar Al Ifta, Syekh Dr Amr Al Wardani, menegaskan menonton film porno tidak diperbolehkan secara hukum. 

Bahkan, sebagian ulama sepakat mengharamkan menonton film yang mengeksploitasi seks karena bisa mendorong seseorang untuk melakukan perzinaan yang merupakan dosa besar. 

Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surah al-Isra ayat 32 yang artinya, “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”

Agar terhindar dari perbuatan keji tersebut maka, menutup aurat bagi laki-laki, dan kewajiban menggunakan hijab syar’i bagi wanita Muslimah, mengatur kehidupan laki-laki dan perempuan yang asalnya terpisah, kecuali pada perkara yang dibolehkan syara, seperti pernikahan, muamalah, ta’awun, jual beli, pendidikan, kesehatan, serta menyediakan fasilitas umum yang menjaga kesucian laki-laki maupun perempuan. 

Ditambah juga negara harus tegas menghapus dan melarang serta tidak meloloskan konten yang melanggar syariat agar masyarakat terjaga fitrah seksualnya. 

Apabila seluruh komponen di atas telah dijalankan, dan masih ada yang melakukan pelanggaran, maka akan diberi sanksi tegas kepada semua pihak yang terlibat tindakan asusila. Pembuat konten asusila berupa hubungan seks yang berstatus telah menikah akan dikenakan sanksi zina muhsan, yakni dirajam. 

Bagi pembuat konten asusila berupa hubungan seks yang belum menikah akan dikenakan sanksi zina ghairu muhsan, yakni dicambuk seratus kali cambukan. 

Keduanya dilakukan di hadapan umum agar kaum Muslimin merasa jera dan tidak ingin mengikuti perbuatan serupa, Sedangkan pihak selain pembuat konten, akan diberikan sanksi ta’zir sesuai dengan keputusan khalifah. 

Harus dipahami juga, ketika sanksi Islam dijatuhkan kepada pelaku kemaksiatan, sesungguhnya sanksi tersebut berfungsi sebagai pencegah dan penebus. Mencegah pelaku dan orang lain untuk melakukan perbuatan yang sama, serta menjadi penebus dosa baginya di akhirat kelak.[]


Oleh: Ihsaniah Fauzi Mardhatillah
Anggota Komunitas Muslimah Menulis Depok
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar