Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Konflik Agraria, Kemana Negara Berpihak?


Topswara.com -- Warga Melayu Rempang kini menjerit pilu. Pasalnya, tanah yang mereka tinggali secara turun temurun akan digusur karena diklaim oleh BP Batam tidak bersertifikat. Rencananya di Pulau Rempang akan dibangun Eco-City terbesar kedua di dunia. (cnbcindonesia.com, 15/09/2023)

Tidak Cukup Pembentukan GTRA

Masalah ini terus terjadi dan tidak kunjung menemukan penyelesaian di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo. Meskipun sudah dibentuk Tim Nasional Reforma Agraria atau Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) yang bertugas untuk menyelesaikan persoalan.

Nyatanya mereka gagal menjamin dan mengemban tujuan pelaksanaan MA sebagaimana tertuang dalam Perpres 86 tahun 2018 tentang Reforma Agraria yang sesungguhnya diartikan untuk merombak struktur penguasaan tanah, menuntaskan konflik agraria, mewujudkan kesejahteraan dan kedaulatan pangan serta menjaga keseimbangan alam.

Masalah agraria akan berdampak pada krisis pangan yang belakangan mengancam Indonesia. Perampasan tanah menjadi sebab terjadinya krisis pangan dan hilangnya kedaulatan pangan petani serta sistem pertanian rakyat yang telah membudaya. 

Sangat disayangkan pemerintah yang tidak memanfaatkan sumber-sumber agraria yang melimpah ruah di negeri ini serta keputusan pemerintah melakukan impor pangan justru akan memperburuk keadaan terutama di kalangan petani lokal. Lantas dalam hal ini siapa yang diuntungkan?

Investasi Menguntungkan Para Investor

Indonesia yang dikenal kaya akan Sumber Daya Alam (SDA) menjadi pusat perhatian tersendiri bagi negara yang rakus dan menjadi incaran para investor untuk menanam investasinya. 

Ternyata benar, semua kekayaan SDA yang melimpah ruah tidak dapat dinikmati oleh rakyat. Bahkan sebaliknya, justru memunculkan polemik yang berujung konflik di antara masyarakat. 

Konflik agraria sudah terjadi cukup lama dan jelas merugikan rakyat, apalagi biasanya ganti rugi tidak sepadan dengan harga tanah. Berbagai pembangunan yang sudah dipaparkan di atas, nyatanya tidak memberikan kebermanfaatan sama sekali bagi rakyat. 

Rakyat yang tidak berdaya dan mereka yang ingin mempertahankan tanahnya justru harus dihadapkan dengan berbagai diskriminasi, seperti penyemprotan gas air mata dan tidak sedikit di antara mereka mengalami luka berat akibat perbuatan kaki tangan penguasa.

Dalam kasus Rempang, pemerintah berdalih warga tidak mempunyai hak kepemilikan dan hak pemanfaatan. Tanah-tanah mereka akan diambil alih oleh negara secara paksa. Jelas ini merupakan perbuatan yang menzalimi rakyat. 

Padahal jika merujuk pada aturan Pencipta, Allah SWT telah mengharamkan memakan harta sesama manusia dengan cara yang bathil. Termasuk dengan cara menyuap penguasa agar diberikan kesempatan merampas hak milik orang lain. 

Allah SWT berfirman yang artinya, "janganlah kalian makan harta di antara kalian dengan cara yang bathil. Jangan pula kalian membawa urusan harta itu kepada para penguasa dengan maksud agar kalian dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa padahal kalian tahu." (TQS. Al-Baqarah: 188).

Merampas hak dan menzalimi rakyat bukan lagi sesuatu yang mustahil terjadi dalam sistem demokrasi. Semua akan berjalan mulus asal ada investor atau para pemodal. Konflik seperti ini tidak akan pernah menemukan solusi di tengah kehidupan apabila kita masih menggunakan sistem sekularisme kapitalisme.

Sistem kapitalisme yang berasaskan sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan) akan menumbuhsuburkan para cukong asing dan aseng untuk terus menguasai negara. 

Negara seolah menutup telinga dan membiarkan rakyat menderita dan lebih memilih membela kepentingan para investor. Rakyat dibuat seperti pengemis di negara sendiri dan menjadi buruh yang selalu mengikuti perintah atasan.

Dalam sistem sekularisme kapitalisme, negara hadir tidak sebagai pelayan rakyat, akan tetapi sebagai pelayan para oligarki dan pengusaha. Salah satu bukti keberpihakan negara terhadap oligarki adalah lewat undang-undang dan peraturan yang dikeluarkan. 

Oleh karena itu, kita harus menyadarkan rakyat (baca: umat) agar mereka tidak terlelap dalam tidurnya dan supaya mereka bangkit untuk memilih sistem ilahi yang lebih manusiawi yakni dengan mengembalikan sistem Islam dalam kehidupan di bawah naungan khilafah. 

Islam Solusi Permasalahan Umat

Islam berbeda dengan sistem sekularisme kapitalisme. Islam memiliki tata cara kepemilikan tanah termasuk melindungi orang-orang yang lemah dalam penguasaan faktor produksi ekonomi (termasuk tanah). 

Islam mengatur skema kepemilikan lahan dengan adil. Setiap orang bisa memiliki lahan melalui pemberian seperti hadiah atau hibah dan warisan. Bahkan Islam membolehkan negara memberikan lahan kepada masyarakat secara cuma-cuma. 

Syariat Islam juga menetapkan bahwa warga bisa memiliki lahan dengan cara mengelola tanah mati yang tidak bertuan. Ini sesuai dengan sabda Nabi SAW., "siapa saja yang lebih dulu sampai pada sebidang tanah, sementara belum ada seorang muslim pun yang mendahuluinya, maka tanah itu menjadi miliknya." (HR. At-Thabrani). 

Dari hadis Nabi ini, jelas siapa saja yang menghidupkan tanah yang mati kemudian mereka menanami dengan sesuatu atau mungkin mereka tinggal di atasnya, maka tanah itu menjadi miliknya dan berhak ia kelola. 

Nabi SAW. bersabda, "siapa saja yang mendirikan pagar di atas tanah (mati) maka tanah itu menjadi miliknya." (HR. At-Thabrani)

Jadi, berdasarkan hadis di atas, terkait kasus Rempang yang hendak dirampas dan dialihfungsikan oleh pemerintah, jelas ini adalah suatu kezaliman dan keharaman. Penguasa harusnya hadir sebagai pelindung, penjaga, dan pelayan rakyat. 

Di tangan mereka rakyat mengharap keadilan dan mendapatkan keamanan termasuk kaitannya dengan tempat tinggal. Karena sandang, pangan dan papan adalah suatu kebutuhan asasi rakyat.

Dalam Islam, juga diperbolehkan bagi negara untuk mengambil tanah rakyat untuk kepentingan umum dengan keridhoan pemilik dan dengan memberikan ganti untung yang tidak membuat rakyat susah. 

Negara akan mengambil tanah yang tidak dikelola oleh rakyat selama tiga tahun dan diberikan kepada rakyat yang mau mengelolanya. Pengaturan ini tentu akan tetap menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar rakyat, dan tidak ada pihak yang terzalimi.

Keadilan seperti ini tidak akan ditemui dalam sistem sekularisme kapitalisme yang diterapkan saat ini, melainkan hanya ada dalam sistem kehidupan Islam. 

Dengan penerapan sistem Islam di tengah-tengah kehidupan secara kaffah dalam naungan khilafah Islamiah, maka Allah SWT akan menurunkan rahmat dari langit dan bumi. 

Saatnya kaum muslim sadar dan bersatu untuk mendakwahkan Islam ke tengah-tengah umat hingga akhirnya Allah menurunkan pertolonganNya dengan tegaknya khilafah Islamiah.


Oleh: Paramita, Amd.Kes.
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar