Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Investasi Asing, Untung atau Buntung?

TopSwara.com -- Perdagangan sudah dikenal manusia sejak peradaban kuno. Bahkan diperkirakan pada 200 tahun sebelum Masehi, terkenal  sebuah jalur perdagangan kuno yang menghubungkan dunia Timur dan Barat, yaitu dari China ( Tiongkok) ke Romawi yang disebut dengan jalur sutera.

Jalur perdagangan kuno tersebut disebut Jalur Sutera, karena komoditas utama perdagangan Tiongkok adalah kain Sutera.

Kesuksesan perdagangan jalur sutera dimasa lalu, telah mengispirasi Preisiden China Xi Jin Ping untuk membuka kembali jalur perdagangan tersebut. Sebuah Mega proyek yang telah diumumkan oleh Presiden Xi Jin Ping pada September 2013 satu dekade yang lalu.

Jalur Sutera Abad ke-21 tersebut yang awalnya diberi nama New Silk Road kemudian diubah menjadi One Belt One Road (OBOR) dan kemudian  direvisi kembali menjadi Belt Road Initiative ( BRI ) merupakan salah satu kebijakan luar negeri dan ekonomi Pemerintah Tiongkok yang paling ambisius, terlebih mengingat adanya perang antara Tiongkok dengan Amerika Serikat untuk memperebutkan pengaruh polituk dan ekonomi dikawasan Asia Pasifik.

Untuk mendukung program BRI, pemerintah Tiongkok melakukan pembangunan infrastruktur besar-besaran di seluruh wilayah yang terlewati jalur sutera baru tersebut, diantaranya adalah wilayah Indonesia.

Pembangunan infrastrukrur di Indonesia sendiri tidak lepas dari berbagai polemik, karena berbagai pembangunan infrastruktur yang dilaksanakan di Indonesia, telah mengakibatkan bengkaknya utang negara Indonesia, yang mana hutang negara tersebut diperhalus dengan istilah investasi.

Setidaknya ada 23 Memorandum of Understanding (MoU) yang telah ditandatangi oleh sejumlah palaku bisnis yang berasal dari Indonesia dan Tiongkok (China ) yang berkaitan dengan BRI pada Konferensi Tingkat Tinggi ( KTT) II BRI pada 27 April 2019 yang dilaksanakan di Beijing,China.

Proyek yang juga disinyalir berkaitan erat dengan BRI diantaranya adalah proyek kereta cepat, pemindahan Ibu Kota Negara dan The New Project Jakarta 2025 ( penggabungan Jabodetabek sebagai New Jakarta )

Satu dekade pelaksaan BRI, Pinjaman infrastruktur (investasi) Indonesia ke Tiongkok semakin besar. Presiden China Xi Jin Ping pada tanggal 18 Oktober lalu bahkan telah mengumumkan siap menyuntikkan dana ke program BRI sebesar lebih dari US$ 100 miliar. Indonesia menjadi negara penerima investasi terbesar yaitu sebesar US$ 5,6 miliar.

Besarnya investasi asing (utang) yang masuk ke suatu negara, terlebih utang tersebut dipergunakan untuk membangun infrastruktur, hal tersebut menunjukkan lemahnya negara yang bersangkutan. Terlebih dalam sistem Kapitalisme yang diterapkan hari ini, investasi asing tidak bisa dilepaskan dengan syarat-syarat tertentu yang menyebabkan negara yang utang harus tunduk terhadap kepentingan negara kreditur (pemberi investasi). 

Pola kerjasama infrastruktur dalam investasi asing ini tidak bersifat Goverment to Goverment, melainkan Business to Business yaitu antar perusahaan dua negara. Alhasil, infrastruktur tersebut acapkali "berpindah tangan", dan bukan lagi milik bangsa yang melakukan pembangunan.

Sebagai contoh, Sri Langka yang tidak mampu membayar utangnya, alhasil terpaksa melepaskan pelabuhan Hambantota kepada Tiongkok,China. Pelabuhan tersebut dibangun dengan dana investasi (utang) dari Tiongkok (China) dan akhirnya dikuasai Tiongkok (China).

Bagi negeri Muslim investasi asing (utang luar negeri) merupakan hal yang berbahaya, karena dengan masuknya investasi asing bisa berakibat hilangnya kedaulatan negara, dan menjadikan negara harus tunduk kepada kepentingan negara investor. Indonesia adalah negeri Muslim, sehingga tidak selayaknya Indonesia menjadikan sumber pembiayaan pembangunannya berasal dari Investasi asing, yang sarat dengan berbagai syarat serta ribawi.

Indonesia sebagai negeri Muslim yang memiliki sumber kekayaan alam melimpah, semestinya mampu mengelola kekayaannya untuk kesejahteraan rakyatnya.

Islam adalah aturan kehidupan. Sebuah negara yang menjadikan Islam sebagai aturan yang diterapkan oleh negara, bukan sekedar agama yang dianut oleh penduduk negaranya, akan mampu menjadikan negara tersebut memiliki kemampuan untuk membangun infrastrukturnya secara mandiri dan memiliki kedaulatan negara.

Islam yang diterapkan secara totalitas termasuk dalam penyelenggaraan negara, meniscayakan sebuah negara mampu mengelola sumberdaya alamnya untuk kepentingan negara, karena Islam telah menetapkan bahwa sumberdaya alam merupakan kepemilikan umum yang tidak boleh dikuasai negara, terlebih individu. Namun negara diperbolehkan untuk mengelola sumberdaya alam yang ada untuk memenuhi kebutuhan demi meraih kesejahteraan warga negaranya. 

Selain mengelola sumber daya alam, Islam juga menetapkan negara memiliki sumber pemasukan dari jizyah, kharaj, fa'i, usyur, khumus, rikaz, ghanimah, anfal, dimana kepemilikan negara tersebut dimanfaatkan untuk meraih kesejahteraan rakyat, termasuk di dalamnya kebutuhan untuk membangun infrastruktur. Dengan demikian pembiayaan yang berasal dari investasi asing tidak akan lagi diperlukan.

Wallahua'lam.

Oleh: Erlis Agustiana
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar