Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Efek Domino Kenaikan BBM


Topswara.com -- Rakyat Indonesia kembali dibuat kaget akan kebijakan pemerintah. Bagaimana tidak, tanpa woro-woro per 1 oktober 2023 PT pertamina Persero resmi menaikan BBM non Subsidi dari Rp 700 hingga Rp 1000. 

Ada 5 jenis BBM non subsidi yang mengalami kenaikan harga, yaitu pertamax, pertamax turbo (RON 98), dexlite (CN 51), pertamina dex (CN 53) dan pertamax green ( RON 95). Harga pertamax yang semula Rp 13.300 naik jadi Rp 14.000 per liter, pertamax turbo (RON 98) yang semula Rp 15.900 naik jadi Rp 16.600 per liter, dexlite (CN 51) yang semula Rp 16.350 naik jadi Rp 17.200 per liter, kemudian pertamina dex (CN 53)dari Rp 16.900 naik jadi Rp 17.900 per liter. Sementara itu pertamax green (RON 95) dari Rp 15.000 naik jadi Rp 16.000 per liternya (Kompas.com,1/10/2023). 

Ada alasan tersendiri memang, dimana PT pertamina (persero) melakukan penyesuaian harga BBM dalam rangka mengimplementasikan Keputusan menteri ESDM No. 245.K/MG.01/MEM.M/2022 sebagai perubahan atas Kepmen No 62 K/12/MEM/2020. 

Kenaikan harga BBM sendiri dipicu karena pergerakan minyak dunia yang fluktuatif, sehingga skema harga BBM non subsidi pun akhirnya disarankan untuk mengikuti mekanisme pasar. 

Sebab BBM di Indonesia sebagian besar impor maka secara otomatis harga BBM nonsubsidi domestik ikut naik juga. Tentu dengan dalih agar Pertamina (persero) tidak menimbulkan kerugian (Tribunnews). 

Seperti yang sudah-sudah terjadi, akibat dari kenaikan BBM pasti akan berdampak pada perekonomian masyarakat. Bahkan akibat dari kenaikan ini akan dirasakan oleh semua pihak. 

Apakah terhadap biaya transportasi dan logistik ataukah terhadap harga barang dan jasa lainnya, semua akan kena dampak. Apalagi sebagian besar BBM nonsubsidi digunakan oleh kalangan industri. 

Tentu saja hal ini dinilai akan berdampak pada bertambahnya beban industri manufaktur yang dipastikan akan berakibat pada kenaikan biaya produksi dan otomatis harga barang pun akan ikut naik pula. 

Mulai dari harga sembako, biaya produksi meningkat dan lainnya, bahkan dari kenaikan ini bisa memicu terjadinya inflasi hingga pemutusan hubungan kerja (PHK) secara besar-besaran. 

Kalau sudah begini siapa yang paling merasakan dampak sosialnya?tentu masyarakat menengah ke bawah. Maka tak sedikit pelaku industri tidak mempunyai banyak pilihan kecuali dengan PHK demi efisiensi proses produksi. 

Pada akhirnya efek domino akan dirasakan dari kenaikan BBM ini, beban hidup semakin serba sulit hingga kesulitan ekonomi pun akan dirasakan. Akhirnya daya beli masyarakat menjadi rendah, sekedar untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari pun kian sulit. 

Kemiskinan dan pengangguran adalah fenomena yang biasa terjadi akibat dari kenaikan BBM. Sungguh miris, padahal kita hidup di negara yang kauya SDA-nya.

Kenaikan BBM merupakan bukti salah pengelolaan dalam sektor migas. Sementara migas sendiri adalah SDA yang notabenenya merupakan kekayaan milik rakyat yang seharusnya bisa dinikmati rakyat secara cuma-cuma. 

Walaupun harus ada pengganti ongkos biaya produksi tapi semestinya tidak sampai memberatkan rakyat. Sayangnya ketika sistem kapitalis yang digunakan untuk mengelola migas saat ini ternyata tidak berpihak pada rakyat, seperti pepatah jauh panggang dari api, yang ada malahan menjadikan SDA legal dikuasai swasta. 

Sementara rakyat sendiri harus membayar mahal atas semua ini. Mereka mengendalikan pengelolaan migas dari hulu ke hilir, akibatnya kapitalisasi dan liberalisasi migas tidak terelakan lagi. SDA kita jadi bahan rebutan bagi para kapitalis. Siapa yang berhasil merayu pemerintah maka dialah yang akan mengeruk SDA kita secara brutal.

Ditambah penguasa dalam sistem kapitalisme bukan sebagai periayah su’unil ummah(pengurus urusan umat) tetapi hanya sebagai regulator pemulus kepentingan korporat asing maupun aseng. Sementara rakyatnya sendiri dipandang sebelah mata. 

Sungguh ironi, bisa kita katakan bahwa pemerintah saat ini miskin empati. Bagaimana tidak, untuk meredam gejolak masyarakat akibat kenaikan BBM seperti biasanya pemerintah akan mengeluarkan jurus saktinya dengan pemberian BLT. Kepada masyarakat yang tidak sebanding dengan semakin tingginya beban hidup akibat dari kenaikan BBM ini. Ditambah tidak semua masyarakat mendapatkannya. 

Beginilah kezaliman dalam pengelolaan migas atau BBM yang lahir dari sistem kapitalisme. Maka harus ada perubahan yang lebih baik dalam pengelolaannya. Disinilah islam hadir sebagai solusi tuntas berbagai problematika kehidupan.

Dalam Islam, keberadaan negara yakni daulah khilafah hadir sebagai periayah su’unil umah termasuk dalam pengelolaan BBM. Maka khilafah tidak akan membiarkan sedikitpun kepada para korporat untuk menguasai atau mengelola SDA yang notabene milik rakyat. 

SDA merupakan kepemilikan umum maka khilafah akan turun tangan sendiri mengelola SDA/BBM dan khilafah wajib mengembalikan hasilnya kepada rakyat. Apakah dalam bentuk pembangunan fasilitas umum misal dipakai untuk pembangunan sekolah-sekolah, rumah sakit, jembatan, jalan umum dan lain sebagainya. 

Sebagaimana dalam sebuah hadist Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda: ’’kaum muslim berserikat dalam tiga hal yakni air, padang rumput dan api. Dan harganya adalah haram” (HR. Ibn Majah).

Dalam bunyi hadis tersebut jelaslah bahwa pengelolaan sektor migas atau BBM harus mengikuti aturan syariat. BBM sendiri adalah kepemilikan yang bersifat umum yang tidak bisa dimanfaatkan secara langsung oleh rakyat sendiri. 

Tetapi harus berada dibawah kontrol negara. Mengapa demikian, Sebab dalam prosesnya butuh tenaga ahli, biaya yang sangat besar dan teknologi yang canggih. 

Maka negaralah yang akan mengeksplorasi dan mengeksploitasi serta mengelolanya dengan baik dan penuh tanggung jawab. Sebab negara dalam islam sadar betul bahwa semua itu akan dipertanggung jawabkan atas urusan rakyatnya. 

Negara akan memastikan dalam pengembaliannya dalam dua mekanisme apakah secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, dimana negara akan memberikan subsidi energi baik berupa BBM, listrik, gas dan sejenisnya. 

Sehingga rakyat bisa memenuhi kebutuhan kebutuhan energi dengan harga terjangkau. Sebab negara hanya membebankan ongkos biaya produksi saja. 

Sementara mekanisme secara tidak langsung, negara boleh menjual migas kepada industri dengan harga wajar atau bisa juga menjualnya keluar negeri sehingga khilafah akan mendapatkan keuntungan untuk kepentingan rakyat juga. Maka hanya dalam sistem islamlah pengelolaan SDA akan berjalan dengan baik karena berjalan sesuai aturan syariat,

Wallahu ‘alam bi shawwab.



Oleh: Elin Nurlina
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar