Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Berkedok Hibah Totem, Freeport Mengecohkan Penggarongan Gunung Emas


Topswara.com -- Dukung pembangunan Taman Totem Dunia, PT. Freeport Indonesia hibahkan 2 Totem Komoro dari Papua pada program Penataan Kawasan Waterfront City Pangururan di Kecamatan Pangururan, Samosir, Sumatera. Namun sejatinya bentuk dukungan tersebut hanya berkedok mengecohkan masyarakat.

Program Penataan Kawasan Waterfront City Pangururan merupakan bagian dari pembangunan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Danau Toba. 

KSPN Danau Toba diklaim memiliki potensi besar menjadi destinasi wisata yang berkembang di tanah air, serta digadang-gadang menjadi "Bali Baru", dengan memfokuskan peningkatan sarana dan prasarana serta prioritas membuat waktu tempat tinggal bagi wisatawan makin bertambah yang bertujuan menunjang belanja wisatawan menjadi besar, memacu pertumbuhan ekonomi serta meningkatkan devisa negara.

Sekilas PT. Freeport dan Dampak Bagi Masyarakat Papua 

PTFI sendiri merupakan perusahaan tambang mineral afiliasi dari Freeport-McMoRan (FCX) dan Mining Industry Indonesia (MIND ID). PTFI menambang dan memproses bijih menghasilkan konsentrat yang mengandung tembaga, emas dan perak. Mereka memasarkan konsentrat keseluruh penjuru dunia terutama ke smelter tembaga dalam negeri, PT. Smelting.

PTFI mengoperasikan tambang bawah tanah terbesar didunia yang berada dalam lokasi kawasan mineral Grasberg Papua. Dan merupakan kegiatan eksplorasi salah satu terbesar di dunia karena jumlah deposit mineral tembaga dan emas yang melimpah.

Yang menarik dari Papua sejak berdiri PTFI dari tahun 1967, dan tambang tersebut beroperasi tak kurang dari 56 tahun,keberadaan PTFI pada warga lokal menambah masalah pilu yakni timbulnya kesenjangan sosial seperti kemiskinan ekstrem yang berujung kematian, angka stunting tinggi, pencemaran dan kerusakan lingkungan akibat limbah tailing, pelanggaran HAM hingga munculnya konflik gerakan separatis yang keberadaanya dianggap makar. 

Hibah totem dijadikan topeng PTFI untuk terus melakukan eksplorasi dan eksploitasi SDA mineral Papua yang meruah. Pemberian pelonggaran perizinan dari Pemerintah Pusat semakin beraroma liberalistis karena Freeport bukanlah pemain baru disektor pertambangan dan SDA mineral. 

Realitasnya dukungan kelestarian budaya serta aktivitas Corporate Social Responsibility (CSR) untuk layanan pendidikan dan kesehatan hanyalah upaya untuk membodohi dan melenakan masyarakat agar tidak terasa jika kekayaan alam mereka sudah dikeruk berpuluh-puluh tahun. Karena semua ada dalam kendali sistem kapitalisme neo liberalisme yang mengajarkan prinsip kebebasan dalam kepemilikan sebagai hak asasi manusia.

Walhasil perusahaan asing berkuasa mengeruk harta milik rakyat selama mereka memiliki modal. Padahal jika kekayaan alam dikelola secara mandiri, pastilah hasilnya jauh lebih besar manfaatnya bagi masyarakat Papua. 

Pengelolaan SDA dalam Islam

Kekayaan SDA pasti akan menjamin kesejahteraan masyarakat secara nyata. Hal ini terlihat dari paradigma kepemilikan SDA, mekanisme pengelolaan hingga distribusinya.

Terkait mekanisme pengelolaan SDA dalam menentukan kekayaan alam yang jumlahnya melimpah baik yang ada didalam perut bumi seperti batu bara, emas, nikel dan barang tambang lainnya, kekayaan alam yang berada diatas bumi seperti hutan, padang gembalaan dan sejenisnya kekayaan alam yang berada di perairan, seperti laut, sungai, selat, danau dan sejenisnya adalah milik umum.

Dalil paradigma ini tertulisnya dalam Hadist Rasulullah SAW dalam riwayat Ibnu Majah dijaga dikatakan 
"Kaum muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal : air, rumput dan api ( HR.Ibnu Majah)

Ibnu Qudamah dalam kitabnya "Al-Mughni" mengatakan,  "Barang-barang tambang yang oleh manusia didambakan dan dimanfaatkan tanpa biaya seperti garam, air, belerang, gas, mumia (semacam obat), minyak bumi, intan dan lain-lain, tidak boleh dipertahankan (hak kepemilikan individualnya) selain oleh seluruh kaum muslim sebab hal itu akan merugikan mereka". Hadis yang diriwayatkan juga oleh Imam At-Tirmidzi dari penuturan Abyadh bin Hammal.

Pada saat itu Rasulullah SAW memberikan tambang garam kepada Abyadh, namun tak berapa lama kemudian Rasulullah ditegur oleh para sahabat sebab tambang garam yang diberikan kepada Abyadh seperti 'mau al-iddu yakni air yang jumlahnya berlimpahnya sehingga mengalir terus menerus kemudian Rasulullah SAW pun mengambilnya kembali. 

Demikian jelas bahwa kekayaan alam adalah mutlak milik umum yang haram dikuasai oleh pemilik modal seperti PT. Freeport.

Terkait pengelolanya Syaikh Taqiyuddin an Nabhani dalam kitabnya Nidhzamul Iqtishadiy menjelaskan bahwa hutang dan bahan galian tambang yang tidak terbatas jumlahnya dan tidak mungkin dihabiskan adalah milik umum dan harus dikelola oleh negara.

Untuk kekayaan alam yang bisa langsung dimanfaatkan oleh kaum muslimin seperti air, padang rumput dan hutan, khilafah hanya mengatur agar pemanfaatan tersebut tidak menimbulkan bahaya dan kerusakan. 

Namun untuk kekayaan alam yang tidak bisa langsung dimanfaatkan oleh kaum muslimin yakni barang tambang maka negara akan mengambil alih proses eksplorasi eksploitasi, pengolahan hingga distribusinya, sebab kekayaan alam ini membutuhkan biaya yang besar, tenaga ahli dan teknologi untuk bisa sampai dimanfaatkan. 

Sehingga dalam Islam tidak mengenal istilah investasi, bagi hasil, bagi kepemilikan saham dan sejenisnya dengan pihak swasta maupun para korporat.

Jikalau negara butuh tenaga asing, Islampun membolehkan para swasta ini diikat dengan perjanjian ijarah, yakni mereka sebagai buruh negara.

Adapun hasil pengelolaan tambang ada dua mekanisme yakni secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung negara akan memberikan dalam bentuk subsidi kepada rakyat seperti subsidi listrik, bahan bakar dan kebutuhan umum lainnya. 

Secara tidak langsung negara akan menjamin setiap warga akan mendapatkan layanan gratis dan berkualitas terhadap kebutuhan dasar dan layanan publik seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan.

Jika tambang di Tembagapura Timika Papua dikelola dengan sistem Islam, masyarakat Papua tidak perlu menunggu CSR untuk mendapatkan bantuan, tidak perlu pula mengalami keterbelakangan dari sektor pendidikan dan kesehatan, tidak juga mengalami kelaparan yang berujung kematian. 

Pengelolaan kekayaan alam dibawah naungan negara khilafah akan mewujudkan kesejarahan nyata bagi semua warga negara.

Wallahu a'lam bi-shawab


Kikin Fitriani
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar