Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Bagaimana Islam Memandang Kenaikan BBM?


Topswara.com -- Dilansir dari CNBC Indonesia - PT Pertamina (Persero) resmi mengubah harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis non subsidi per 1 Oktober 2023. Setidaknya terdapat empat jenis BBM yang mengalami kenaikan harga diantaranya yakni Pertamax, Pertamax Turbo, Dexlite dan Pertamina Dex.

PT Pertamina (Persero) melakukan penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) Umum dalam rangka mengimplementasikan Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM No. 245.K/MG.01/MEM.M/2022 sebagai perubahan atas Kepmen No. 62 K/12/MEM/2020 tentang Formula Harga Dasar Dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakar Minyak Umum Jenis Bensin dan Minyak Solar yang Disalurkan Melalui Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum," ungkap Pertamina dalam keterangannya, Sabtu (30/9/2023).

Kenaikan BBM yang baru dirilis pemerintah, niscaya diikuti kenaikan seluruh harga kebutuhan pokok.
Kenaikan BBM, secara fakta, meniscayakan kenaikan seluruh harga kebutuhan pokok, tetapi tidak dengan pendapatan. 

Meskipun demikian, ada dua perspektif besar sikap muslim terhadap hal tersebut dan segala sesuatu yang harus selalu terikat pemahaman Islam, yakni akidah dan syariat.

Pertama, secara akidah. Kaum muslim senantiasa paham bahwa rezeki sudah ditentukan oleh Allah. Selama manusia berikhtiar dan bersabar, maka tidak perlu khawatir bahwa kebutuhan pokoknya tidak terpenuhi, meski harga BBM naik sekalipun.

Kedua, secara syariat. Muslim perlu tahu bahwa sumber daya minyak adalah salah satu harta rakyat.

Hanya saja, di dalam sistem kapitalisme, sumber daya minyak dan seluruh pengelolaannya justru berada di tangan korporat dengan perspektif keuntungan perusahaan, bukan keuntungan rakyat.

Praktik inilah yang menyebabkan harga BBM ditentukan oleh harga internasional. Ditambah dengan utang negara yang makin membengkak, bunga riba yang luar biasa besar, maka harga BBM dalam negeri naik meskipun harga minyak internasional sedang turun.

Jadi, praktik pengelolaan BBM ini menyelisihi syariat. Maka, sikap muslim terhadap hal itu tentu bukan pasrah dan diam saja, melainkan menunjukkan kepada umat tentang kezaliman pengelolaan BBM versi kapitalisme seraya mengedukasi umat tentang pengelolaan BBM menurut syariat Islam.

Namun, pengelolaan BBM sesuai syariat Islam ini tidak mungkin diterapkan dalam sistem demokrasi. Hanya bisa di dalam sistem negara dan pemerintahan Islam.

Kenaikan BBM ini adalah perbuatan atau kebijakan manusia (penguasa) yang diakibatkan salah mengelola SDM yang merupakan milik umat (masyarakat) sekaligus amanah di pundak penguasa.

Namun, di saat yang sama kebijakan ini memberatkan masyarakat dan ada unsur kezaliman, maka kezaliman wajib ditentang dan kebijakan pemerintah yang salah wajib dikritisi.

Adapun, soal hati, qanaah, dan sabar terhadap ada atau tidak adanya kenaikan BBM, hati memang tetap wajib kanaah. “Salah satu wujud qanaah dan sabar tersebut, selain tidak menyalahkan Allah dan menggerutu atas ketentuan-Nya, adalah sabar menyampaikan kritik dan melakukan amar makruf nahi munkar atas kebengkokan kebijakan penguasa dan segala bentuk kezaliman.

Mendikotomikan antara keduanya adalah kesalahan, tetapi menggabungkan keduanya adalah wajib.

Siapa yang mendikotomikan, dan mengatakan, ‘sabar, rezeki di tangan Allah, bukan di tangan penguasa’, dan di saat yang sama ia diam atas kezaliman pemerintah, lalu mengaku mengikuti Nabi sang suri teladan, maka jika ia bukan salah paham, berarti berpaham salah (bukan salaf).

Sebaliknya, siapa yang mengkritik penguasa, tetapi tidak sabar dan kanaah atas ketentuan Allah, maka ia telah su’ul adab kepada Allah.

Hal ini dikuatkan ulama hadis Ustaz Yuana Ryan Tresna tentang pengelolaan sumber daya alam, khususnya migas dalam pandangan Islam yang termasuk kepemilikan umum.

Ia menyebutkan ada tiga macam kepemilikan umum. “Pertama, yang menjadi hajat hidup orang banyak, seperti air, padang rumput, api, dan lain-lain.

Kedua, imbuhnya, benda-benda yang dari segi bentuknya tidak membolehkan individu untuk menguasainya, seperti jalan, jembatan, sungai, danau, dan lain-lain.

Ketiga, jelasnya, tambang dengan depositnya yang besar, seperti tambang emas dan tembaga yang melimpah, dan lain-lain.

Dengan demikian, Ustaz Yuana memaparkan, minyak dan gas termasuk barang milik umat. “Haram dimiliki individu (privatisasi), baik swasta asing maupun dalam negeri,” tegasnya.

Dalam hal ini, ia menyampaikan, posisi penguasa adalah sebagai pengelola, bukan sebagai pemilik. “Maka, pos pemasukan dan pengeluaran dari sumber kepemilikan umum ini menempati pos tersendiri di Batulmal. Semuanya digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat,” ucapnya.

Maka, ia menegaskan, problem minyak dan gas bukan hanya masalah teknis, tetapi masalah filosofis, ideologis, yuridis, dan politis. “Dalam hal ini, Islam menjawab semua masalah tersebut,” pungkasnya.

Wallahu alam bishawab.


Oleh: Eva Lingga Jalal
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar