Topswara.com -- Diperkirakan, sekitar 152,2 juta penduduk Asia hidup di bawah kemiskinan ekstrem. Jumlah tersebut meningkat 67,8 juta dibandingkan masa sebelum pandemi dan inflasi tinggi, tulis ADB.
Kemiskinan ekstrem menandai kelompok berpenghasilan sebesar USD2,15 (setara Rp32 ribu) per hari, atau berkisar di bawah Rp1 juta per bulan. Angka tersebut belum tuntas dengan disesuaikan dengan kenaikan inflasi akibat perang di Ukraina yang melumpuhkan rantai suplai makanan global. Detiknews.com ( 25/8/23).
Dilain sisi, makin melonjak tingkat kemiskinan juga makin tinggi tingkat kekayaan tambahan bagi para kaum borjuis. ADB memperkirakan 80 juta orang lebih masuk dalam kemiskinan.
Jurang kemiskinan yang makin dalam terbukti jelas dengan segala realitas dilapangan. Kemiskinan merupakan satu hal yang wajib diperhatikan dalam satu negara. Karena menyangkut kemashlahatan rakyat. Ketika dilanda kemiskinan bermakna bahwa kebutuhan premier belum dapat terpenuhi. Seharusnya itu menjadi pokok yang harus terjamin.
Sistem kapitalisme dengan falsafahnya yaitu asas kemanfaatan tidak mempedulikan suara rakyat yang menjerit meminta pertolongan. Indonesia ditengah melimpahnya sumber daya alam (SDA) justru melarat. Ini menjadi hal yang patut diteliti lebih dalam.
Standar kemiskinan yang ada dalam kapitalisme tidak sesuai dengan kapasitas kelayakan rakyat. Badan Pusat Statistik (BPS) menetapkan, seseorang tergolong miskin jika pengeluarannya kurang dari Rp535.547 per bulan atau setara dengan $3,16 PPP per hari. Tidak lain sekitar kurang lebih 17.000 per hari. Ini sangat tidak bersahabat bagi mereka yang memang tidak ada penghasilan sama sekali.
Rakyat terseok mencari penghasilan. Yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin. Ini ungkapan tepat untuk menggambarkan situasi dunia saat ini. Tidak ada stabilitas dalam ekonomi. Sehingga ekonomi carut marut. Tidak ada jaminan dalam memenuhi kebutuhan pokok.
Berbeda dengan Islam, dalam Islam terdapat jaminan bagi kesejahteraan rakyat. Karena itu merupakan hak yang wajib digunakan negara. Kepala negara atau khalifah dalam Islam merupakan ra'in (pelayan/pengurus). Sehingga kebutuhan ummat menjadi prioritas negara. Asas yang digunakan adalah syariat Islam bukan asas manfaat seperti kapitalisme. Sehingga tercipta keadilan.
Standar ketidakmampuan dalam Islam dibedakan menjadi dua. Yaitu miskin dan fakir. Miskin adalah orang yang sama sekali tidak memiliki penghasilan. Sedangkan fakir adalah orang yang masih memiliki penghasilan namun tidak mencukupi bagi kehidupan.
Sehingga tidak dilihat berdasarkan nominal penghasilan. Namun, kecukupan dan kebutuhan. Andaikan ketika orang tersebut memenuhi standar mampu tetapi tanggungan yang dia miliki juga banyak. Maka, tetap berada pada ketidakmampuan.
Masalah kemiskinan ini jelas satu masalah sistemis yang butuh penanganan efektif dari ajar masalah. Mulai dari pemanfaatan SDA, pengelolaan keuangan negara dan lain hal sebagainya.
Sehingga dibutuhkan sistem benar yang mampu menyelesaikan masalah ini. Tidak lain adalah sistem Islam dengan peraturan yang komprehensif dan aktif sehingga mampu menyelesaikan masalah ini.
Dan ini tidak dapat diterapkan selain dalam satu daulah yang menerapkan secara kaffah yaitu Daulah Islam kaffah.
Wallahu Alam bis Shawwab
Oleh: Hilwa Imadiar
Aktivis Muslimah
0 Komentar