Topswara.com -- Kementerian Pendidikan Kebudayaan dan Riset Teknologi menggebrak aturan kelulusan pada akhir Agustus 2023 lalu. Nadiem Makarim, mengumumkan aturan baru terkait kelulusan bagi mahasiswa S1 dan D4. Lantas, mampukan aturan ini memperbaiki kualitas pendidikan?
Pendidikan Hanya Berorientasi pada Dunia Kerja
Kabar dihapusnya aturan skripsi di perguruan tinggi memberikan kabar gembira bagi sebagian orang. Karena dianggap skripsi adalah tugas akhir yang berat dan melelahkan. Tak jarang, kelulusan seorang mahasiswa terhambat karena tak menulis skripsi. Tak hanya itu, skripsi pun dinilai menjadi celah adanya joki atau kecurangan menjelang kelulusan.
Menteri Mendikbudristek, Nadiem Makarim beranggapan bahwa skripsi sebagai syarat kelulusan, sudah tak relevan lagi dengan zaman sekarang (radarbogor.id, 29/8/2023). Seperti yang tertuang dalam Peraturan Mendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi, mahasiswa tak lagi wajib mengerjakan skripsi sebagai tugas akhirnya. Namun, tugas akhir kelulusan diserahkan sepenuhnya kepada program studi masing-masing minatnya. Karena hanya program studi masing-masing yang memahami tentang potensi dan keunggulan mahasiswanya (radarbogor.id, 29/8/2023).
Kebijakan tersebut sesuai dengan program Kurikulum Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang telah diberlakukan sejak tahun 2020. Kampus merdeka adalah bagian dari kebijakan merdeka belajar yang ditetapkan Kemendikbudristek yang memberikan kesempatan bagi seluruh mahasiswa untuk mengasah kemampuan sesuai bakat dan minat dengan terjun langsung ke dunia kerja sebagai awal untuk persiapan karir.
Dunia kerja menjadi orientasi utama dalam menetapkan kebijakan pendidikan. Dengan mengesampingkan fungsi utama pendidikan. Inilah kebijakan ala sistem kapitalisme. Pendidikan yang diterapkan hanya berorientasi pada dunia kerja. Setiap potensi yang dimiliki mahasiswa hanya diaruskan demi kepentingan industri dan korporasi. Link and match dunia pendidikan dan industri begitu gencar diaruskan dalam setiap kebijakan negara.
Kebijakan yang ada hanya diakomodasi untuk memenuhi harapan korporasi demi mendapatkan sumberdaya manusia yang murah. Sehingga mampu menekan biaya produksi. Inilah konsep ekonomi kapitalistik. Faktor biaya produksi ditekan semaksimal mungkin demi keuntungan yang sebesar-besarnya. Sementara, dampak yang ada diabaikan begitu saja. Karakteristik sumberdaya manusia yang disiapkan disesuaikan dengan keinginan perusahaan. Bukan untuk maslahat umat dan negara.
Sehingga jelaslah bahwa perguruan tinggi ala kapitalisme bukan sebagai penyedia pendidikan berkualitas bagi rakyat, tetapi sebagai penyedia tenaga kerja murah bagi perusahaan. Betapa buruk fakta yang disajikan sistem pendidikan ala kapitalisme sekuleristik. Standar dan mutu pendidikan semacam ini tentu akan mengancam masa depan generasi. Pendidikan bukannya membawa kemajuan berpikir, tetapi pendidikan dijadikan obyek memancing cuan bagi korporasi. Jelas, konsep ini adalah bentuk eksploitasi potensi yang dimiliki generasi. Alhasil, bukannya kemajuan yang didapat, tetapi kesengsaraan dan kezaliman semakin mengakar dalam kehidupan.
Islam, Menjaga Kualitas Pendidikan, Demi Mulianya Kehidupan
Berbeda secara diametral dengan sistem Islam. Sistem ini menyajikan kurikulum yang shahih sesuai perintah Allah SWT, yakni pendidikan yang berbasis akidah Islam di bawah kendali institusi khilafah. Dalam khilafah, penanaman kepribadian Islam menjadi tujuan yang mendasar. Bekal ini melahirkan pribadi yang kokoh dalam menghadapi setiap masalah kehidupan, karena senantiasa menghubungkan aturan syariat Islam dalam menyolusikan setiap masalah.
Pendidikan dalam khilafah tak semata-mata hanya melahirkan individu yang siap terjun ke dunia kerja. Namun, pendidikan tinggi ditujukan untuk melahirkan sumberdaya manusia yang ahli di bidangnya. Demi menjaga dan melahirkan maslahat di tengah kehidupan. Tak hanya itu, setiap individu yang ahli di bidangnya dengan bekal keimanan dan ketakwaan yang kuat, menjadi bekal yang luar biasa untuk menjadi pemimpin yang amanah dan mampu menjaga kepentingan seluruh rakyat. Sungguh, inilah tujuan pendidikan yang utama.
Generasi gemilang pada masa kekhilafahan menjadi bukti nyata keberhasilan kurikulum pendidikan yang diterapkan. Semua konsepnya ditujukan sebagai bentuk ketundukan pada seluruh syariat yang Allah SWT tetapkan. Para ahli dan ilmuwan banyak dilahirkan sebagai bukti gemilangnya peradaban. Peradaban yang gemilang pasti ditopang sumberdaya manusia yang cerdas dan mumpuni. Sebut saja, Shalahuddin al Ayubi, Muhammad Al Fatih, dan Zaid bin Tsabit, para pemuda cerdas yang memimpin umat kala itu.
Islam begitu memuliakan ilmu. Setiap ilmu yang melahirkan maslahat dinilai sebagai keutamaan. Ilmu pun dinilai sebagai poin penting yang mampu menjadikan seseorang itu mulia di hadapan Allah SWT.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Allah SWT. akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan."
(QS. Al-Mujadilah: 11)
Rasulullah SAW. Bersabda,
“Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim)
Ilmu dan iman adalah bagian yang tak terpisahkan dalam menjalani kehidupan. Keduanya mampu menjadi kekuatan yang tak terkalahkan. Dan hanya dengan sistem Islam-lah keduanya mampu berintegrasi sempurna, demi kemuliaan umat menyeluruh. Demi kepengurusan umat yang amanah.
Wallahu a'lam bisshowwab.
Oleh: Yuke Octavianty
(Forum Literasi Muslimah Bogor)
0 Komentar