Topswara.com -- Indonesia darurat judi online. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan mencatat transaksi judi online meningkat tajam. Pada 2021 nilainya Rp 57 triliun, naik signifikan pada 2022 menjadi Rp 81 triliun.
Kepala Biro Humas PPATK Natsir Kongah mengatakan judi online tidak hanya dilakukan orang dewasa tapi anak usia SD. Judi online menjerat warga berpenghasilan dibawah Rp 100.000 per hari.
Padahal uang tersebut harusnya digunakan untuk kebutuhan keluarga. Permintaan yang besar menyebabkan developer judi online berkembang. Untuk mencegahnya, Natsir mendorong peningkatan literasi melalui pendidikan keluarga (CNN INDONESIA, 26/8/2023).
Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kominfo Usman Kansong mengatakan, sejak Juli 2018 hingga 7 Agustus 2023, Kominfo telah memblokir situ-situs judi online sebanyak 886.719 situs (www.kominfo.go.id). Pengamat sosial dari Universitas Indonesia, Devie Rahmawati menilai maraknya judi online karena masih banyak orang yang tidak memiliki ketahanan mental tidak berjudi.
Sistem Sekular Akar Masalah
Maraknya judi online, bukan masalah mental dan miskin literasi semata, tapi buah penerapan sistem sekularisme kapitalisme. Sistem yang memisahkan agama dari kehidupan, memandang nilai kebahagiaan berdasar materi, tanpa peduli halal haram. Judi online dianggap bisnis menggiurkan ditengah sulitnya mendapat pekerjaan, solusi keterpurukan dan cara kaya instan.
Penerapan sistem pendidikan sekular menghasilkan anak didik yang hanya mengejar nilai tinggi, modal mendapat pekerjaan bergaji tinggi. Terlihat banyaknya pendidikan vokasi yang berorientasi menghasilkan tenaga kerja instan, juga penerapan kurikulum merdeka dengan berbagai proyek berinsentif.
Ruh sekularisme menyebabkan lemahnya iman dan jauh dari syariat Allah. Wajar, sistem ini gagal mendidik dan membina anak menjauhi aktifitas yang dilarang agama, termasuk judi.
Penerapan sistem kapitalisme meniscayakan tingginya angka kemiskinan. Penguasaan sumber daya alam milik rakyat oleh segelintir pemilik modal. Penyediaan lapangan pekerjaan diserahkan pada swasta yang berorientasi pada keuntungan. Kebutuhan pokok komunal, pendidikan, kesehatan makin sulit diakses rakyat karena dikelola swasta yang berorientasi bisnis.
Lemahnya iman, cara pandang sekuler dan gurita kemiskinan penyebab maraknya judi online, meski negara sudah melarang dan memblokir situs perjudian. Solusi yang ditawarkan tidak menyentuh akar persoalan.
Sistem Islam Berantas Tuntas Judi Online
Islam adalah mabda, mengatur seluruh kehidupan termasuk judi. Islam memandang judi online merupakan perbuatan haram sebagaimana firman Allah,
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan."
(QS. Al Maidah: 90).
Untuk memberantas judi online, tiga pilar dalam Islam, individu masyarakat dan negara harus dilibatkan. Negara wajib menyelenggarakan pendidikan Islam untuk membentuk generasi takwa pembentuk peradaban. Keimanan individu membentengi dari perbuatan haram, termasuk judi. Masyarakat dalam Islam senantiasa beramar makruf nahi munkar ketika ada kemaksiatan, seperti judi online.
Negara menerapkan aturan tegas melarang segala bentuk perjudian, jika ada yang melanggar, maka ada sistem sanksi, berupa ta'zir, yang jenis hukumannya tergantung khalifah. Sistem sanksi berfungsi sebagai zawajir, pencegah manusia dari perbuatan maksiat dan jawabir penebus dosa di akhirat.
Negara menerapkan sistem ekonomi Islam, dengan mengelola kepemilikan umum untuk kemaslahatan umat, seperti pendidikan dan kesehatan gratis. Pengelolaan tersebut akan banyak membuka lapangan pekerjaan bagi rakyat, baik tenaga trampil maupun ahli.
Pencegahan judol online hanya terwujud ketika Islam diterapkan secara kaffah dalam bingkai khilafah. Ketika institusi ini belum ada, maka kewajiban setiap Muslim memperjuangkan hingga terwujud kehidupan Islam kembali.
Ida Nurchayati
Sahabat Topswara
0 Komentar