Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Sistem Ekonomi Liberal: Membuat Jurang Pemisah antara Si Kaya dan Si Miskin

Topswara.com -- Di dunia ini, kesenjangan ekonomi antara si kaya dan si miskin adalah hal riil yang bisa dirasakan semua orang. Tidak hanya di negara kita saja, tapi juga di seluruh dunia. Mengapa kesenjangan tersebut bisa terjadi? Karena saat ini diterapkan sistem ekonomi liberal kapitalis. 

Sistem kapitalisme yang asasnya sekularisme tersebut telah membebaskan orang-orang yang bermodal besar atau biasa disebut para kapital untuk menguasai apapun, tidak peduli melanggar syariat. Ada aset atau kekayaan yang semestinya milik umum, misalnya sumber daya alam adalah milik rakyat, namun dikuasai sendiri oleh orang-orang konglomerat dan keuntungannya tidak ada sepeser pun untuk rakyat, tapi masuk ke kantong pribadi mereka. Inilah definisi yang jelas tentang makna bebas tanpa batas.

Jadi, tidak heran bagi pihak yang sukses masuk ke dalam lingkaran oligarki atau konglomerat tersebut akan memiliki kerajaan bisnis di mana-mana. Mulai dari bisnis tambang batubara, nikel, emas, minyak bumi, minyak sawit, kesehatan, pendidikan, transportasi umum bahkan hingga bisnis makanan dikuasai semua, benar-benar "The real sultan". Berbeda dengan kondisi kaum "Mandang-mending" yang mencari uang Rp.100.000 saja susahnya setengah mati.

Sedangkan di dalam Islam, kita tidak akan mengenal yang namanya kesenjangan. Karena negara yang menerapkan aturan yang berasaskan akidah Islam memiliki aturan khusus tentang kepemilikan. Negara yang menerapkan Islam (khilafah) tidak akan membiarkan harta rakyat dikuasai asing. Karena di dalam Islam kepemilikan barang umum adalah haram, jika dikelola oleh swasta.

Rasulullah SAW bersabda:
"Kaum Muslimin berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput, air dan api."
(HR. Abu Daud dan Ahmad)

Hadis tersebut menunjukkan bahwa sumber daya alam adalah milik umat dan negara hanyalah sebagai pihak pengelola dan hasilnya semua diserahkan kepada rakyat. Jadi, tidak ada ceritanya penguasaan sumber daya alam oleh swasta.

Dari sini, tidak akan ada diskriminasi atau akses sulit ke sumber daya alam hanya karena bukan golongan konglomerat. Kalaupun khilafah membutuhkan swasta untuk memproduksi atau memproses, maka negara akan memperkerjakan mereka sebagai tenaga ahli saja, bukan pemilik kuasa untuk mengelola.

Negara yang menerapkan kapitalisme juga berlepas tangan dalam mengurusi urusan rakyatnya. Semuanya urusan diserahkan kepada swasta atau pengusaha. Nah, bisa ditebak kan hubungan apa yang akan terjadi antara rakyat dengan pengusaha? Tentu saja sebatas hubungan bisnis. Dalam memenuhi hak dan kebutuhan rakyat saja memakai itung-itungan untung dan rugi. 

Tidak akan ditemui sesuatu yang murah bahkan gratis untuk rakyat. Semua harus memiliki harga, kalau mau dilayani dengan baik. Rakyat disuruh mandiri, mencari kerja sendiri. Padahal mencari lapangan pekerjaaan susah karena negara tidak menyediakan. 

Ditambah lagi, kalah bersaing dengan mereka yang memiliki _skill_ tinggi. Karena mereka bisa sekolah di tempat yang berkualitas dan mahal.  Masalah kesehatan? Apalagi, sangat mahal. Mau murah pasti ribet. Jangan ditanya antrinya, panjang dan lama astagfirullah. 

Ditambah dengan penguasa yang sering mengeluarkan kebijakan yang  tidak pro rakyat, seperti undang-undang Ciptakerja, sistem zonasi sekolah, atau kebiasaan ketok palu tiap tengah malam alias mengesahkan peraturan baru, macam bahan bakar mesin (BBM) naik, listrik naik, bahan makanan pokok naik, minyak goreng mahal. Siapa yang diuntungkan?  Sekali lagi para kapitallah yang diuntungkan.

Sedangkan dalam negara Islam, khilafah tidak akan abai dengan urusan rakyatnya. Dari kebijakan ekonomi yang berasaskan Islam, maka hasil dari pengelolaan sumber daya alam secara mandiri akan dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk pemenuhan kebutuhan dasar, seperti pendidikan, kesehatan, keamanan semua gratis bagi rakyat. 

Baik itu untuk rakyat yang kaya ataupun miskin. Muslim atau non Muslim. Di pedesaan maupun di perkotaan, semua merata akan merasakan hasilnya. 

Selain itu, dari pengelolaan sumber daya alam tersebut dipastikan akan dapat membuka lowongan kerja yang amat luas bagi warga negara daulah. Sehingga Orang-orangnya sudah  memiliki skill dan pendidikan tidak ada lagi alasan menganggur karena kalah kemampuan. Dengan begitu, maka para laki-laki yang telah balig bisa mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarganya, seperti sandang, pangan dan papan.

Jadi, kesejahteraan dalam kapitalisme hanya dirasakan oleh pihak-pihak tertentu yang memang kaya raya. Sedangkan yang miskin sudah pasti sengsara. Jadi, selama sistem ekonominya liberal kapitalis, maka sampai kapanpun kesenjangan tersebut akan terus terjadi. Sedangkan dalam Islam kesejahteraan dirasakan oleh tiap-tiap individu. Hak istimewa itu ada untuk semua orang, bukan hanya milik orang kaya.

Dari sini, sudah pasti sistem Islam-lah yang terbaik soal pengurusan urusan rakyat. Karena aturannya berasal dari Allah Ta'ala yang membuatnya. Seperti pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang susah sekali menemukan warga yang berhak menerima zakat karena semua sudah sejahtera. Tidakkah kita merindukannya?[]

Oleh: Nabila Zidane
(Analis Mutiara Umat Institute)

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar