Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Perekonomian Negara, Haruskah Bertopang pada UMKM?


Topswara.com -- Di pinggiran jalan, seorang gadis duduk menatap androidnya sambil menunggu dagangan. Jajanan tradisional yang nampak sepi pembeli. Tidak jauh dari sana ada banyak pedagang lainnya, mulai dari penjual es, gado-gado, soto, ayam kremes, dan banyak lagi lainnya. Ada yang sibuk melayani pembeli namun banyak juga yang sepi pelanggan seperti dagangan gadis tersebut.

Membuka usaha sendiri saat ini memang banyak menjadi pilihan masyarakat karena sulitnya mencari lapangan pekerjaan. Dengan modal seadanya ditambah keterampilan warisan keluarga sudah bisa membuka usaha kuliner. Jika pun butuh ide bisa searching di Internet. Kata pepatah di mana ada kemauan di situ ada jalan.

Pemerintah pun mendorong masyarakat untuk berwirausaha dengan pemberian pinjaman modal bahkan hingga 500 juta. UMKM adalah penopang ekonomi Indonesia dari resesi.

Sekretaris Kementrian Koperasi dan UKM, Arif Rahman Hakim menyebut pelaku UMKM di Indonesia saat ini memiliki produk yang berkualitas dan punya daya saing. Sehingga UMKM bisa diandalkan untuk menunjang ekonomi ke depan. Dirinya menyebut bahwa pelaku UMKM di Indonesia mencapai 64,2 juta dan menyumbang 97 persen dari total tenaga kerja yang ada di Indonesia (detikjateng, 10/08/23). 

Dari serapan tenaga kerja yang begitu besar, nampak bahwa perekonomian masyarakat bertopang pada UMKM. Pertanyaannya adalah apakah kemudian berbanding lurus dengan kesejahteraan rakyat? Jika tidak, mengapa pemerintah tetap memaksakan kemandirian ekonomi pada rakyat. Inikah ekonomi yang berkeadilan?

Mengapa UMKM?

UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) adalah penyelamat perekonomian rakyat. Bisa dilakukan kapan saja dan di mana saja. Tidak perlu mencari pekerjaan namun menciptakan pekerjaan. Terlebih kini di era digital pangsa pasar menjadi lebih luas, pembeli tidak hanya tetangga namun hingga mancanegara. Sosial media adalah salah satu sarana untuk memasarkan produk, tak perlu bintang iklan atau biaya mahal cukup kreativitas untuk menarik perhatian konsumen.

Hanya saja, kenyataan di lapangan tidaklah semudah yang dibayangkan. Di tengah persaingan yang ketat perlu kerja keras untuk mampu bertahan. Ditambah lagi persaingan dengan perusahaan-perusahaan besar yang memproduksi produk sejenis. Ada yang berhasil namun banyak juga yang tidak beruntung namun terpaksa bertahan untuk sekadar menyambung hidup. Nyatalah rakyat dipaksa mandiri untuk bertahan hidup.

Jika kita menengok pada data statistik, BPS mencatat per akhir Maret 2023 terdapat sebanyak 25,9 juta orang miskin di Indonesia. Itu pun dengan standar garis kemiskinan yang sangat rendah yakni Rp.550.458 per bulan. Angka tersebut tentu bukan angka kecil dan perlu perubahan secara sistemis untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Jika berani jujur, maka UMKM bukanlah solusi untuk kesejahteraan rakyat.

Meraih Kesejahteraan

Perlu politik ekonomi shahih untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat secara hakiki. Indonesia adalah negara yang besar. Kaya akan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Dua faktor ini jika dikelola dengan benar tentu akan menjadikan Indonesia negara yang maju dan sejahtera.

Sayangnya kekayaan hanya beredar pada segelintir orang saja. Ada orang-orang superkaya yang memiliki kekayaan luar biasa. Namun, ada banyak rakyat yang susah payah berjuang untuk bisa sekadar melampaui garis kemiskinan. 

Menurut laporan World Inequality Report 2022, selama periode 2001-2021 sebanyak 50 persen penduduk Indonesia hanya memiliki 5 persen kekayaan rumah tangga nasional. Sedangkan 10 persen penduduk lainnya memiliki sekitar 60 persen kekayaan rumah tangga nasional (databoks, 30/06/2022).

Mengapa terjadi ketimpangan yang begitu besar? Hal ini wajar terjadi karena kita menerapkan Sistem ekonomi kapitalis. Dalam sistem ini setiap orang bisa menguasai apa saja selama ia mampu. Kekayaan alam yang besar dikuasai para konglomerat sementara rakyatnya melarat.

Jika kita mengambil sistem ekonomi Islam maka kekayaan alam yang melimpah adalah milik rakyat. Pengelolaannnya diserahkan pada negara, yang hasilnya akan dikembalikan lagi pada rakyat. 

Dari sini akan terserap banyak lapangan kerja dengan penghasilan yang layak. Hutan, tambang, laut terdapat potensi yang besar untuk kesejahteraan rakyat. Belum lagi industri yang dikelola negara, pun akan menyerap banyak lapangan kerja.

Dalam Islam juga ada mekanisme menghidupkan tanah mati. Tanah yang tidak produktif akan diambil alih oleh negara dan dapat diberikan pada rakyat untuk dikelola. Negara dapat memberikan bantuan modal untuk mengelolanya. 

Maka, akan tercipta lapangan kerja dengan hasil produksi yang diperlukan oleh masyarakat, sehingga dapat menghilangkan ketergantungan impor pada produk-produk pertanian.

UMKM adalah bagian kecil perekonomian, bukanlah sektor strategis yang seharusnya dijadikan salah satu penopang ekonomi negara. Sungguh menyedihkan, rakyat yang hidup dengan limpahan sumber daya alam namun hidup dengan mengais recehan, sementara gunung-gunung emas, hamparan hutan dan lautan minyak dikuasai oleh segelintir orang yang mabuk dunia.


Oleh: Ersa Rachmawati
(Pegiat Literasi)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar