Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Menyepinya Pedagang Offline vs. Mengguritanya Tiktok Shop


Topswara.com -- Tragis kondisi pasar tradisional saat ini. Semakin sepi. Seperti di Pasar Tanah Abang yang terkenal dengan lautan manusia karena saking ramainya pembeli, kini para pedagang di sana mengeluh penjualannya terjun bebas. Ini terjadi pasca maraknya aplikasi TikTok Shop yang menjual produk impor murah. 
 
Padahal sebelumnya, walaupun ada marketplace seperti Lazada dan Shopee, dagangan mereka tetap laris. Tapi sejak ada TikTok shop, Tanah Abang seperti mati. Mereka sudah berupaya berjualan di Tiktok Shop juga, tapi kalah saing dengan pabrik (perusahaan besar) dan para artis sebagai kompetitor kuat (Kompas, 19-9-2023). Kondisi yang sama juga terjadi di pasar lainnya (www.katadata.co.id, Sabtu 16 September 2023) (1). 
 
Ada tudingan bahwa fenomena ini karena Predatory Pricing. Tapi ini dibantah ketua KPPU M Afif Hasbullah menyebut banjir barang impor murah yang belakangan ini  banyak membunuh usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) Indonesia tak selalu terjadi akibat praktik predatory pricing. 

Dalam bahasa ekonomi, predatory pricing sama dengan praktik jual rugi. Ini merupakan strategi bisnis yang dilakukan pelaku usaha dengan menjual produk mereka semurah mungkin demi menyingkirkan atau menutup celah masuknya pesaing ke bisnis mereka. 

Ia mengatakan harga barang murah yang diduga predatory pricing bisa saja muncul karena efisiensi dari pelaku usaha. Afif menyebut beberapa efisiensi tersebut, seperti pajak rendah atau tidak kena pajak hingga tidak perlu gudang penyimpanan barang (www.cnnindonesia.com, Kamis 14 September 2023) (5). 
 
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan ada 21 juta UMKM lokal yang sudah terjun ke marketplace, tapi tetap kalah saing dengan banjir barang impor. Karena TikTok bisa memberikan informasi kepada produsen UMKM di Cina yang ingin masuk ke Indonesia. 

Walau Era perdagangan bebas, Teten menegaskan setiap negara tetap perlu melindungi pedagang lokal, jangan sampai kalah bersaing (www.liputan6.com, Selasa 12 September 2023) (1).
 
Sudah ada upaya dari pemerintah mengatasi hal ini. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan bahwa pemerintah tengah mengkaji rencana pelarangan TikTok Shop di Indonesia sebagai tindak lanjut revisi Permendag 50/2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (www.liputan6.com, Selasa 12 September 2023) (1).

Tapi internal pemerintah sendiri tidak kompak. Seperti Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno yang justru khawatir pelarangan TikTok secara total akan mengganggu pelaku UMKM yang bermain di sana. 

Di sisi lain, Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P. Sasmita mengatakan pelarangan TikTok Shop justru menunjukkan pemerintah gagal meningkatkan kapasitas UMKM dalam memanfaatkan pasar digital (www cnnindonesia.co.id, Sabtu 16 September 2023) (3). 

Para pedagang pun dilematis. Di satu sisi penjualan online bisa mendongkrak penjualan offline yang sepi, tapi Tiktok Shop yang malah justru membuat dagangan mereka sepi karena murahnya harga (www.tirto.co.id, Minggu 17 September 2023).
 
Fakta ini membuat membuka wawasan kita tentang adanya pasar persaingan sempurna. Pasar persaingan sempurna adalah pasar yang di dalamnya terdapat banyak penjual, produsen penghasil barang, pemberi pelayanan kepada pembeli dan produk yang sejenis di pasar tersebut. 

Sehingga timbul persaingan ketat berupa lokasi, harga, serta target pasar antar bisnis yang memiliki model yang sama. Seperti minimarket dengan nama berbeda, tetapi lokasinya saling berdekatan, bahkan turut bersaing dengan toko kelontong tradisional. 

Selain itu, adanya pasar bebas, pasar global, dan perdagangan bebas, sebagai faktor yang ikut mempengaruhi harga barang yang bersaing. Tiktok Shop adalah pasar persaingan sempurna dalam bentuk digital. 

Jelas persaingannya tidak adil. Ibarat petinju kelas bulu dipertemukan dengan petinju jelas berat dalam satu ring. Di sini rakyat sebagai pedagang kecil pun jadi korban karena hilangnya peran penguasa sebagai pelindung bagi rakyatnya. 
 
Berbeda dengan Islam yang menekankan pentingnya penguasa sebagai pelayan dan pelindung rakyat. Rasulullah SAW  bersabda “Sesungguhnya imam/Khalifah itu junnah (perisai), orang-orang berperang di belakangnya dan menjadikannya pelindung. Jika ia memerintahkan ketakwaan kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan berlaku adil, baginya terdapat pahala dan jika memerintahkan yang selainnya maka ia harus bertanggung jawab atasnya.” (HR Muslim).

Bentuk pelayanan totalitas pada masyarakat ini hanya bisa diwujudkan oleh Khilafah dengan penerapan Islam kafah, sebagai wujud hadirnya syariat di tengah kehidupan untuk menegakkan keadilan dan keberkahan hakiki.
 
Khilafah akan berfungsi sebagai raa’in (penanggung jawab) dan junnah (perisai/pelindung) bagi rakyat yang dipimpinnya. Termasuk dalam rangka memberikan perlindungan terhadap usaha dan aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh rakyatnya. 

Salah satu cara memberikan perlindungan tersebut antara lain adalah memberikan jaminan modal usaha sebagai pemberian negara kepada rakyatnya. Modal ini bisa berbentuk pinjaman tanpa bunga, atau pemberian semata; bergantung kebijakan khalifah. 
 
Khilafah mengendalikan sepenuhnya kran produk impor yang berpotensi menghancurkan harga pasaran dalam negeri. Sehingga praktik pasar bebas tidak ada dalam khilafah. Orientasi impor bukanlah keuntungan ala kapitalisme, akan tetapi berpatokan pada halal haram dan pro rakyat.
 
Dalam Islam diharamkan pematokan harga. Sehingga terkait harga produk, Khilafah tidak menetapkan aturan pematokan harga. Jika sebuah harga produk melambung tinggi atau terlalu rendah.

Khilafah akan melakukan kebijakan sesuai Islam dengan memasok atau melempar produk tersebut ke dalam atau keluar wilayah, sehingga harga produk stabil. Karena pematokan harga akan menzalimi para pedagang. 

Hadis Nabi :
“Harga pada masa Rasulullah SAW pernah membumbung. Lalu mereka melapor, ‘Ya Rasulullah, seandainya saja harga ini engkau patok (tentu tidak membumbung seperti ini).’ Beliau saw. menjawab, ‘Sesungguhnya Allahlah Maha Pencipta, Maha Penggenggam, Maha Melapangkan, Maha Pemberi Rezeki dan Maha Menentukan Harga. Sesungguhnya aku sangat ingin menghadap ke hadirat Allah, sedangkan tidak ada seorang pun yang menuntutku karena suatu kezaliman yang aku lakukan kepadanya dalam masalah harta dan darah.’” (HR Ahmad).
 
Beberapa mekanisme praktis khilafah yang lain dalam mengendalikan persaingan harga di antara sesama produsen adalah : 
Pertama, tidak mengizinkan fungsi pasar sebagaimana pasar persaingan sempurna. Kedua, melarang penggunaan aplikasi marketplace yang fungsinya sebagaimana pasar persaingan sempurna. Ketiga, menggunakan standar mata uang dinar dan dirham sebagai alat tukar resmi. 

Keempat, mencegah penipuan seperti ihtikar (penimbunan) dan praktik mafia serta kartel. Kelima, memberikan perlindungan bagi pelaku ekonomi digital maupun pedagang di pasar tradisional/modern dengan segmen pembeli yang jelas.
 
Demikianlah perincian yang akan dilakukan khilafah demi melindungi para pedagang agar tidak kalah saing oleh para pemodal besar. Sehingga keadilan bisa ditegakkan.
 
Wallahualam bissawab.


Irawati Tri Kurnia
Aktivis Muslimah
 
Catatan Kaki :
(1)      https://katadata.co.id/desysetyowati/digital/650544295a168/penyebab-pedagang-tanah-abang-jualan-online-tapi-sepi-penonton
(2)      https://www.liputan6.com/bisnis/read/5395789/larangan-jualan-di-tiktok-shop-ekonom-sebut-perlu-ada-pengaturan
(3)      https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20230915181053-92-999645/pengamat-sebut-social-commerce-bantu-umkm-bukan-merugikan
(4)      https://tirto.id/dilema-pedagang-tanah-abang-usai-ada-sinyal-tiktok-shop-dilarang-gP6U
(5)      https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20230914110307-92-998926/kppu-sebut-barang-impor-murah-belum-tentu-akibat-predatory-pricing
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar