Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Mengingatkan Guru jika Terlihat Salah atau Keliru (Serial Adab kepada Guru Bagian 6)


Topswara.com -- Betapa pun tinggi kedudukan guru dihadapan murid maka guru tetaplah tidak maksum. Sebab yang maksum alias terbebas dari kesalahan itu hanya para nabi dan Rasul alaihimus salam. Sehingga mungkin saja suatu saat murid melihat guru melakukan kesalahan atau kekeliruan. Jika terjadi demikian apa yang harus dilakukan murid?

Murid tetap wajib mengingatkan kesalahan guru jika itu terjadi. Tidak boleh diam saja dengan alasan hormat kepada guru. Apalagi jika hanya murid bersangkutan yang mengetahuinya. Dan hal ini termasuk nasehat kepada sesama Muslim. Hanya saja tetap harus memperhatikan adab kepada guru.

Dari Abu Ruqayyah Tamim bin Aus Ad Daari radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

(( الدِّينُ النَّصِيحةُ )) قلنا : لِمَنْ ؟ قَالَ : (( لِلهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَلأئِمَّةِ المُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ

“Agama adalah nasihat.” Kami bertanya, “Untuk siapa?” Beliau menjawab, “Bagi Allah, bagi kitab-Nya, bagi rasul-Nya, bagi pemimpin-pemimpin kaum muslimin serta bagi umat Islam umumnya.” (HR. Muslim no. 55).

Al-Hasan Al-Bashri berkata,

إنَّ أحبَّ عبادِ الله إلى الله الذين يُحببون الله إلى عباده ويُحببون عباد الله إلى الله ، ويسعون في الأرض بالنصيحة

“Sesungguhnya hamba yang dicintai di sisi Allah adalah yang mencintai Allah lewat hamba-Nya dan mencintai hamba Allah karena Allah. Di muka bumi, ia pun memberi nasehat pada orang lain.” (Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 1: 224).

Nasihat ini adalah tanda cinta pada saudara kita. Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

لا يُؤمِنُ أحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيهِ مَا يُحبُّ لِنَفْسِهِ

“Tidaklah sempurna iman seseorang di antara kalian sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari no. 13 dan Muslim no. 45).

Dalam menasihati itu baiknya dilakukan secara diam-diam kecuali ada maslahat dengan terang-terangan. Karena asal nasihat adalah ingin yang lain menjadi baik, bukan ingin menjelek-jelekkan. Al-Khattabi berkata,

النصيحةُ كلمةٌ يُعبر بها عن جملة هي إرادةُ الخيرِ للمنصوح له

“Nasihat adalah kalimat ungkapan yang bermakna memberikan kebaikan kepada yang dinasihati” (Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 1: 219).

Al Fudhail bin ‘Iyadh mengatakan,

المؤمن يَسْتُرُ ويَنْصَحُ ، والفاجرُ يهتك ويُعيِّرُ

“Seorang mukmin itu biasa menutupi aib saudaranya dan menasehatinya. Sedangkan orang fajir (pelaku dosa) biasa membuka aib dan menjelek-jelekkan saudaranya.” (Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 1: 225).

Nasihat pada guru ini tetap ada karena tidak ada manusia yang sempurna dan tidak disyaratkan yang menasihati pula harus bersih dari dosa. Ibnu Rajab Al-Hambali pernah menyampaikan,

فلا بد للإنسان من الأمر بالمعروف و النهي عن المنكر و الوعظ و التذكير و لو لم يعظ إلا معصوم من الزلل لم يعظ الناس بعد رسول الله صلى الله عليه و سلم أحد لأنه لا عصمة لأحد بعده

“Tetap bagi setiap orang untuk mengajak yang lain pada kebaikan dan melarang dari kemungkaran. Tetap ada saling menasihati dan saling mengingatkan. Seandainya yang mengingatkan hanyalah orang yang maksum (yang bersih dari dosa, pen.), tentu tidak ada lagi yang bisa memberi nasihat sepeninggal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena sepeninggal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak ada lagi yang maksum.” (Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 42)

 Jangan sampai kesalahan tersebut didiamkan. Karena kesalahan tersebut menjadi masalah untuk diri sendiri, juga untuk guru. Jika kesalahan tersebut diingatkan, tentu akan jadi lurus. 

Begitu pula jika ada kerancuan, karena bisa jadi ada salah kata-kata ketika berucap sehingga perlu sekali dibetulkan. Akan tetapi, apakah kesalahan tersebut diingatkan di dalam majelis ataukah di luar majelis?

Bisa jadi diingatkan saat itu juga di dalam majelis. Karena kalau tidak diingatkan, ilmu tersebut barangkali direkam, akhirnya nantinya tersebar padahal ada kekeliruan di dalamnya. Tentu saja kesalahan tersebut perlu diingatkan di dalam majelis.

Misalnya dengan uslub bertanya, "Wahai syekh, Afwan jika tidak salah ingat, hukum perkara ini adalah demikian dalam kitab ini". Dll uslub yang sesuai adab kita kepada guru.

Atau bisa jadi juga mengingatkan guru dalam keadaan berdua saja. Misalnya minta izin sowan guru dengan alasan bertanya sesuatu. Kemudian berkata, wahai syekh, mohon bisa dijelaskan kembali tentang perkara ini karena murid belum paham. Atau dengan cara lain yang sesuai.

Intinya guru tidak maksum. Sehingga jika terjadi kesalahan atau kekeliruan murid wajib mengingatkan guru dengan tetap memperhatikan adab yang baik kepada guru.

Selamat berjuang Sobat. Semoga ilmu kita berkah. Aamiin

Wallahu a'lam.[]


Oleh: Ustaz Abu Zaid
Ulama Aswaja
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar