Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Mantan Terpidana Korupsi Masih Nyaleg, Bukti Cacatnya Demokrasi


Topswara.com -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI akhirnya merilis nama-nama bakal calon anggota legislatif (bacaleg) DPR dan calon anggota DPD Pemilu 2024 yang berstatus mantan narapidana (napi). Total ada 67 mantan terpidana atas berbagai jenis kasus, (bahkan termasuk perkara kasus korupsi), yang diketahui akan ikut kontestasi menjadi wakil rakyat.

Indonesia Corruption Watch (ICW) juga mengemukakan beberapa nama mantan terpidana kasus korupsi yang maju sebagai caleg (calon anggota legislatif) di dalam Daftar Calon Sementara (DCS) pada Pemilu tahun 2024 nanti. Totalnya, ada 39 mantan napi korupsi yang mendaftarkan diri sebagai caleg, baik di tingkat DPR, DPD, dan DPRD.

Lebih lengkap disampaikan ada sembilan mantan narapidana korupsi yang terdaftar dalam caleg di tingkat DPR. Lima caleg mantan napi korupsi dari Partai Nasional Demokrat (Nasdem), dua dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), satu dari Partai Golongan Karya (Golkar), satu caleg tersebut berasal dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Sedangkan di tingkat DPD, diketahui ada enam caleg mantan napi korupsi dan 24 nama di tingkat DPRD.

Bolehkah mantan terpidana kasus korupsi maju dalam kontestasi politik?

Dilansir dari laman Komisi Pemilihan Umum, kpu.go.id, permasalahan seputar mantan narapidana kasus korupsi yang maju sebagai calon legislatif (caleg) dalam pemilu sebenarnya juga sudah mengalami kontroversi pada penyelenggaraan Pemilu 2019 lalu. 

Awalnya KPU melalui Peraturan Nomor 20 Tahun 2018 Pasal 7 ayat 1 (g) melarang mantan narapidana korupsi, mantan terpidana kasus narkoba dan kejahatan seksual pada anak untuk ikut dalam pemilu.

Tetapi aturan ini kemudian diuji materiil dalam sidang Mahkamah Agung (MA) dan diputuskan bahwa peraturan ini dianggap bertentangan dengan UU Nomor 7 Tahun 2017, khususnya Pasal 240 ayat 1 (g) yang menyebutkan kebolehan mantan narapidana untuk mencalonkan diri selama yang bersangkutan secara terbuka dan jujur menyampaikan kepada publik bahwa dia adalah mantan narapidana.

Bukti Kecacatan Hukum, Demokrasi dan HAM

Anggota KPU, Idham Holik yang hadir sebagai narasumber dalam acara HOTROOM Hotman Paris Hutapea: "Eks Koruptor Kok Nyaleg" pada Rabu (31/8/2022), menyampaikan bahwa pasca Mahkamah Agung mengeluarkan keputusan tersebut, KPU mengeluarkan PKPU Nomor 31 Tahun 2018. Yang mana pada Pasal 45a menyebutkan bahwa caleg koruptor diperbolehkan mencalonkan diri dalam pemilu legislatif dengan syarat, melakukan pengumumkan secara terbuka kepada publik tentang statusnya sebagai mantan terpidana. 

Keputusan KPU ini sangat meresahkan. Bagaimana tidak, sudah rahasia umum bahwa sistem peradilan pidana Indonesia mengalami banyak kecacatan dan seringkali menghasilkan keputusan yang tidak adil.

Mencuri dan menyelewengkan uang negara demi keuntungan pribadi adalah hal perilaku zalim dan seharusnya tidak bisa ditoleransi karena dampaknya yang besar terhadap keberlangsungan hidup orang banyak. 

Maka menghapus hak mantan narapidana untuk memegang jabatan publik adalah suatu keharusan. Keputusan ini juga memunculkan kekhawatiran akan resiko terjadinya korupsi kembali mengingat sistem hukum di Indonesia masih belum bisa memberikan sanksi yang menbuat jera para koruptor.

Islam Menjamin Kepemimpinan yang Amanah dan Bersih

Jika sistem kepemimpinan dalam tatanan demokrasi menjamin keberlangsungan hak-hak hidup semua manusia untuk bisa maju dan menjadi wakil bagi masyarakat dalam kontestasi politik, maka Islam mensyaratkan bahwa orang yang menjadi pemimpin adalah orang-orang yang taat, beriman dan berkhidmat secara penuh untuk mengurusi umat.

Sistem hukum dalam islam dengan tegas akan menghukumi siapapun yang berbuat dzalim dan merenggut hak-hak orang lain. Sanksi yang diberlakukan tidak hanya memghukum, namun sanksi dalam Islam juga berfungsi sebagai zawajir, bentuk pencegahan dari perbuatan serupa yang mungkin terjadi dan jawabir, penebus atas perbuatannya. 

Dengan pemimpin yang amanah dan bertanggungjawab, kontrol masyarakat dalam mengawasi berjalannya proses kepemimpinan yang sesuai dengan syariah dan hukum yang tegas, terciptalah sebuah keamanan dan kesejahteraan ditengah-tengah umat.

Wallahualam bisshawwab.


Oleh: Lastriana Limbong, S.DS.
Penulis dan Aktivis Dakwah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar