Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Konsekuensi Ekonomi Kapitalisme Tidak Mampu Mengendalikan Harga Minyak Goreng


Topswara.com -- Asosiasi Peritel Indonesia (Aprindo) kembali menagih utang pembayaran selisih harga atau rafasi minyak goreng yang sampai saat ini masih belum dibayarkan oleh Kementrian Perdagangan senilai Rp344 miliar. Ketua Umum Aprindo, Roy Nicholas Mandey mengatakan, apabila Kemendag tidak kunjung membayarkan utangnya.

Maka Aprindo akan lepas tangan jika 31 perusahaan ritel yang terdiri dari 45.000 gerai toko di seluruh Indonesia menghentikan pembelian minyak goreng dari produsen. Adapun 31 perusahaan ritel yang tergabung diantaranya Alfamart, Indomaret, Hypermart, transmart hingga Superindo. (CNBN Indonesia 18 Agustus 2023)

Hal ini dikhawatirkan akan terjadi ke langkaan minyak goreng. Utang pemerintah kepada pelaku usaha minyak goreng berawal dari program minyak satu harga diluncurkan pemerintah pada awal Januari 2023. (CNN Indonesia 15 juli 2023).

Kasus ini menunjukkan salah kelola negara dalam menyediaan minyak goreng untuk rakyat yang merupakan salah satu kebutuhan pokok rakyat. Selain itu juga menunjukkan berkuasanya pengusaha dalam memenuhi kebutuhan rakyat, akibatnya kebutuhan rakyat terhadap minyak goreng tidak terpenuhi dengan baik bahkan harga minyak goreng bergantung pada korporasi.

Upaya pemerintah dalam menentukan HET pun ternyata tak mampu menstabilkan harga minyak goreng di pasaran dan menimbulkan masalah baru, padahal produksi minyak kelapa sawit mentah atau CPO di negeri ini sangat besar. 

Bahkan menjadi pemasukan negara terbesar nomer dua selain pajak, artinya ekxport menjadi prioritas utama dibanding memenuhi kebutuhan dalam negeri. Hal ini menunjukkan bahwa negara tersandra dalam kekuasaan korporasi.

Inilah konsekuensi penerapan sistem kapitalisme demokrasi di negeri ini. Negara hanya bertindak sebagai pelayan korporasi bukan pelayan rakyat termasuk pemenuhan kebutuhan pangannya. 

Solusi untuk harga minyak goreng yang terjangkau dengan ketersediannya di pasaran hanya akan terwujud dalam penerapan sistem Islam, sebab sistem Islam yang tegak dibawah khilafah meniscayakan adanya peran utama negara sebagai penanggung jawab bagi seluruh urusan dan kebutuhan rakyat.

Dalam pemenuhan kebutuhan rakyat ini negara tidak boleh bergantung pada pihak manapun baik korporasi atau negara negara asing sebagaimana dalam hadis Rosulullah SAW bersabda: "Seorang imam/ kepala negara ibarat penggembala/pengurus dan dia bertanggung jawab pada setiap rakyat yang diurusnya. (HR Bukhori).

Oleh karena itu kebijakan pemenuhan kebutuhan rakyat harus ditetapkan oleh negara dalam rangka menjalankan kewajiban yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya. 

Untuk mewujudkan kebijakan yang tepat dalam urusan rakyatnya, negara harus menjalankan syariat Islam kaffah termasuk dalam pengurusan pangan, mulai dari sektor hulu yakni produksi hingga sektor hilir yakni konsumsi. Dengan demikian rakyat bisa memenuhi kebutuhan pokok dengan mudah dan dengan harga terjangkau.

Terkait dengan kebutuhan minyak goreng maka ada beberapa kebijakan yang akan diterapkan oleh khilafah yaitu negara mengatur kembali masalah kepemilikan harta yang sesuai dengan Islam, khilafah akan melarang individu atau swasta menguasai harta milik umum seperti hutan. 

Negara harus menjamin ketersediaan pasokan barang dalam negeri terutama diupayakan dari produksi dalam negeri dengan mengoptimalkan produksi dalam negeri dan petani lokal. Selama kebutuhan dalam negeri belum tercukupi negara tidak akan melakukan export ke negara luar.

Negara harus melakukan pengawasan rantai tata niaga sehingga tercipa harga kebutuhan secara wajar. Dengan demikian pasar akan terjaga dari kecurangan, penimbunan, penipuan dan sebagainya. Karena pasar yang sehat akan menghindarkan penguasaan dari para ritel. Dan hanya khilafah yang akan mampu memenuhi kebutuhan pokok rakyat termasuk minyak goreng.

Wallahu a'lam bish shawab


Oleh: Dewi Asiya
Pemerhati Masalah Sosial
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar