Topswara.com -- Sungguh mengherankan pupuk bisa langka. Ketua Komisi IV DPR RI, Sudin, menyoroti perbedaan angka alokasi dan realisasi kontrak dalam pupuk subsidi, dampak adanya laporan langkanya pupuk subsidi di daerah (www.ekonomi.bisnis.com, Rabu 30 Agustus 2023).
Menurut data yang diperoleh Sudin, pupuk subsidi oleh Kementerian Pertanian (Kementan) tercatat sebesar 7,85 juta ton. Sedangkan dalam realisasi kontrak, Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) antara Kementan dan PT Pupuk Indonesia (Persero) hanya 6,68 juta ton.
Merespons pertanyaan tersebut, Direktur Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan Ali Jamil, menuturkan bahwa awalnya Kementan mengalokasikan sebesar 7,85 juta ton pupuk subsidi untuk seluruh kabupaten/kota. Namun, karena anggaran untuk pupuk yang dimiliki hanya sekitar Rp25 triliun, maka angka yang ada di kontrak berbeda, yaitu 6,68 juta ton.
Kisruh pupuk langka sudah berulang kali terjadi. Pada faktanya penyediaan pupuk tidak bisa dipisahkan dengan kebijakan ekonomi. Sayangnya kebijakan ekonomi saat ini adalah sistem kapitalisme yang memungkinkan adanya monopoli perusahaan yang memiliki modal besar. Hal ini pun diakui oleh anggota DPR komisi VI DPR RI Nasim Khan. Pada bulan Juni lalu Nasim meminta PT Pupuk Indonesia (Persero) meminimalisir praktik monopoli pendistribusian pupuk kandang bersubsidi yang mengakibatkan kesengsaraan petani-petani kecil. Ia berharap walaupun PT Pupuk Indonesia sedang dalam fokus proyek pembangunan revitalisasi, urusan terhadap distribusi pupuk subsidi tidak di nomorduakan (www.cnnindonesia.com, Rabu 30 Agustus 2023). Menurutnya kegiatan yang dilakukan para produsen dan distributor pupuk sudah sangat meresahkan. Sehingga, pengawasan harus dimaksimalkan.
Jika kondisinya terus demikian, maka jelas petani akan dirugikan. Petani harus membeli pupuk dengan harga mahal. Sedangkan ketika musim panen tiba, harga panen menjadi anjlok.
Sangat berbeda dengan perlakuan negara khilafah terhadap para petani. Sebagai negara yang menerapkan syariat Islam secara kaffah, tentu khilafah akan mengurus para petani berdasarkan akidah Islam dan sesuai tuntunan syariat, bukan dengan paradigma monopoli ala kapitalisme saat ini.
Khilafah memberikan perhatian yang besar di bidang pertanian. Karena bidang ini sangat dibutuhkan umat manusia dan hewan untuk memenuhi kebutuhan pangannya. Islam juga memberikan dorongan ruhiah yang besar untuk bertani atau berladang. Rasulullah SAW bersabda :
“Tidaklah seorang Muslim menanam sebatang pohon (berkebun) atau menanam sebutir biji (bertani), lalu sebagian hasilnya dimakan oleh burung atau binatang, melainkan baginya ada pahala sedekah” (HR Al-Bukhari, Muslim, At-Tirmidzi dan Ahmad).
Khilafah menjamin pemenuhan pangan bagi seluruh individu rakyat. Khilafah bertanggung jawab mendorong produksi pertanian berjalan maksimal. Dorongan ini dapat direalisasikan dengan memaksimalkan produksi lahan pertanian. Khilafah akan memberikan bantuan modal berbagai saprotan (sarana produksi pertanian) dan membangun infrastruktur pendukung pertanian.
Khilafah juga memberikan dan menyediakan subsidi pupuk gratis kepada para petani agar mereka bisa mengelola lahannya dengan maksimal. Dalam khilafah, urusan pertanian akan masuk Departemen Umat Biro Pertanian. Biro ini merupakan pegawai negara untuk menangani secara teknis kebutuhan-kebutuhan umat. Khilafah akan memastikan pejabatnya adalah orang-orang yang amanah, sehingga tidak ada kecurangan sebagaimana yang terjadi dalam sistem kapitalisme saat ini. Biro pertanian mencatat siapa saja yang membutuhkan bantuan agar distribusi pupuk dan saprotan lainnya bisa disalurkan tepat sasaran. Semua ini bisa diberikan dengan orientasi pelayanan, bukan mencari keuntungan. Sebab Rasulullah saw bersabda:
“Imam (Khalifah) adalah raain (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR Al-Bukhari).
Khilafah mampu merealisasikan konsep seperti ini, karena khilafah memiliki sumber keuangan yang berbasis Baitul Mal. Untuk kebutuhan pertanian seperti ini, khilafah akan mengalokasikan dana dari pos kepemilikan Baitul Mal. Pos kepemilikan negara berasal dari harta kharaj (pungutan tanah kharajiyah), fai (pungutan dari non muslim tanpa perang), ghanimah (harta rampasan perang), usyur (pungutan tanah usyuriyah), ghulul (penyitaan harta haram), dan sebagainya. Pos ini lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan pertanian, sehingga Khilafah dan warganegaranya tidak akan dikacaukan dengan anggaran yang tidak mencukupi untuk memberikan subsidi pupuk seperti sistem kapitalisme saat ini.
Adanya peran khilafah dan masyarakat yang teredukasi dengan benar, telah tercatat dalam sejarah semua daerah pertanian di Daulah Islam berproduksi sepanjang tahun dengan jenis tanaman yang bervariasi. Bahkan wilayah yang sebelumnya ditinggalkan penduduknya, tumbuh menjadi daerah padat penduduk yang produktif bertani.
Demikianlah cara khilafah memberikan subsidi pupuk kepada warga negaranya yang berprofesi sebagai petani.
Wallahu’alam Bishshawab
Oleh: Irawati Tri Kurnia
(Aktivis Muslimah)
0 Komentar