Topswara.com -- Maraknya kekerasan seksual terhadap anak, menjadikan staf ahli Menteri Bidang Pembangunan Keluarga Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Indra Gunawan mengungkapkan keluarga dan masyarakat dapat berkontribusi mencegah tindak pidana kekerasan seksual (TPKS).
Menurut Indra Gunawan untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual dapat dimulai dari keluarga, sebab keluarga merupakan lembaga terkecil yang aman bagi setiap anggota, keluarga bisa melindungi anak-anak mereka dari kekerasan seksual. (idn Times 26 Agustus 2023).
Sementara itu, anggota himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) dan asosiasi psikologi Forensik (APSIFOR), Ratri Kartikaningtyas mengatakan kekerasan seksual bisa terjadi dan dilakukan oleh orang terdekat korban karena adanya relasi kuasa yang merugikan pihak korban.
Padahal seharusnya membentuk keluarga yang sehat jasmani dan rohani, dapat dimulai dari orang tua begitupun dengan pencegahan kekerasan seksual terhadap anak dapat dimulai dari keluarga. (Republika.co.id 27 Agustus 2023)
Keluarga sebagai lembaga terkecil mampu mencegah kekerasan seksual pada anak karena keluarga adalah tempat mendidik anak-anak agar menjadi anak shalih shalihah, keluarga khususnya orang tua berkewajiban mendidik anaknya yang nantinya akan dimintai pertanggung jawaban di akhirat.
Namun kondisi saat ini, sistem kehidupan kapitalisme sekularisme, memisahkan agama dari kehidupan menjadikan manusia-manusia yang hanya memuaskan nafsunya. Karena standart kapitalisme sekuler adalah diperolehnya kenikmatan sepuas puasnya, melahirkan manusia yang bebas tanpa batas tanpa takut dosa.
Beredarnya konten-konten yang merusak moral dianggap sebagai hal biasa bahkan dinilai bisa mendatangkan uang dibiarkan liar menyelimuti ruang kahidupan saat ini. Kondisi ekonomi masyarakatpun turut memberikan andil maraknya kekerasan seksual pada anak.
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa kekerasan seksual terhadap anak dilakukan oleh keluarga terdekat dan di dalam rumah, disebabkan sempitnya lapangan pekerjaan bagi para laki-laki atau ayah, akhirnya tidak mampu mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga, mendorong para perempuan atau ibu sibuk memenuhi kebutuhan keluarga, mendorong untuk bekerja. Melupakan kewajiban utamanya sebagai pendidik generasi.
Ditambah lagi tiadanya peran negara dalam memberikan sanksi yang menjerahkan pelaku maksiat, ini semua menjadikan maraknya kekerasan seksual dalam keluarga.
Berbeda dengan sistem Islam, Islam memberikan penjagaan pada rakyatnya dari kemaksiatan, melalui pendidikan Islam yang dilandasi akidah Islam mencetak generasi berkepribadian Islam yaitu generasi yang memiliki pola pikir Islam dan pola sikap Islam yakni dalam memenuhi kebutuhan dan nalurinya berdasarkan Islam.
Selalu mempertimbangkan perintah dan larangan Allah SWT. Pendidikan semacam ini melahirkan panadangan yang sama pada hukum Allah bahwa zina hukumnya haram. Negara akan melarang penyebaran konten konten maksiyat bahkan memberi sanksi kepada pihak-pihak yang menyebarkannya.
Sistem ekonomi dalam sistem Islam juga akan memastikan individu rakyat terpenuhi kesejahteraannya. Laki-laki atau ayah bekerja memenuhi kebutuhan nafkah untuk keluarga sehingga ibu fokus untuk mendidik anak dan mendampinginya di rumah.
Jika terjadi perzinaan negara akan memberikan sanksi yang tegas kepada palaku, diberikan hukuman 100 kali dera dan yang muhshon atau yang sdh menikah akan dirajam, hukuman ini diperskasikan dihadapan khalayak kaum muslimin sanksi Islam ini akan berperan sebagai pencegah orang lain melakukan kemaksiatan yang sama dan penebus dosa bagi pelaku kemaksiatan.
Oleh karena itu jika negeri ini ingin memberantas kekerasan seksual pada anak tidak cukup hanya dari keluarga tetapi negara harus menerapkan sistem Islam dalam pengaturan urusannya.
Wallahu a' lam bish shawab.
Oleh: Dewi Asiya
Pemerhati Masalah Sosial
0 Komentar