Topswara.com -- Kelompok pemerhati lingkungan hidup mengajukan protes secara resmi kepada Bank Dunia karena terus memberikan dukungan keuangan untuk pembangunan dua pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara di Indonesia. Hal tersebut dianggap melanggar janji sejumlah pemimpin negara untuk berhenti mendukung penggunaan bahan bakar fosil.
Anak perusahaan Bank Dunia di sektor swasta, International Financial Corporation (IFC), merupakan pendukung tidak langsung kompleks PLTU Suralaya di Banten melalui investasi ekuitasnya di Hana Bank Indonesia. Perusahaan tersebut merupakan salah satu penyandang dana proyek itu, kata koalisi kelompok lingkungan hidup pada Kamis (14/9/2023).
PLTU Suralaya yang merupakan PLTU terbesar di Asia Tenggara, memiliki delapan unit pembangkit yang beroperasi. Menurut rencana, pengembang proyek akan membangun dua pembangkit lagi yang diperkirakan akan melepaskan 250 juta ton karbon dioksida yang menyebabkan pemanasan iklim ke atmosfer, kata kelompok tersebut dalam suratnya kepada ombudsman kepatuhan Bank Dunia Janine Ferretti (Tagar, 15/9/2023).
Sungguh ini fenomena yang sangat miris. Padahal Indonesia bulan lalu baru mendapat predikat sebagai kota yang paling kotor udaranya. Lebih dari itu di saat pemerintahan pusat dan pemerintah daerah sedang berpikir untuk keluar dari problem polusi ibu kota sungguh naiif jika di saat yang sama investasi PLTU ternyata sedang digencarkan.
Kita tentu masih ingat bagaimana Jakarta membuat berbagai langkah untuk mengurangi polusi mulai dari uji emisi, menyiram jalan hingga membuat hujan buatan dari gedung pencakar langit.
Jika investasi dan proyek PLTU ini tetap jalan, itu berarti Indonesia tidak serius dengan problem polusi udara. Padahal kotornya udara ibukota telah merenggut hak rakyat untuk mendapatkan udara yang bersih dan sehat. Itu sama saja menambah penderitaan rakyat demi investasi.
Padahal investasi apa pun yang ada hari ini bisa dikatakan sangat jauh dari kepentingan rakyat. Investasi tidak lain hanya jalan tol bagi swasta dan asing untuk meraup keuntungan di atas penderitaan rakyat. Beragam aturan dan undang-undang pun disahkan demi memudahkan para investor, Undang-undang Cipta kerja adalah contohnya.
Investasi ala kapitalisme telah menjadikan rakyat sebagai korban. Kekayaan alam yang melimpah tidak berpengaruh positif terhadap kesejahteraan rakyat sebab rakyat hanya mendapatkan residu berupa limbah, sampah, dan berbagai bentuk kerusakan lingkungan. Apalagi para kapital ketika mengeruk kekayaan alam sama sekali tidak memikirkan dampak buruk terhadap keselamatan lingkungan dan umat manusia.
Hal ini tentu jauh berbeda dengan Islam. Islam memandang bahwa kekayaan alam yang ada adalah milik umat yang harus dikelola negara dengan benar. Hasil dan keuntungan dari pengelolaan ini diberikan kepada rakyat dalam bentuk pelayanan kebutuhan publik. Kekayaan alam yang melimpah tidak boleh diserahkan kepada swasta karena itu sebuah tindakan yang dilarang syariat.
Dalam pengelolaan kekayaan alam, negara tetap akan mempertimbangkan keselamatan lingkungan dan manusia. Tata kota dibuat sedemikian rupa hingga wilayah industri dan pemukiman penduduk tidak berdekatan sehingga rakyat tetap bisa menikmati kehidupan yang sehat. Dengan pengelolaan yang benar, maka kekayaan alam yang melimpah akan menjadi berkah dan bisa dirasakan oleh rakyat manfaatnya.
Ini hanya bisa terwujud manakala negara hadir sebagai institusi yang menerapkan Islam secara sempurna dan menjadikan Islam sebagai landasannya. Dengan syariat Islam dalam institusi khilafah, umat akan merasakan nikmatnya hidup dalam keberlimpahan sumber daya alam.
Oleh: Nurjannah Sitanggang
(Aktivis Muslimah)
0 Komentar