Topswara.com -- Kasus Pulau Rempang bukanlah peristiwa yang pertama terjadi di Indonesia. Karena banyak penggusuran rakyat yang dilakukan secara paksa terjadi di wilayah Indonesia hanya demi membela asing yang ingin berinvestasi dan keserakahannya para pengusaha oligarki.
Rakyat selalu menjadi korban dari keganasan bisnis yang menghalalkan segala cara demi meraup keuntungan yang besar demi dalih investasi serta menciptakan lapangan pekerjaan.
Ternyata pengorbanan rakyat yang digusur secara paksa hasilnya tidak berbanding lurus dengan apa yang dirasakan oleh rakyat atas investasi serta lapangan pekerjaan yang tersedia. Rakyat mengalami kerugian material, psikis dan mental yang jumlah kerugiannya tidak dapat dihitung dengan rupiah.
Penggusuran paksa yang terjadi di Pulau Rempang membuktikan bahwa pemerintah kurang serius dalam mensejahterakan dan memakmurkan rakyatnya. Yang seharusnya rakyat berhak untuk hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal yang layak, serta mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat terabaikan karena keserakahan demi keuntungan pribadi, kelompok dan golongan.
Terlepas dari apapun alasan pemerintah, seperti rakyat tidak memiliki sertifikat atau segala alasan apapun, apakah pengembang dan pengusaha yang hendak berinvestasi memiliki sertifikat atas Pulau Rempang? Mana yang lebih utama penyelamatan rakyat atau penyelamatan pengembang dan pengusaha?
Pengembang dan pengusaha berinvestasi untuk mengeruk untung sebesar-besarnya sesuai dengan hukum ekonomi, sementara rakyat yang ada di Pulau Rempang mempertahankan hidup dan kehidupannya.
Fenomena yang mencolok adalah penguasaan atas dasar kekuasaan menjadi kekuatan para investasi asing masuk ke negeri-negeri Islam demi kepuasan dan keserakahan para oligarki.
Hal yang lebih menyakitkan, undang-undang yang semestinya menjadi senjata penangkal penguasaan asing terhadap penguasaan sektor-sektor strategis justru di intervensi oleh asing, seperti UU Migas, UU Air, RUU Investasi, dan lain-lain.
Untuk kasus Indonesia bahkan sangat luar biasa. Tanpa ditekan atau diperangi, sering kekayaan dan kedaulatan ekonomi diserahkan dengan sukarela kepada asing. Sebut saja kasus Pulau Rempang yang saat ini menggugah rasa kemanusiaan kita.
Logika pemerintah, dengan adanya investasi asing bertujuan agar bidang ekonomi mengalami kemajuan dan memberikan kesejahteraan bagi rakyat.
Persoalannya, investasi asing sering menimbulkan persoalan ekonomi jangka panjang yang tidak sederhana. Diantaranya adalah besarnya ketergantungan. Indikator besarnya ketergantungan antara lain dilihat dari besarnya porsi penguasaan asing.
Tampak jelas, investasi asing adalah bentuk imperialisme baru. Perilaku negara-negara penjajah yang kapitalis memang tidak dapat dipisahkan dari persepsi Ideologi Kapitalisme yang selalu mementingkan kepentingan diri sendiri dalam setiap aktivitas hidupnya.
Mereka tidak akan peduli, walaupun investasi yang mereka berikan akhirnya menimbulkan kemiskinan, kerusakan lingkungan, pengangguran, gejolak sosial dan kerugian lainnya.
Sudah seharusnya pemerintah meninjau ulang bussines plan pengembangan investasinya agar tidak merugikan bahkan mengusir masyarakat asli Pulau Rempang.
Sesungguhnya gagasan Penanaman Modal Asing (PMA) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari konspirasi untuk menguras kekayaan kaum Muslim. Inilah hakikat gagasan pembukaan pasar bagi Penanaman Modal Asing.
Oleh karena itu, Daulah Islam (khilafah) tidak membolehkan pihak asing melakukan investasi untuk menguasai sektor-sektor yang berhubungan dengan kepemilikan umum.
Daulah Islam pada prinsipnya akan menolak investasi yang justru memberikan jalan bagi pihak luar untuk menguasai dan mendominasi negara-negara.
Kesimpulannya investasi asing sebagai prasyarat pertumbuhan adalah mitos semata. Karena alih-alih penting bagi pertumbuhan karena meningkatkan produktivitas, mempercepat alih teknologi dan memacu kompetensi industri dalam negeri, hasilnya ternyata bertolak belakang. Dampak negatif dari setiap investasi asing itu lebih besar daripada keuntungan yang kita peroleh.
Rasulullah SAW mengingatkan dalam sabdanya, bahwa merampas tanah, maka pelakunya akan diancam dengan siksaan yang keras pada hari akhir.
مَنْ أَخَذَ شِبْرًا مِنَ الأَرْضِ ظُلْمًا، فَإِنَّهُ يُطَوَّقُهُ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ سَبْعِ أَرَضِيْنَ
Siapa saja yang mengambil sejengkal tanah secara zalim, maka Allah akan mengalungkan tujuh bumi kepada dirinya (HR Muttafaq ‘alayh).
Oleh karena itu, tidak ada cara yang dapat ditempuh oleh penduduk negeri ini untuk membebaskan negara ini dari cengkraman utang dan cengkraman kepentingan oligarki dengan dalih investasi, kecuali dengan kembali menerapkan syariah Islam secara menyeluruh dibawah institusi Daulah Islam (khilafah).
Wallahu a'lam bi ash-shawab. []
Oleh: Yanti Muslim
Aktivis Dakwah Muslimah Bogor
0 Komentar