Topswara.com -- Kondisi generasi hari ini sedang tidak baik-baik saja. Sebagaimana yang kita tau banyak sekali korban terjerat utang riba baik pinjaman online maupun pinjaman secara langsung kepada rentenir.
Banyak dari kalangan mahasiswa, guru, ibu rumah tangga, publik hari ini seolah-olah menyelesaikan kebutuhan hidupny dengan utang. Seolah mereka tidak memikirkan ke depannya, apakah bisa membayar utang dengan bunga tinggi itu? Bahkan mereka tidak takut dan tidak ada kapoknya dengan adanya pinjaman berbunga tinggi.
Masalah yang banyak menjerat mahasiswa hari ini adalah pinjol, karena persyaratan yang mudah dan dan pinjaman gampang dicairkan, membuat para mahasiswa dengan mudahnya melalukan pinjaman secara online. Selain itu, pinjaman secara jalur pribadi kepada rentenir juga banyak dilakukan mahasiswa akhir-akhir ini. Pinjol ataupun lintah darat menyasar ke area kampus, tentu saja lintah darat ini tidak akan beraksi tanpa adanya alasan.
Alasan mereka yaitu sebagai berikut. Pertama, cara pandang materialistik, yaitu menganggap bisa beli apa saja dengan utang adalah kebahagiaan, apalagi hal itu bisa dipamerkan di media sosial mereka.
Generasi saat ini fokus mereka adalah materi, seringkali ada iklan atau konten yang membandingkan pendapatan dengan gaya hidup seseorang. Oleh karena itu, fenomena yang muncul di media sosial juga mendorong adopsi gaya hidup hedonis dan flexing demi menunjukkan prestise di kalangan mereka.
Kedua, lemahnya iman generasi hari ini membuat mereka menghalalkan segala cara untuk mendapatkan cuan dengan cara instan, mereka tidak peduli halal haram. Yang penting keinginan mereka bisa terbeli walaupun dengan cara utang riba. Seolah-olah tidak ada ketakutan akan konsekuensi pembayaran utang riba yang sudah mereka lakukan.
Ketiga, peran negara yang membiarkan fenomena pinjol atau bank plecit (pinjaman kepada rentenir) berkembang di masyarakat hari ini. Gaya hidup masyarakat hari ini, baik masyarakat umum maupun mahasiswa menganggap utang riba adalah salah satu alat mereka untuk mendapatkan hal-hal yang mereka inginkan.
Tidak sedikit yang karena terjerat pinjol hingga menghabisi nyawa temannya karena dikejar-kejar cicilan, makanya dia mencuri dan membunuh temannya sendiri, sebagaimana kasus di UI yang santer awal bulan Agustus lalu.
Dilansir dari Republika.co.id (31/8/2023) Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) tengah melakukan investigasi secara komprehensif terhadap kasus pinjaman pribadi (pinpri) yang menyeret nama kampus. Jika investigasi telah dilakukan dan ditemukan praktik-praktik yang melanggar norma-norma akademik dan hukum, maka pihak-pihak yang terlibat akan diberikan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku.
Selain itu, ayojakarta.com (30/8/2023) mengabarkan, saat ini tengah viral kasus lintah darat dengan jalur pinjaman pribadi (pinpri) yang marak beredar di media sosial. Layaknya pinjaman online (pinjol) rupanya pelaku pinpri juga menjerat korbannya menggunakan kemudahan akses pinjaman uang.
Sayangnya, kasus pinpri ini tak semudah yang dibayangkan karena bunga yang diberikan sangatlah besar yakni mencapai 35 persen sehari dan anehnya ada saja yang terjerat kasus-kasus pinjaman riba ini.
Fenomena pinjol kampus ini menggambarkan betapa hari ini kita hidup dalam peradaban yang memuja-muja materi. Mereka terlena dengan kondisi hari ini dan riba yang haram pun tetap dilakukan tanpa ada rasa takut.
Beginilah potret hitam pendidikan sekularisme kapitalisme, melahirkan generasi berorientasi materi. Tujuan hidup mereka adalah mendapatkan materi sebanyak mungkin. Padahal banyaknya materi tidak akan mengantarkan mereka pada ketenangan dan kebahagiaan.
Mereka adalah generasi harapan umat, seharusnya di masa mudanya sekarang diisi dengan kegiatan positif, bukan kegiatan flexing yang membuat orang-orang ingin mendapatkan kekayaan secepat kilat, akhirnya pinjaman pribadi menjadi salah satu alasan untuk mencapai kekayaan sekejap mungkin.
Selain itu, adanya kebutuhan yang mendesak seperti pembayaran uang kuliah. Sehingga merek terpaksa utang ke lintah darat karena butuh duit, bisa jadi karena biaya kuliah dan biaya hidup yang mahal. Tidak hanya itu, mahasiswa hari ini terjebak gaya hidup hedonis.
Berbeda dengan sistem Islam, dalam pendidikan Islam bukan berorientasi materi, mereka dididik untuk menjadi pribadi yang berkepribadian Islam yang siap menjadi pemimpin bagi dirinya dan umat. Keilmuan yang mereka dapatkan untuk menyelesaikan masalah umat dan menguatkan syiar Islam.
Landasan pendidikan Islam adalah akidah Islam, yang mana melahirkan generasi bersyaksiah Islam. Sehingga mereka tidak akan silau dengan gemerlapnya materi. Selain dari segi pendidikan, sistem Islam akan menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar seperti layanan kesehatan, pendidikan, dan keamanan yang dijamin oleh negara.
Sehingga generasi tidak perlu risau mahalnya biaya pendidikan semua itu ditanggung negara. Mereka akan fokus dalam mencari ilmu dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, tidakkah kita rindu akan penerapan sistem Islam secara kaffah?
Oleh: Alfia Purwanti
Analis Mutiara Umat Institute
0 Komentar