Topswara.com -- Konsultan keuangan asal Inggris, Jamal Harwood, mengisahkan tentang awal dirinya pertama kali mengenal Islam ketika berada di Kuala Lumpur.
“Saya lupa tepatnya hari apa, tetapi waktu masih sangat pagi sekitar pukul tujuh atau delapan pagi. Lalu saya pergi ke sebuah masjid yang sangat indah di pusat kota Kuala Lumpur. Ya, karena sangat pagi sekali, saya tidak menemukan banyak orang berada di sekeliling ruang bagian dalam masjid. Tetapi saya masih bertemu dengan beberapa orang Islam di sana, lalu mulai membaca, dan bertanya banyak sekali pertanyaan kepada mereka,” tuturnya video live yang disiarkan oleh YouTube Islamic Oasis, dengan judul, Man, Civilization & Progress (09/09/2023).
Ia mengatakan, kesempatan berkunjung ke Kuala Lumpur sebenarnya dalam rangka kunjungan kerja dari Kanada. Tidak hanya Malaysia (Kuala Lumpur), Jamal juga mengunjungi beberapa negara Asia Tenggara lainnya, seperti Singapura. Layaknya seorang turis, ia melakukan banyak pengamatan dan juga memperhatikan banyak hal di sekitarnya.
Jamal Harwood lahir di Kanada, tetapi kedua orang tuanya berasal dari Inggris. Seperti kebanyakan kebiasan orang-orang Barat, keluarga Jamal juga sama, yaitu melakukan banyak traveling ke berbagai negara. Kemudian ia memilih menetap di New Zealand dan mendapatkan kewarganegaan di sana. Ia dibesarkan hingga kuliah di New Zealand.
Ia menuturkan bahwa lingkungan tempat tinggalnya di New Zealand adalah mayoritas Kristen. Hingga ia pun mengikuti keyakian sebagai umat Kristen dan belajar al-Kitab (Bibel) di sekolah. Hanya saja, ia mengaku tidak merasa puas dengan keyikannnya sebagai Kristen. Keraguannya muncul terhadap agamanya sendiri saat itu.
“Saya sama dengan siswa lainnya belajar Bible, baca juga iya. Tetapi saya merasa ada yang tidak tuntas dengan saya dalam ajaran Bible. Banyak pertanyaan yang muncul dalam pikiran saya saat itu, seperti tentang kenabian, ide trinitas ketuhanan, dan lainnya yang saya tidak tahu kepastiannya. Ya, inilah pandangan saya saat masih muda dulu terkait dengan agama saya sendiri,” jelasnya.
Lalu Jamal kemudian berpikir akan mempelajari agama yang masih banyak selain Kristen. Ia mengaku bahwa dirinya bukanlah sosok yang mudah menghakimi sesuatu dengan salah atau benar, sebelum memahami kebenaran yang sesungguhnya.
Jamal juga mengatakan, bahwa sikap keraguan terhadap keyakinan sendiri pada dasarnya tidaklah benar. Tetapi karena ia sendiri merasakan ada keraguan, akhirnya membuat Jamal banyak melakukan diskusi-diskusi tentang keyakinan dengan beberapa orang saat kuliah. Baginya, manusia secara fitrah pasti memiliki banyak pertanyaan tentang kehidupan.
Sebelum mengenal Islam, Jamal mengaku terlebih dahulu mempelajari tentang keyakinan terhadap Budha. Ia belajar agama Budha juga di Kuala Lumpur, dan banyak bertanya tentang ajaran-ajaran Budha. Tetapi itupun tidak membuat pertanyaan-pertanyaannya tentang keimanan tuntas terjawab. Dalam rangka mencari ketuntasan itulah, ia pun berkunjung ke masjid di Kuala Lumpur.
Setelah kembali ke London, Jamal bertemu dengan beberapa kaum Muslim di taman Masjid Regents, yang katanya sedang melingkar untuk membahas persoalan Palestina. Kejadian itulah yang membuat Jamal makin tertarik dan tambah tertarik lagi dengan Islam.
“Saya harus pergi ke Masjid Taman Regents, dan di sana ada sebuah circle (majeliis melingkar) pada setiap hari Sabtu. Di hari itu, saya bertemu dengan beberapa orang yang membahas persoalan Palestina, dan bagi saya, ini merupakan kelompok yang cukup sadar dengan persoalan politik. Saya juga tahu sekali bahwa ada ketidakadilan luar biasa menimpa Palestina. Dan ternyata diskusi itu sangat menarik, atau katakakanlah berhasil membuat saya tertarik dan tambah tertarik dengan Islam,” bebernya.
Ia mengatakan dengan yakin, bahwa dirinya tidak bahagia dengan keyakinan sebelumnya. Dan ia akui hal demikian adalah sesuatu yang melampui batas bagi seorang pemeluk keyakinan tertentu, yaitu meragukan agamanya.
Namun ia justru melewati batas-batas itu dengan mencari kebanaran yang ia inginkan. Bahkan hingga ke kuil Budha yang ia sendiri tidak pernah berpikir mendatangi tempat tersebut.
Jamal mengungkapkan, buku pertama yang membuat dirinya pertama kali jatuh cinta dengan Islam adalah karya Al-Maududi.
“Tetapi jujur saya katakan, sejak awal, ada ketertarikan dengan Islam, dan buku pertama yang saya baca tentang Islam adalah karya Al-Maududi. Saya sangat merekomendasikan buku itu untuk kita baca. Buku yang sangat bagus. Inilah kisah singkat saya berada di Kuala Lumpur pertama kali mengenal Islam sebelum saya berbaur dan memeluk Islam di London, Alhamdulillah,” kata Jamal.
Konsultan keungan asal London itu adalah sosok yang sangat hobi membaca. Ia juga dikenal sebagai penulis berbagai buku keuangan dan isu-isu kontemporer yang berkaitan dengannya. Di samping seorang penulis dan konsultan, ia juga seorang dosen di salah satu kampus di Inggris.
“Saya punya banyak koleksi buku di perpustakaan pribadi saya. Sebagian dari mereka hanya saya baca kulit-kulitnya saja. Saya baca dari beberapa bab yang saya anggap perlu saja. Tetapi saya tidak membaca semua secara keseluruhan. Tetapi saya merasa ibarat sudah baca semuanya, Alhamdulillah,” ungkap Jamal.
Ia begitu tertarik dengan perintah membaca yang diajarkan Islam. Sebelum menerima sesuatu, hendaknya dibaca atau dipelajari terlebih dahulu.
“Pertama-tama kita harus terlebih dahulu membaca dan memahami konsep keimanan sebelum kita melangkah ke persoalan hukum atau syariat dan seterusnya. Nah, itulah yang saya temukan dalam Islam. ini benar saya pikir, saya tipe orang yang visual. Jadi jika saya memiliki suatu kesempatan untuk mendengarkan seseorang dalam pembelajaran, saya lebih suka mendengar langsung daripada mencari atau menemukan buku-buku mereka,” terangnya.
Selanjutnya, keberadaan internet bagi Jamal telah banyak membantu dalam menemukan berbagai informasi dan referensi. Termasuk ringkasan buku-buku yang dibutuhkan. Setidaknya, ia katakan dengan internet, bisa menghemat waktu dan tidak repot. Beda dengan membaca buku langsung yang memang menyita waktu. Walaupun katanya, semua itu kembali kepada pilihan masing-masing.
Jamal juga mengisahkan pengalaman pertamanya ketika menjalani puasa Ramadan pertama kali di musim panas. Baginya, merupakan perjuangan yang luar biasa. Sebab merupakan hari yang sangat melelahkan. Beitupun katanya ketika puasa pertama di musim dingin. Waktu yang mayoritas masyarakat Inggris digunakan untuk mengurangi aktivitas. Tetapi Jamal justru sebaliknya. Aktivitasnya bertambah dengan menjaga ibadah puasa Ramadhan.
“Saya masih ingat bahwa puasa Ramadan pertama saya itu saat pertengahan musim panas. Saya akui ini sedikit butuh perjuangan kesabaran, dan anda tahu itu hari yang cukup panjang. Tapi Alhamdulillah, lancar dan tidak batal. Dalam musim dingin pun, ini luar biasa. Anda sendiri melakukan sedikit aktifitas, bahkan mengurangi pekerjaan-pekerjaan anda, tetapi anda tetap harus bisa beribadah (berpuasa),” pungkasnya. [] M. Siregar
0 Komentar