Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

BBM Naik Lagi, Wajar dalam Sistem Kapitalisme


Topswara.com -- Awal bulan September, masyarakat di guncang dengan berita naiknya BBM non-subsidi. PT Pertamina (Persero) kembali melakukan penyesuaian harga dalam upaya mengimplementasikan Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM No. 245.K/MG.01/MEM.M/2022 sebagai perubahan atas Kepmen No. 62 K/12/MEM/2020 tentang Formula Harga Dasar Dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakar Minyak Umum Jenis Bensin dan Minyak Solar yang Disalurkan Melalui SPBU. (Databoks.katadata.co.id) 

Di saat yang bersamaan, Pertamina juga menawarkan BBM jenis baru yaitu Pertamax Green 95. Pertamax ini adalah BBM yang ada kandungan ethanol. Saat ini Pertamax Green 95 baru dijual terbatas yaitu di DKI Jakarta dan Jawa Timur dan di bandrol dengan harga 15.000 per liter. (www.liputan6.com).

Penetapan kebijakan secara sepihak oleh deretan pemerintah negara sudah menjadi hal yang wajar. Pasalnya, setiap kali kebijakan itu di buat, kerap memberikan dampak berupa kesusahan bagi masyarakat, terlebih kalangan bawah. 

Seperti fakta di atas, penyesuaian harga BBM kembali terjadi. Meski hanya di peruntukkan BBM non-subsidi, namun tetap saja akan berimbas bagi perekonomian masyarakat. 

Karena aktivitas masyarakat sangat bergantung pada kendaraan, untuk itu sudah pasti ketersediaan bahan bakar menjadi kebutuhan penting.

Kenaikan BBM saat ini perlu mendapat perhatian serius, karena bukan hanya sekali, namun kebijakan menaikkan harga BBM sudah beberapa kali dilakukan. 

Melalui kebijakan yang saat ini dijalankan, beberapa kemungkinan muncul di tengah-tengah masyarakat. Bisa saja, kebijakan ini dilakukan untuk menggiring masyarakat agar beralih secara perlahan dari penggunaan bahan bakar Pertalaite, dengan bahan bakar yang baru di cetuskan yaitu Pertamax Green 92. Masyarakat bisa saja dijadikan bahan uji coba untuk menyesuaikan dengan kondisi finansialnya.

Namun, apapun alasan di berlakukannya kebijakan itu, tetap saja akan merugikan segolongan masyarakat yang notabene berasal dari kalangan bawah. Hal ini juga diakibatkan oleh penerapan sistem ekonomi kapitalis yang tidak pernah lepas dari kepentingan bisnis para penguasa. 

Praktek kapitalisasi pada BBM semakin tampak, dan semakin menyengsarakan masyarakat. Tindakan komersialisasi yang dilakukan para pemegang kekuasaan dijadikan alat untuk menguras rakyat. 

Bagaimana tidak, pada hakikatnya negara kita adalah negara yang kaya akan sumber daya alamnya. Sudah seharusnya masyarakat mendapatkan hasil dari sumber daya alam itu dengan harga terjangkau. Atau bahkan gratis. 

Karena dalam Islam, sumber daya alam, termasuk migas adalah kekayaan alam yang merupakan kepemilikan umum, tidak boleh dikuasai oleh individu, apalagi asing. Negara wajib mengelola kekayaan alam dan mendistribusikannya kepada seluruh lapisan masyarakat, tanpa adanya unsur bisnis yang dilakukan untuk keuntungan pribadi. 

Tidak dibenarkan adanya praktek kapitalisasi antara penguasa dan masyarakat. Karena segala kebijakan yang di ambil oleh penguasa harus bertujuan untuk kemakmuran rakyat. Pengelolaan kekayaan alam, mutlak kewajiban negara. 

Dan dijalankan sesuai dengan aturan-aturan yang merujuk pada hukum syara'. Dengan begitu, tidak ada celah bagi individu-individu atau bahkan perusahaan asing yang diperbolehkan andil dalam pengelolaan tersebut, agar terhindar dari praktek kapitalisasi yang menyengsarakan rakyat. 

Namun, hal demikian hanya berlaku pada penerapan sistem Islam secara keseluruhan. Sistem ekonomi dalam Islam amat memperhatikan kebutuhan dan kesejahteraan rakyat. Sampai pada pengelolaannya, Islam menyesuaikannya dengan hukum syarak. Dengan begitu, tidak ada kalangan yang meraih untung secara sepihak, atau bahkan kalangan masyarakat yang merasa di rugikan.

Hal ini menunjukkan kesempurnaan Islam mengatur kehidupan bernegara. Hal ini pula menunjukkan bahwa hanya dengan Islam tercapainya suatu kehidupan yang sejahtera, yang mampu menjadi rahmat bagi seluruh alam. 

Memperjelas eksistensi Islam yang bukan hanya sebagai agama atau kepercayaan, melainkan juga seperangkat aturan yang ketika aturan itu dijalankan sesuai dengan hukum Allah, akan menghadirkan keselarasan hidup dalam masyarakat maupun negara.


Oleh: Olga Febrina
Mahasiswi, dan Pegiat Literasi
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar