Topswara.com -- Dai Muda dan Influencer Ustaz Felix Siauw mengatakan tidak semua yang datang dari generasi Z itu negatif dan tidak semuanya itu positif. "Tidak semua yang datang dari generasi Z itu negatif dan tidak semuanya itu positif," jelasnya dalam acara Ketika Gen Z Dinasehati Sama Saja Seperti Menghancurkan Privasi Gen Z? di YouTube YNTV, Selasa (22/08/2023).
Salah satunya UFS sapaan akrabnya menyebut, kemauan generasi Z yang apa-apa serba instan menurutnya adalah sisi kreatif mereka karena ingin mendapatkan solusi yang lain.
"Enggak mau dengerin nasehat adalah sesuatu yang buruk. Mereka tidak bisa menerima nasehat atau mempercayai nasehat tersebut karena terlalu banyak informasi yang mereka dapatkan. Sehingga mereka berpikir nasehat tidak harus dari elu doang," kata UFS.
Kehidupan generasi Z yang tidak worth and life ballance bagi mereka, disebut dai muda generasi Z sebagai penyebab mereka tidak mau berpikir panjang. Lebih dari itu, dia menilai generasi Z tidak berpikir tentang masa depan.
UFS mengambil contoh, "Dia generasi Z sedang bekerja, ada yang mengatakan ke dia, 'kamu jangan kerja, lingkunganmu toxic, kamu harus bisa melindungi mentalmu.' Setelah dia resign dari pekerjaan baru dia merasa lingkungannya pas enggak bekerja jauh lebih toxic."
Sambil terkekeh-kekeh UFS berkata, seandainya bisa kembali ke masa lalu dia pasti akan bilang pada temannya. "Gue keplak kepala elu," cerca dia.
Sisi negatif dari generasi Z lainnya yang dikemukakan UFS adalah perihal komunikasi khususnya komunikasi offline yang merenggang.
"Namanya komunikasi itu bukan ngomong, tetapi komunikasi itu memastikan lawan bicara itu paham terhadap apa yang kita maksud, memastikan get the point cross. Komunikasi tidak harus dengan kata-kata, komunikasi itu bisa dari mata ataupun perbuatan," ungkap UFS.
Bisa juga disimpulkan komunikasi itu adalah respon yang manusia dapatkan, hal ini dibenarkan oleh UFS. Sehingga ia menyebutkan contoh seorang anak yang meminta izin kepada ibunya untuk pergi. Namun, ibunya merespon dengan gestur tubuh memalingkan tubuhnya dari anaknya dengan disertai mimik muka yang menunjukkan ketidaksetujuan adalah bagian dari komunikasi itu sendiri.
"Sehingga metode komunikasi yang hanya mengandalkan media sosial akan banyak sekali deviasinya, seperti distinksi dan impresi. Makanya orang yang komunikasi via WhatsApp rentan emosi karena deviasi yang menghasilkan distinksi, impresi dan resultansi yang negatif," bebernya.
Menurutnya, komunikasi tatap muka tetap tidak bisa menggantikan komunikasi via telepon. Dia pun mengkhawatirkan jika komunikasi dengan orang tua via online menggantikan komunikasi tatap muka dengan orang tua. Walaupun ia tidak memungkiri online itu sangat membantu seperti halaqah online, kelas online.
Proses pembelajaran dan pembentukan karakter, ia menilai harus secara langsung, karena pendidikan akan terjadi melalui waktu dan kebersamaan.
"Tidak semuanya bisa diselesaikan dengan online," pungkasnya.[] Heni
0 Komentar