Topswara.com -- Dunia pendidikan dikejutkan lagi dengan berbagai kasus yang semakin menunjukkan sisi gelap sistem sekularisme kapitalisme sebagai penopangnya.
Di awal Agustus di hebohkan dengan berita terbunuhnya seorang mahasiswa Universitas Indonesia oleh kakak seniornya hanya karena faktor kecemburuan ekonomi dan juga akibat terjerat pinjol (republika.co.id, 5/8/2023).
Pastinya kasus ini makin menambah sisi gelap sistem pendidikan sekular yang selama ini dielu-elukan sebagai sistem paling baik. Hal ini terlihat dengan banyaknya ragam masalah yang terjadi di lembaga pendidikan baik dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi.
Mulai dari kasus perundungan, kekerasan, bahkan pembunuhan yang dialami oleh peserta didik ataupun pendidik. Jika dicermati, permasalahan di dunia pendidikan seperti benang kusut yang tak pernah terurai karena belum menemukan solusi yang tepat.
Data Federasi Serikat Guru Indonesia menunjukkan bahwa selama Januari–Juli, jumlah korban perundungan di satuan pendidikan mencapai 43 orang yang terdiri atas 41 peserta didik (95,4 persen) dan 2 guru (4,6 persen). Untuk pelaku perundungan lebih banyak dilakukan oleh peserta didik yaitu 87 orang (92,5 persen), sisanya dilakukan oleh pendidik yaitu 5 orang (5,3 persen), 1 orang tua peserta didik (1,1 persen), dan 1 orang kepala madrasah (1,1 persen) (tempo.co, 4/8/2023).
Dari sejumlah kasus terjadi, ada yang sangat menarik perhatian masyarakat umum. Di antaranya, kasus seorang siswa yang menikam temannya sendiri karena mengaku sakit hati kerap dibully korban.
Selain itu, kasus orang tua yang mencederai seorang guru olahraga di Rejang Lebong Bengkulu dengan ketapel sehingga membuat matanya cacat permanen. Hal ini didorong emosi berlebihan dari orang tua yang tidak terima dengan perilaku guru tersebut menendang muka anaknya ketika menegur terkait masalah merokok di sekolah.
Peristiwa ini sudak cukup menjadi bukti sisi gelap sistem pendidikan sekuler kapitalis. Semua bermula ketika diterapkannya sekulerisme di dunia pendidikan. Agama tidak lagi dijadikan aturan dalam kehidupan.
Agama hanya sebatas mata pelajaran yang harus diikuti peserta didik, dan itupun dengan durasi waktu 2 jam perminggu. Peserta didik hanya mengenal agama sebatas ritual keagamaan tanpa paham kewajiban menjadikannya sebagai pedoman dalam hidup di dunia untuk mencapai kebahagiaan dunia akhirat.
Sejarah pendidikan di negeri ini telah mencatat adanya pergantian kurikulum yang sering terjadi seiring bergantinya para pemegang kekuasaan. Meski berulang kali berganti kurikulum, kenyataannya output pendidikan belum menghasilkan generasi yang berilmu dan berakhlak mulia seperti yang diharapkan semua pihak.
Merebaknya generasi krisis adab, yang ditandai rusaknya moral dan banyaknya kasus dalam dunia pendidikan, makin membuat rasa pesimis terhadap nasib generasi bangsa di masa depan.
Sebenarnya pemerintah juga telah mencanangkan gerakan perubahan mental dan program nawacita berbasis pendidikan karakter. Hal ini sebagai upaya mengatasi masalah pendidikan yang makin rumit dalam mencetak generasi unggul bangsa.
Namun kenyataannya, program pemerintah itu belum menyentuh akar permasalahan yang melanda dunia pendidikan sebagai pencetak generasi bangsa. Selama pendidikan yang dikembangkan masih berbasis sekularisme kapitalisme, jangan pernah berharap terwujudnya generasi bangsa yang berkualitas, sebagaimana yang dicanangkan dalam tujuan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional no 20 tahun 2013.
Faktanya generasi sekarang sedang berada dalam tantangan gaya hidup liberal dan hedonis. Kemajuan informatika dan teknologi tak selamanya disikapi dengan bijak oleh para generasi bangsa. Apalagi benteng agama semakin kendur seiring sekulerisme merebak.
Jika ini berkelanjutan, dan tidak diimbangi dengan bekal agama yang kuat, bisa jadi moral generasi bangsa semakin tergerus. Ketika generasi bangsa dalam dekadensi moral, bisa dipastikan bangsa tidak akan bisa maju, bahkan dipastikan berada dalam kehancuran.
Selama ini sistem pendidikan sekular yang berkembang di negeri ini hanyalah memberikan beban pada orang tua, guru, peserta didik dan negara. Kenapa demikian? Karena sistem pendidikan sekularisme kapitalisme hanya menghasilkan generasi yang berprestasi secara akademik saja.
Sedangkan karakter generasi yang berkepribadian mulia, semangat berilmu dan beramal, masih sangat jauh. Pada praktiknya, sistem kapitalisme hanya akan mencetak generasi yang berlomba-lomba meraih kebahagiaan dunia dengan ukuran banyaknya materi.
Hal ini sangat berbeda, ketika umat berada dalam sistem Islam. Sejarah telah menunjukkan, peradaban Islam mencapai puncaknya ketika Islam diterapkan dalam semua lini kehidupan. Termasuk munculnya para ilmuwan muslim bukti adanya generasi hebat yang tak hanya ahli ilmu tapi juga mumpuni agamanya.
Sistem Pendidikan Islam Memajukan Peradaban
Sejarah telah menorehkan tinta emas adanya para ilmuwan muslim sebagai bukti adanya peradaban Islam yang mampu memimpin dunia kurang lebih 14 abad alamanya. Kita mengenal sosok Al Khawarizmi, seorang ilmuwan matematika yang menemukan angka nol.
Penemuannya ini sangat bermanfaat dalam perkembangan ilmu matematika. Jabir Ibnu Hayyan, atau dikenal dengan nama Ibnu Geber, yang menemukan rumus dasar di bidang kimia. Selain itu, juga ada ilmuwan penemu globe yaitu Al-Idrisi.
Ada juga seorang penjelajah dunia terkenal yaitu Ibnu Batutah, yang telah menemukan 300 jalur laut. Kehebatannya mampu bersaing dan tak terkalahkan jika disandingkan dengan penjelajah lainnya yang terkenal seperti Christopher Columbus atau Marcopolo.
Inilah bukti bahwa pada masa peradaban Islam, para ilmuwan muslim tidak semata lihai dalam ilmu agama, tetapi juga menguasai ilmu umum, sains, dan teknologi.
Kemajuan di negara Islam yang ditandai dengan banyaknya ilmuwan muslim ini dan juga para khalifah yang sangat memikirkan rakyatnya, membuat negara-negara lain segan terhadapnya. Hal yang menjadi penentu keberhasilan ini adalah faktor keimanan dan keilmuannya.
Negara melaksanakan sistem pendidikan Islam, dan juga didukung sistem ekonomi Islam yang bertujuan mensejahterakan umat. Pastinya kebijakan yang dipakai senantiasa bersumber pada syariat Islam. Dengan kebijakan sistem Islam itulah, seluruh umat mendapatkan hak pendidikan di semua jenjang secara gratis tanpa dipungut biaya.
Saat ini, kita butuh generasi hebat yaitu generasi yang beriman dan berilmu. Generasi yang semangat beramal kebaikan dan senantiasa berdakwah di tengah umat. Mengutamakan kemajuan bangsa, negara dan juga tegaknya Islam.
Dan tidak diragukan lagi, generasi hebat itu hanya bisa lahir dengan sistem pendidikan Islam. Sudah saatnya untuk meninggalkan sistem pendidikan sekuler kapitalis dan menggantinya dengan sistem pendidikan Islam.
Wallahu a’lam bisshawab
Oleh: Ummu Hanik Ridwan
Muslimah Pemerhati Pendidikan
0 Komentar