Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Revitalisasi Pasar dan Pembangunan Infrastruktur untuk Siapa?


Topswara.com -- Pro kontra revitalisasi pasar kembali terulang. Kali ini terjadi pada pembangunan Pasar Banjaran Kabupaten Bandung. Menurut Bendahara Kelompok Warga Pasar (Kerwapa) Banjaran, Lukmanul Hakim, ada 80 persen pedagang yang menolaknya. 

Mereka tetap bertahan di kios lama, meski sebagian ada yang sudah dirobohkan. Sisanya sudah pindah ke Tempat Pedagang Berjualan Sementara (TPBS). Mereka sempat menggelar long march, melakukan istighosah di depan bangunan pasar lama serta mengajukan gugatan ke PTUN Bandung. (Kompas.com 11/7/2023)

Pasar adalah tempat pertemuan pedagang dan pembeli sekaligus juga berfungsi sebagai media penciptaan lapangan kerja. Seperti pemasok berbagai barang kebutuhan, jasa angkutan barang dagangan dan barang belanjaan, keuangan (bank dan koprasi) dan lain-lain. 

Pasar tradisional masih menarik, terbukti banyak anggota masyarakat yang lebih suka berbelanja disana baik dari golongan bawah, menengah, dan atas. 

Kelebihan pasar tradisional itu sendiri biasanya karena harga dianggap relatif murah, banyak pilihan, bisa menawar dan barang yang dicari tidak tersedia di pasar swalayan. Disamping itu, tempat tersebut juga terbukti bisa bertahan dan mampu melayani kebutuhan dan memberikan pelayanan kepada masyarakat luas.

Revitalisasi pasar Banjaran itu sendiri sudah tertuang dalam RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) Kabupaten Bandung sejak 2006 dan berlanjut di tahun 2021-2026. 

Program ini dilakukan demi penataan Kota Banjaran supaya tidak semrawut. Sampai titik ini tidak ada masalah dan sudah terjadi audiensi antara pedagang Pasar Banjaran dengan Komisi B DPRD kabupaten Bandung dengan kesimpulan yang sama. 

Pro kontra pun timbul karena pemerintah justru menggandeng swasta dalam pembangunan pasar tersebut, dengan alasan untuk mengurangi beban anggaran (APBD). 

Sementara para pedagang menolaknya karena ada campur tangan pihak lain, yang notabene nantinya secara otomatis harga jual kiosnya akan mahal. Hal ini tentu akan merugikan pedagang itu sendiri.

Revitalisasi pasar harusnya menguntungkan pedagang pasar dan membuat nyaman bagi pembeli. Karena saat ini persaingan makin ketat dengan maraknya mall dan pusat perbelanjaan lainnya yang lebih modern, bersih, nyaman dan aman. 

Peningkatan selera konsumen ini mengakibatkan omzet penjualan makin menurun dan berimbas pada kesejahteraan pedagang. Karena itu peran pemerintah sangat diharapkan dapat mengatasi permasalahan tersebut. 

Untuk itu harus diadakan kajian yang komprehensif agar revitalisasi pasar yang dilakukan agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan dan para penjual tidak kehilangan mata pencahariannya.

Penyebab sepinya pasar setelah direvitalisasi, salah satunya karena minimnya pemahaman akan karakteristik, yang biasanya berhubungan dengan berbagai faktor seperti jenis barang yang dijajakan, segmentasi dan yang penting karakter pedagang itu sendiri. Penolakan ini seharusnya menjadi perhatian pemerintah karena akan berpengaruh pada dampak yang ditimbulkannya.

Namun, di balik itu semua, sistem ekonomi kapitalisme yang menjadi biang masalah dari semua kekisruhan ini. Sistem ini meminimalisasi peran negara. 

Infrastruktur yang seharusnya menjadi kebutuhan publik diserahkan ke swasta dalam pengadaannya, sementara negara hanya jadi regulator dan pelayan korporasi atau perusahaan-perusahaan swasta yang memiliki modal. Sementara nasib rakyat tidak jadi prioritas atau bahkan diabaikan.

Padahal dalam Islam, pembangunan infrastruktur pernah dipraktikan dengan hasil yang sangat gemilang oleh pihak negara dalam rangka mewujudkan layanan yang prima pada rakyat. 

Skala prioritas diperhatikan, mana yang mendesak dibutuhkan dan mana yang bisa ditunda pembangunannya. Bisa jadi membangun jalan rusak akan lebih diprioritaskan daripada membangun jalan tol atau merevitalisasi pasar tradisional, karena dapat membahayakan masyarakat.

Pemimpin dalam sistem Islam adalah orang yang bertanggung jawab akan keselamatan rakyatnya. Dia tidak berpihak pada sebagian rakyat yang bermodal saja. Karena setiap kebijakannya akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT. kelak di akhirat. 

Rasulullah SAW. bersabda: 
"Imam (khalifah) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang ia urus." (HR Bukhari)

Adapun biaya untuk membangun infrastruktur, dalam sebuah sistem Islam ada Baitulmal yang mempunyai sumber pemasukan yang tetap. Di mana pengaturan kepemilikan akan dilakukan sesuai syariat. 

Jika kosong dana penyimpanannya, sementara pembangunan infrastruktur sangat mendesak, maka negara akan memungut pajak/dharibah dari orang-orang Islam yang kaya saja. Pungutan pun akan disesuaikan dengan kebutuhan. Jika pelaksanaannya memerlukan waktu lama, maka negara boleh berhutang ke negara lain dengan syarat tanpa riba dan tidak mengikat.

Pembangunan infrastruktur dalam sistem Islam dilaksanakan dengan perencanaan yang matang. Sehingga tidak terjadi pro kontra, polemik atau ironi. Pelaksanaannya pun harus benar-benar dilakukan untuk melayani rakyat demi keselamatan dan kemaslahatannya. 

Untuk itulah diperlukan adanya pengaturan yang dilakukan oleh seoran pemimpin yang akan menerapkan hukum Allah secara keseluruhan dalam naungan sebuah institusi Islam.

Wallahu a'lam bish shawab.


Oleh: Ooy Sumini
Member Akademi Menulis Kreatif
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar