Topswara.com -- Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) kembali mengancam pemerintah akan menyetop pasokan minyak goreng, jika tidak segera membayar utang sebesar Rp 344 miliar. Merupakan utang rafaksi atau pembayaran selisih harga minyak goreng dalam program 1 harga pada 2022.
Ketua umum Aprindo Roy Nicholas menyatakan bahwa pihaknya menagih tetapi pemerintah belum juga membayar. Pengusaha ritel akan melakukan pemotongan tagihan kepada distributor dan pengurangan pembelian minyak goreng bila masalah rafaksi belum selesai. Jika ancaman ini benar-benar dilakukan maka akan berdampak pada stok minyak goreng di ritel.
Wamendag Jerry Sambuaga meyakinkan bahwa langkah peritel tersebut tak akan membuat minyak goreng langka di pasaran. Menurutnya minyak goreng curah, MinyaKita hingga premium tidak hanya dijual di gerai ritel, tetapi juga dijual di pasar secara online. Untuk itu masyarakat masih punya akses untuk mendapatkan minyak goreng. Sehingga hal ini bukan sebuah kekhawatiran (CNN Indonesia, 20/8/2023).
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Isy Karim mengatakan terdapat perbedaan verifikasi utang yang sebelumnya kepada PT Sucofindo dengan tagihan utang yang diajukan pelaku usaha (CNN Indonesia,15/7/2023).
Kebijakan minyak goreng 1 harga yang ditetapkan pemerintah pada Januari 2022. Dengan target berlangsung selama 6 bulan. Namun faktanya hanya berlaku satu bulan, itupun terjadi kekosongan di banyak ritel modern. Aturan menjual minyak goreng satu harga tertinggi Rp14.000 per liter, sementara di pasar modern atau tradisional menyentuh angka Rp 20.000 per liter. Selisih harga ditanggung oleh pemerintah melalui subsidi.
Hingga hari ini tagihan utang pemerintah untuk menutup selisih harga belum juga dibayarkan. Sehingga membuat perusahaan-perusahaan ritel mengancam akan menyetop penjualan minyak goreng di pasaran. Bahkan mereka akan membawanya ke jalur hukum jika pemerintah tidak segera melunasi.
Hal ini menunjukkan bahwa ada yang salah dalam tata kelola penyediaan minyak goreng oleh pemerintah. Segala kebutuhan rakyat merupakan tanggung jawab pemerintah termasuk di dalamnya kebutuhan pangan. Penyediaan dan pasokan minyak goreng juga merupakan tanggung jawab negara.
Begitu juga terkait kemudahan rakyat untuk mendapatkannya dengan harga yang terjangkau dan murah. Faktanya pemenuhan ini tetap diserahkan kepada pengusaha. Sementara sementara negara hanya sebagai fasilitator semata.
Dalam kacamata kapitalisme keberadaan harga adalah aspek yang sangat urgen. Sistem ekonomi kapitalisme memainkan produksi, konsumsi dan distribusi. Oleh karena itu harga merupakan alat pengendali dalam sistem ini.
Para kapitalis sangat mudah dan leluasa bermain untuk meraih keuntungan yang sebesar-besarnya. Wajar jika para pemodal dalam sistem kapitalisme akan berbuat semaunya dengan mempermainkan harga bahkan mengancam menyetop pasokan. Sebab harga akan mempengaruhi kesinambungan ekonomi.
Tata kelola yang salah menjadikan pemerintah kewalahan menghadapi para pemodal. Walaupun pemerintah melalui Wamenperindag meyakinkan masyarakat tidak akan terjadi kelangkaan minyak goreng di pasaran.
Namun apakah pemerintah mampu menjamin jika tidak terjadi kenaikan harga di pasaran. Dalam kondisi ini siapa yang paling terdampak? Rakyatlah yang paling terdampak.
Paska hantaman dahsyat pandemi yang meluluhlantakkan seluruh sendi kehidupan, begitu pula dalam sektor ekonomi. Kondisi ekonomi yang mulai menggeliat, masih banyak masyarakat yang mengalami kesulitan ekonomi.
Sebagian dari mereka kehilangan mata pencaharian karena di-PHK, para petani yang tak mampu menanami sawahnya karena dampak kekeringan dll. Jika ancaman ini benar-benar dilakukan masyarakatlah yang akan menjadi korban.
Sistem sekularisme kapitalisme yang diemban hari ini bukan dalam rangka membuat rakyat hidup sejahtera. Namun kebijakan yang digulirkan penguasa, hanya memihak kepada para pengusaha.
Pengadaan stok kebutuhan rakyat dalam sistem kapitalisme berbeda dengan sistem Islam. Islam adalah sistem yang lahir dengan menerapkan syariat Islam. Islam dengan sistem ekonominya mengatur harga pangan dan stok pangan di masyarakat.
Islam melarang pematokan harga untuk menutupi kelangkaan dan melambungnya harga. Jika harga melambung memang sebuah realitas yang tidak bisa dihindari, hal ini bisa terjadi karena krisis politik, peperangan dan sebagainya.
Juga merupakan akibat tidak tercukupinya barang di pasaran sebab penimbunan atau barang memang sudah langka. Dalam kondisi ini penguasa dalam Islam melayani kepentingan tersebut dengan berusaha mencukupi pengadaan barang dengan cara mengusahakan mengambil dari kantong-kantong logistik barang yang bersangkutan.
Sehingga keberadaan barang terjaga dan tidak menjadi langka. Jika terjadi penimbunan, maka penguasa akan menindak tegas, dengan memberlakukan sanksi tegas. Hal ini dilakukan agar permasalahan yang serupa tidak terus berulang.
Penguasa pengemban kapitalisme mengaku sudah mensubsidi minyak goreng tetapi di sisi lain subsidi yang diberikan melalui utang. Jika utang belum bisa dilunasi maka kembali kepada pengusaha dan pemilik modal yang akan leluasa menentukan stok pangan dan harga di pasaran. Belum lagi sebagian besar perkebunan sawit di negeri ini dikuasai oleh asing atas nama investasi.
Para pemodal dengan mudah memegang kemudi perekonomian dengan cara memainkan harga dan juga pasokan. Tetaplah kantong rakyat yang menjadi bulan bulanan dan tetaplah rakyat yang menjadi korbannya. Padahal minyak goreng merupakan kebutuhan pokok rakyat kecil yang harus dipenuhi.
Sudah saatnya beralih kepada sistem Islam yang mampu menyelesaikan persoalan kehidupan dan mampu memberikan kesejahteraan kepada rakyat.
Wallahu a'lam bishawab.
Oleh: Endang Seruni
Muslimah Peduli Generasi
0 Komentar