Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Pesan Diawali dengan Salam Salah?


Topswara.com -- Ustaz benarkah bahwa jika kita mengirim pesan singkat atau WA yang benar diawali dengan Basmallah bukan salam? Karena katanya dulu Nabi surat menyurat beliau diawali dengan basmallah, bukan salam. 

Begitu juga disebutkan dalam surah an Naml ayat 30 dimana Nabi Sulaiman mengawali suratnya dengan menyebut basmallah, bukan salam. Mohon penjelasannya.

Jawaban:

Permasalahan yang ditanyakan ini termasuk dari jenis masalah kontemporer yang di masa lalu tentu belum ada bahasannya secara spesifik. Karena komunikasi via pesan singkat, WA, masenger dan aplikasi semisal adalah tehnologi yang baru belakangan ditemukan.

Sebagian kalangan ada yang menilai bahwa chat atau pesan singkat adalah sebuah media tulisan, maka ia dianggap hukumnya seperti sebuah surat. Dan dalam surat menuyurat Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam selalu memulai dengan basmallah, bukan salam dan juga dalil lainnya adalah apa yang dicantumkan oleh Nabi Sulaiman ‘alaihissalam ketika mengirim surat kepada Ratu Balqis : 

إِنَّهُ مِن سُلَيْمَانَ وَإِنَّهُ بِسْمِ اللَّـهِ الرَّحْمَـنِ الرَّحِيمِ

“Sesungguhnya surat itu dari Sulaiman dan sesungguhnya isinya: ‘Dengan menyebut Nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.” (QS. An Naml : 30).

Kalangan ini kemudian menyatakan bahwa yang sesuai sunnah atau yang benar itu adalah tulisan WA atau pesan singkat bukan diawali dengan mengucap salam tetapi basmalah. Benarkah demikian ? 

Tidak sepenuhnya benar demikian. Justru yang yang tepat adalah mengucapkan salam bukan basmallah, hal ini karena beberapa alasan, diantaranya:

Pertama, keumuman kesunnahan salam dalam perjumpaan.

Para ulama hari ini mengkiaskan percakapan via elektronik termasuk chat mesenger dan lainnya lebih dekat kepada obrolan, bukan surat menyurat. Syaikh Bakr Abu Zaid rahimahullah berkata,

فإن آداب الهاتف الشرعية مخرجة فقها على آداب الزيارة، والاستئذان، والكلام، والحديث مع الآخرين في المقدار، والزمان، والمكان، وجنس الكلام، وصفته

“Sesungguhnya adab-adab syar’i tentang telepon dikategorikan secara fiqih ke dalam adab-adab berkunjung, meminta izin, berbicara, dan bercakap-cakap dengan orang lain, baik dalam aspek kadarnya, waktunya, tempatnya, jenis pembicaraannya, dan sifatnya.”[1]

Karenanya, ia lebih dekat kepada kesunnahan untuk saling mengucapkan salam. Sebagaimana keumuman dalil :

إِذَا لَقِيَ أَحَدُكُمْ أَخَاهُ فَلْيُسَلِّمْ عَلَيْهِ فَإِنْ حَالَتْ بَيْنَهُمَا شَجَرَةٌ أَوْ جِدَارٌ أَوْ حَجَرٌ ثُمَّ لَقِيَهُ فَلْيُسَلِّمْ عَلَيْهِ أَيْضًا

“Jika salah seorang dari kalian bertemu dengan saudaranya hendaklah ia mengucapkan salam, jika kemudian keduanya terhalang oleh pohon, atau tembok, atau batu, lalu bertemu kembali, hendaklah ia ucapkan salam lagi kepadanya.” (HR. Abu Dawud)

Kedua, surat menyurat kaum salaf diawali dengan salam.

Justru ada beberapa riwayat dari atsar para sahabat yang ketika melakukan surat menyurat, mereka mengawali dengan salam. Diantaranya apa yang ditulis oleh Zaid ibn Tsabit radhiyallahu anhu kepada Mu’awiyah bin Abi Sufyan berikut ini : 

لعبد الله معاوية أمير المؤمنين، من زيد بن ثابت: سلام عليك أمير المؤمنين ورحمة الله

“Kepada hamba Allah Mu’awiyah Amirul-Mu’minin, dari Zaid ibn Tsabit : Salam Alaik wa rahmatullah wahai Amirul-mu’minin...”[2]

Riwayat selanjutnya adalah surat menyurat antara Muawiyah dengan ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anhumaa berikut ini :

 كَتَبَ مُعَاوِيَةُ إِلَى عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنْ اكْتُبِي إِلَيَّ كِتَابًا تُوصِينِي فِيهِ وَلَا تُكْثِرِي عَلَيَّ فَكَتَبَتْ عَائِشَةُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا إِلَى مُعَاوِيَةَ سَلَامٌ عَلَيْكَ أَمَّا بَعْدُ فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ الْتَمَسَ رِضَا اللَّهِ بِسَخَطِ النَّاسِ كَفَاهُ اللَّهُ مُؤْنَةَ النَّاسِ 

“Mu’awiyah mengirim surat kepada Ummul Mu`minin Aisyah radhiallahu ‘anha supaya dia menulis surat yang berisi wasiat singkat kepadanya. Aisyah pun menulis surat kepada Mu’awiyah : “salamun ‘alaika, aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda: “Barangsiapa yang mencari keridlaan Allah sekalipun memperoleh kebencian manusia, Allah akan mencukupkan dia dari ketergantungan kepada manusia ...” (HR. Tirmidzi)

Ketiga, basmallah lebih sesuai untuk surat pengumuman.

Sebagian ulama memandang basmallah tepatnya digunakan untuk surat menyurat yang sifatnya penting, atau surat edaran, pengumuman dan hal semisalnya. 

Disebutkan dalam al Mausu’ah : “Mayoritas Ulama telah sepakat bahwa ucapan Bismalah disyariatkan pada setiap perkara yang penting baik itu (berkaitan dengan) ibadah atau selainnya (dari perkara dunia).”[3]

Surat-surat Nabi shalallahu’alaihi wassalam diawali dengan basmallah karena isinya lebih menyerupai semacam pengumuman atau pemakluman ajaran Islam kepada pihak yang disurati, karenanya diawali dengan basmallah.

Berkata Syaikh Ad-Dimyati Asy-Syafi’i rahimahullah:

البسملة مطلوبة في كل أمر ذي بال أي حال يهتم به شرعا بحيث لا يكون محرما لذاته ولا مكروها كذلك، ولا من سفاسف الأمور أي محقراتها.

Basmalah itu dituntut pada setiap perkara yang penting yaitu hal yang dianggap penting secara syariat, yang mana tidak haram secara dzatnya dan tidak juga dimakruhkan, serta bukan pula perkara yang rendah atau remeh.”[4]

Keempat, alasan lain Nabi tidak mengawali suratnya dengan salam

Ratu Saba yang dikirimi surat oleh Nabi Sulaiman ‘alaihissalam bukanlah seorang muslim. Demikian juga beberapa pihak yang disurati oleh Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam adalah para penguasa kafir. Maka sudah tetap jika surat -surat itu tidak dimulai dengan salam karena sesuai dengan larangan dalam hadis mengawali salam kepada orang kafir.

لَا تَبْدَءُوا الْيَهُودَ وَلَا النَّصَارَى بِالسَّلَامِ

“Janganlah kalian memulai memberi salam kepada orang Yahudi maupun orang Nashrani.” (HR. Muslim).

Al Imam An Nawawi rahimahullah ketika menjelasakan hadits diatas berkata: “Dalam Madzhab kami adalah mengharamkan memulai salam, namun wajib membalasnya dengan jawaban ‘wa’alaikum’ atau ‘’alaikum’ saja.... Dan apa yang kami sebutkan dari madzhab kami ini merupakan pendapat mayoritas ulama dan kaum salaf terdahulu.”[5]

Disebutkan dalam riwayat lain bahwa Abu Musa al Asy’ari radhiyahu’anhu pernah menulis sebuah surat kepada seorang rahib dan mencantumkan salam dalam surat tersebut. Lalu dikatakan kepadanya: “Apakah engkau mengucapkan salam kepadanya, padahal ia seorang kafir ?”

Maka Abu Musa menjawab: “Ia telah lebih dulu menuliskan surat dengan mengucap salam kepadaku. Lantas aku membalas salamnya.”[6]

Kesimpulan

Surat menyurat dengan diawali salam adalah perkara yang menjadi adab kaum salaf terdahulu. Maka surat hari inipun sudah benar bila diawali dengan salam kepada sesama muslim. Jika surat menyurat saja begitu, apalagi dengan masalah pesan singkat, chating dan komunikasi tertiulis via dunia maya lainnya, yang lebih menyerupai percakapan.

Sedangkan basmallah tepatnya digunakan untuk surat pengumuman dan semisalnya. Meski tidak salah juga digunakan untuk surat biasa. Yang jelas salahnya itu perilaku mudah menyalahkan amalan orang lain tanpa bekal dan dasar yang cukup.

Wallahu ‘alam.


Oleh: K.H. Ahmad Syahrin Thoriq
Pengasuh Pondok Pesantren Subulana Kota Bontang Kalimantan 

______
[1] http://midad.com/article/202507
[2] HR. Bukhari dalam al Adab al Mufrad no.1127.
[3] Al Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah (8/92).
[4] I’anah ath Thalibin (1/9).
[5] Syarah Shahih Muslim (14/145).
[6] HR. Al Bukhariy dalam al Adabul-Mufrad hal. 283 no. 1101.
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar