Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Pergaulan Bebas Meluas, Sistem Destruktif Makin Permisif


Topswara.com -- Pergaulan kawula muda makin meresahkan. Semakin bebas dan meluas. Kini, pergaulan bebas pun menyapa anak di bawah umur.

Liberalisme Suburkan Seks Bebas

Data BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) menyebutkan, ada sekitar 20 persen remaja usia 14-15 tahun, telah kerap kali melakukan hubungan seksual. Kemudian diikuti dengan rentang usia 16-17 tahun sebanyak 60 persen, dan 18-20 tahun sebanyak 20 persen (merdeka.com, 5/8/2023).

Kehidupan yang makin kompleks dan "modern" menjadikan pergaulan kian permisif, mengikuti gaya Barat yang amburadul. Pengaruh media sosial, salah satunya. Penyebaran media tanpa filter menjadikan setiap orang mampu dengan bebas mengakses berita apapun. Termasuk konten-konten yang mengumbar syahwat. Hal ini pun merangsang timbulnya seks bebas.

Keadaan keluarga yang tidak mendukung perkembangan anak dan remaja menjadi faktor lain yang menyebabkan meluasnya pergaulan bebas. Ayah ibu yang sibuk bekerja, atau ayah ibu yang berpisah, menjadikan seorang anak tidak tahu akan "bersandar" pada siapa. Tidak ada teman yang bisa diajak ngobrol. 

Hingga akhirnya, dia melampiaskan segala rasa pada teman ngobrolnya, atau teman lawan jenisnya. Anggota keluarga yang semestinya menjadi tempatnya bercerita, justru hilang karena kesibukan dan aktivitas masing-masing. Anak hanya dipenuhi kebutuhan materinya, tanpa ada belaian sayang dan nasihat orang tua.

Di sisi lain, kurikulum pendidikan yang hanya menitikberatkan pada konsep dan nilai akademis, menjadikan anak menjadi pragmatis. Sedangkan nilai tata aturan agama yang dibutuhkan, tidak didapatnya di jenjang sekolah. Tentu saja, hal tersebut akan menjerumuskan generasi pada kerusakan.

Inilah refleksi diterapkannya sistem kapitalisme yang sekuleristik. Sistem yang hanya mengedepankan materi. Kesenangan dijadikan tujuan utama. Hubungan yang dibumbui syahwat sejak awal tentu akan menuai masalah. Tidak hanya masalah, dosa besar pun akan ditanggung.

Media sosial yang menyajikan konten-konten tidak pantas kian menjamur. Demi keuntungan materi, semua konten dibiarkan begitu saja. Tanpa ada pengendalian yang tegas dan jelas. 

Negara hanya mampu membuat regulasi, tanpa ada ketegasan sanksi. Semestinya, masalah tersebut menjadi perhatian khusus yang harus sesegera mungkin dibenahi. Karena seiring merebaknya kebebasan media sosial, merebak juga pergaulan bebas yang makin mengancam generasi.

Di saat yang bersamaan, penerapan sistem kapitalisme selalu disandingkan dengan sistem sekulerisme. Yaitu sistem yang menjauhkan nilai-nilai agama dalam kehidupan. Kehidupan dijalani seenaknya, tanpa mengindahkan aturan yang seharusnya ditaati. Tanpa memikirkan standar halal haramnya perbuatan. 

Bahkan dalam sistem pendidikan pun kini sekulerisme menjadi acuan. Pendidikan agama menjadi pembekalan yang sangat minimalis. Hanya sekitar 1-2 jam per pekan. Dengan keimanan tipis yang seadanya, tentu saja tak mampu menghadang gempuran kerusakan yang dihujamkan dari berbagai sisi. Sungguh memprihatinkan. 

Betapa buruknya dampak penerapan sistem destruktif yang makin permisif pada nilai-nilai kebebasan. Permisif pada gaya kebarat-baratan yang merusak sendi kehidupan.

Islam, Menjaga Kemuliaan Generasi

Islam memiliki konsep yang sempurna dalam menjaga kehidupan. Salah satunya konsep tentang haramnya mendekati zina. Mendekatinya saja sudah haram, apalagi melakukan perbuatan zina. 

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

"Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk."
(QS. Al-Isra' : 32)

Zina, adalah seburuk-buruk jalan yang dipilih. Islam menjaga setiap kemuliaan seorang muslim dengan mencegahnya mendekati zina. Sanksi tegas pun ditetapkan oleh syariat Islam, yaitu berupa hukuman cambuk, dera, rajam atau diasingkan bagi para pelakunya agar terbentuk efek jera. Takut untuk mengulanginya lagi. 

Konsep Islam tersebut hanya mampu efektif jika diterapkan dalam wadah institusi khas yang menerapkan sistem Islam dan syariatNya dengan menyeluruh, yaitu khilafah. Dengan khilafah, semua kebijakan ditetapkan sesuai dengan syariat Islam. Kekuatan sanksi pun akan berjalan dan berdampak kuat di tengah kehidupan masyarakat. 

Khilafah pun akan menyiapkan kebijakan tentang kehidupan berkeluarga, sosial, dan pendidikan. Agar setiap elemen kehidupan mampu bersinergi membentuk dan menjaga generasi. 

Dalam kehidupan berkeluarga, Islam menetapkan pola pendidikan keluarga wajib dikendalikan kedua orang tua secara berkesinambungan. Ayah dan ibu senantiasa membersamai putra-putrinya, baik secara psikis maupun fisik. Nasihat selalu diberikan ayah, dan pola asuhan diberikan ibu. Keteladanan keduanya pun memberikan andil luar biasa dalam kehidupan anak. 

Dalam kehidupan sosial, khilafah akan menetapkan kebijakan terkait media sosial. Konten-konten unfaedah akan dikendalikan dan dihapus sesuai kebijakan dari Khalifah. Tanpa peduli hitungan laba rugi. Yang menjadi tujuan utama adalah penjagaan generasi. Polisi siber pun akan dikerahkan demi terjaganya stabilitas kehidupan media sosial. 

Terkait kurikulum pendidikan, khilafah menetapkan kurikulum berbasis akidah Islam. Iman dan takwa menjadi tujuan utama. Demi ketundukan yang sempurna pada aturan Allah Azza wa Jalla. 

Kurikulum tersebut niscaya akan menciptakan generasi yang senantiasa waspada pada kemaksiatan. Dan selalu menjadikan nilai syariat Islam sebagai nilai utama yang wajib dijaga. Serta mampu dengan tegas meninggalkan maksiat yang jelas-jelas berdosa. 

Betapa sempurnanya tata kelola pendidikan dalam sistem Islam. Generasi terjaga kehormatannya. Generasi pun mulia hanya dalam pengaturan Islam kaffah yang sempurna.

Wallahu a'lam bisshawwab. 


Oleh: Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar