Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Pembunuhan Mahasiswa Menambah Daftar Panjang Kejahatan Pemuda


Topswara.com -- Seorang mahasiswa Universitas Indonesia (UI) tewas dibunuh oleh seniornya sendiri. Mayat korban berinisial MNZ (19) ditemukan terbungkus sampah di dalam kamar indekos. Pelaku berinisial AAB (23) yang merupakan kakak tingkat korban telah ditangkap.

Wakasatreskrim Polres Depok AKP Nirwan Pohan mengungkapkan motif Altaf membunuh Naufal adalah karena pelaku iri terhadap kesuksesan korban. Altaf juga terlilit bayar sewa kos dan utang pinjaman online (pinjol) serta menderita kerugian investasi kripto.

Polisi juga menemukan barang korban yang dicuri pelaku, di antaranya laptop merek Macbook, dompet, dan ponsel merek iPhone. Polisi turut mengungkap bahwa pelaku pernah berupaya menguras ATM korban demi bisa melunasi utang-utangnya.(detik.com, 6/8/2023)

Miris sekali, tidak ada yang menyangka seorang mahasiswa yang dikenal pintar dan aktif berorganisasi di sebuah perguruan tinggi yang menjadi incaran jutaan lulusan SMA tersebut menjadi tersangka kasus pembunuhan sadis lantaran terlilit utang pinjol.

Menyedihkan output pendidikan hari ini, berbagai bentuk kejahatan yang dilakukan oleh peserta didik tingkat sekolah hingga perguruan tinggi sebenarnya menunjukkan ada yang salah dengan sistem pendidikan yang diterapkan di negeri ini. Pasalnya, pembunuhan oleh mahasiswa atau pelajar bukan sekadar penyimpangan dalam pendidikan.

Dilansir dari pusiknas.polri.co.id, data pada Januari sampai Oktober 2022 menunjukkan kepolisian menindak 472 terlapor terkait kasus pembunuhan dan kejahatan terhadap jiwa. Sebanyak 4,2 persen dari jumlah terlapor teridentifikasi sebagai pelajar dan mahasiswa.

Maka, tidak bisa dipungkiri bahwa sistem pendidikan hari ini hanya berorientasi pada kerja dan materi semata, namun minim dari orientasi pembentukan kepribadian Islam. Semua ini berakar dari asas pendidikan yang sekuler, yaitu memisahkan agama dari kehidupan. Alhasil, generasi justru terwarnai dengan pemahaman sekuler yang melahirkan perilaku liberal (bebas).

Generasi tidak dipahamkan tentang siapa jati diri dan tujuan hidupnya, bagaimana bersikap sesuai syariat dalam menyelesaikan persoalan-persoalan hidupnya. Mereka sibuk mengejar kepuasan materi dan segala hal yang mengikuti hawa nafsunya. 

Sebagaimana dalam kasus di atas, yaitu tindakan kriminal yang dilatarbelakangi oleh masalah investasi kripto dan pinjaman online bernilai puluhan juta rupiah. 

Dari kasus tersebut tampak jelas bahwa mayoritas mental generasi mendambakan hidup mewah dengan cara instan. Mereka rela melakukan berbagai cara termasuk berutang riba demi mengikuti bisnis investasi digital yang transaksinya juga banyak mengandung keharaman. 

Sementara di saat yang sama negara abai terhadap kerusakan generasi tersebut. Alih-alih menutup akses pinjaman online, namun negara justru mendukung aplikasi tersebut dengan membentuk dewan pengawas keuangan yang dikenal dengan nama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang bertujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel, mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, serta mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat. Padahal aktivitas riba itu sendiri sudah mengancam rakyat.

Cara Islam Menyelamatkan Generasi dari Kerusakan Perilaku 

Sejatinya, generasi akan terselamatkan dari perilaku menyimpang tersebut hanya dengan Islam kaffah. Penerapan Islam kaffah dalam bingkai negara terbukti mampu menghasilkan sebuah peradaban gemilang dan generasi berkualitas serta berkepribadian Islam di dalamnya. Itulah khilafah islamiah yang terbukti mampu menjadi mercusuar dunia selama lebih dari 13 abad lamanya.

Adapun salah satu kuncinya adalah penerapan sistem pendidikan Islam yang berasaskan akidah Islam. Sistem pendidikan Islam akan memahamkan generasi tentang jati dirinya sebagai hamba Allah Ta'ala. Sehingga mereka akan selalu berhati-hati dalam beramal. Mereka hanya akan beramal sesuai dengan syariat Islam bukan yang lain.

Pasalnya, tujuan pendidikan Islam adalah mendidik agar generasi berkepribadian Islam yang handal dalam tsaqafah Islam dan Iptek. 

Mereka hanya menyibukkan diri dalam menghasilkan karya-karya terbaik demi turut membangun peradaban Islam. Para peserta didik tidak akan disibukkan pada kegiatan bisnis atau mencari uang. Karena negara menjamin pendidikan gratis kepada setiap warga negara dan menutup segala bentuk bisnis yang diharamkan Islam.

Mereka mendapatkan fasilitas yang memadai untuk menempuh pendidikan bahkan sangat memungkinkan negara memberikan santunan setiap bulannya. Sebagaimana yang pernah terjadi pada masa Khalifah Al Makmum. Pada masa itu para pelajar mendapat beasiswa berupa asrama, makan minum, kertas, pena dan lampu serta uang satu dinar perbulan. Jika harga emas 1 gram setara dengan Rp934.000, maka para pelajar mendapatkan uang saku sebanyak kurang lebih empat juta per bulannya.

Tidak hanya melalui sistem pendidikan, terbentuknya masyarakat Islami akan mencegah generasi melakukan tindak kejahatan. Karena masyarakat terbiasa untuk beramar makruf nahi mungkar. 

Ditambah lagi dengan negara yang menjaga dan mengawasi agar tayangan-tayangan yang menyebar luas di masyarakat hanya tayangan yang mendidik dan mencerdaskan, bukan mengajak dan mengajari seseorang berbuat maksiat, seperti adegan pembullyan, kekerasan, pembunuhan, konten prank, dan lain-lain.

Adanya penerapan sanksi Islam yang tegas bagi pelaku maksiat termasuk pembunuhan tentu akan mencegah masyarakat melakukan tindakan kejahatan. Dalam Islam sanksi bagi pembunuhan yang disengaja adalah qishas. 

Qishas adalah sanksi yang diberikan kepada pelaku sesuai dengan apa yang telah dilakukannya kepada korban. Bila pelaku membunuh, maka akan diberi sanksi serupa. Kecuali apabila keluarga korban memaafkan, maka ia tidak di-qishas, melainkan harus membayar diyat. Tentu diyatnya tidak dalam jumlah sedikit.


اَلْحُرُّ بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَالْاُنْثٰى بِالْاُنْثٰىۗ فَمَنْ عُفِيَ لَهٗ مِنْ اَخِيْهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ ۢبِالْمَعْرُوْفِ وَاَدَاۤءٌ اِلَيْهِ بِاِحْسَانٍ ۗ ذٰلِكَ تَخْفِيْفٌ مِّنْ رَّبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ ۗفَمَنِ اعْتَدٰى بَعْدَ ذٰلِكَ فَلَهٗ عَذَابٌ اَلِيْمٌ

Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu (melaksanakan) qisas berkenaan dengan orang yang dibunuh. Orang merdeka dengan orang merdeka, hamba sahaya dengan hamba sahaya, perempuan dengan perempuan. Tetapi barangsiapa memperoleh maaf dari saudaranya, hendaklah dia mengikutinya dengan baik, dan membayar diat (tebusan) kepadanya dengan baik (pula). Yang demikian itu adalah keringanan dan rahmat dari Tuhanmu. Barangsiapa melampaui batas setelah itu, maka ia akan mendapat azab yang sangat pedih. (QS. Al-Baqarah: 178)

Sanksi dalam Islam memiliki dua fungsi, yaitu jawabir (penebus dosa bagi pelaku) dan zawajir (pencegah bagi masyarakat). Dengan penerapan sanksi tegas yang berasal dari Allah SWT tersebut, maka insya Allah nyawa manusia tidak akan pernah dipandang remeh oleh siapa pun. []


Oleh: Nabila Zidane
Analis Mutiara Umat Institute
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar