Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Optimal Berdakwah antara Mencari Solusi dan Membuat Alasan


Topswara.com -- Seringkali kita menyampaikan alasan untuk tidak optimal dalam berjuang. Dengan apa? Dengan menyampaikan keluh kesah. Mengutarakan alasan berupa berbagai kesulitan. Kesulitan ekonomi, keluarga, pekerjaan, kesehatan, dan lain-lain. Hingga seolah semua alasan itu menjadi benar adanya.

Karena terbiasa menjadikan "kesulitan" sebagai alasan maka setiap ada agenda dakwah kita selalu berpikir apa ya alasan yang tepat untuk kali ini? Dulu karena kurang sehat. Lalu istri kurang enak badan. Lalu lagi mengantar anak. Lalu lagi ada meeting kantor. Lalu dipanggil orang tua. Lalu pindahan rumah. Lalu ban kempes. Lalu lagi, lagi, dan lagi.

Andai kita ambil posisi sebagai orang yang selalu mencari alasan maka semua alasan bisa masuk akal dan bisa dibenarkan. Apalagi kita orang berpendidikan pasti cerdas kalau sekedar cari alasan. 

Namun jika kita ambil posisi sebagai orang yang mencari solusi atas kondisi maka InsyaAllah semua bisa diselesaikan agar bisa hadir dalam dakwah. Hanya beberapa kondisi saja yang benar-benar kita tidak bisa hadir. Itulah udzur syar'iy. Bahkan udzur syar'iy pun ada yang tetap bisa diatur.

Ada kisah nyata. Seorang ustazah yang pagi harinya masih bertaruh nyawa melahirkan bayinya dan masih berbaring di ranjang rumah sakit untuk istirahat. Tetapi pada sore harinya bakda asar beliau sudah mengisi ngaji dengan berbaring di ranjang. Sementara muridnya duduk seputar ranjang. Bukankah bisa saja andai dia bilang ngaji libur dulu? Bukankah itu udzur syar'iy? Bukankah itu alasan yang benar? 

Ya semua itu betul. Namun beliau adalah seorang pejuang, dan malu jika masih bisa melakukannya kemudian menjadikan alasan untuk tidak melakukannya. Padahal kalau beliau menjadikan kondisinya sebagai alasan, siapa yang akan menolaknya?

Misalnya juga soal pindahan rumah. Pindah rumah tidak harus 24 jam full. Barang bisa disiapkan. Secara bertahap. Atau jadwal bisa diatur agar ada jeda waktu ngaji. Ya itung-itung sambil rehat lah. Bisa kan?

Bahkan ada seorang kawan yang langsung ikut agenda full beberapa hari setelah akad nikah. Dia menunda malam pertama karena dia seorang pejuang. Padahal jika dia mau izin siapa yang tidak kan menerima alasannya?

Jika kita mencari solusi atas semua kondisi kita InsyaAllah ada jalan keluar. Sebaiknya jika kita menjadikan kondisi kita sebagai alasan pembenar agar tidak ikut agenda dakwah maka Allah pun tidak akan memberikan solusi atas kita.

Allah sesuai persangkaan hambaNya. Jika kita minta kemudahan Allah kasihkan. Jika kita minta kesulitan apa yang bisa kita lakukan.

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – : أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – ، قَالَ : (( يَقُوْلُ اللهُ تَعَالَى : أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي ، وَأَنَا مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِي ، فَإِنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ ، ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِي ، وَإِنْ ذَكَرنِي فِي مَلَأٍ ذَكَرْتُهُ فِي مَلأٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ )) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah Ta’ala berfirman: Aku sesuai persangkaan hamba-Ku. Aku bersamanya ketika ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku saat bersendirian, Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku. Jika ia mengingat-Ku di suatu kumpulan, Aku akan mengingatnya di kumpulan yang lebih baik daripada pada itu (kumpulan malaikat).” (Muttafaqun ‘alaih) [HR. Bukhari, no. 6970 dan Muslim, no. 2675].

Itulah rahasia mengapa para sahabat dimenangkan Allah. Mereka generasi yang mendahulukan mencari solusi daripada mencari alasan. Meski sebutir kurma harus dikulum bergiliran mereka tetap maju berjihad bukan menjadikan kesulitan sebagai alasan. Maka Allah pun menolong mereka dengan kemenangan kemenangan besar yang menurut akal sehat itu mustahil.

Jadi sobat, maju terus pantang mundur. Allaahu ma'ana.[]


Oleh: Ustaz Abu Zaid
Ulama Aswaja
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar