Topswara.com -- Sebanyak 16 narapidana kasus korupsi mendapatkan remisi dan langsung bebas. Namun siapa saja koruptor itu, pihak Kemenkumham tidak membeberkannya. (detik.com, 18/08/2023)
Sudah menjadi tradisi, peringatan hari kemerdekaan menjadi hari yang dinanti para napi. Potongan masa tahanan atau yang biasa disebut remisi akan menjadi hadiah khusus bagi para warga binaan, tidak terkecuali para koruptor.
Yang paling disayangkan adalah para koruptor ini turut mendapatkan remisi. Sebab korupsi sendiri merupakan kejahatan luar biasa sehingga memerlukan hukuman yang tegas dan berat agar dapat memberikan efek jera.
Namun saat ini regulasi yang ada justru dinilai memberi kemudahan bagi para koruptor untuk mendapatkan remisi. Hal ini akibat dibatalkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99/2012 tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hak bagi warga binaan.
Selain itu Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 7/2022 juga tidak lagi mengatur syarat tertentu bagi narapidana korupsi untuk mendapatkan remisi.
Hal ini menyiratkan ketidakseriusan negara dalam pemberantasan korupsi. Terlihat juga dari pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak 2019. Sehingga diskon hukuman bagi koruptor diobral murah oleh negara.
Dan ini adalah bentuk ketidakadilan hukum, sebab korupsi adalah kejahatan yang menyengsarakan rakyat. Sehingga remisi yang diberikan kepada koruptor dapat mencederai keadilan hukum bagi rakyat Indonesia. Lemahnya hukum inilah yang sejatinya menjadikan tindak korupsi tumbuh subur di sistem ini.
Lalu bagaimana pandangan Islam tentang perbuatan korupsi?
Korupsi adalah tindakan khianat, sebab para pejabat yang melakukan korupsi sebelumnya telah menerima amanah untuk menjalankan tugasnya. Dapat juga diistilahkan sebagai makan yang haram, karena memanfaatkan jabatan atau wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau kelompoknya.
Meski tidak ada nash Al-Qur'an dan hadis tentang hukuman bagi koruptor, namun Islam menempatkan korupsi dalam kategori jarimah ta'zir atau sanksi hukum yang diberlakukan kepada seseorang pelaku jarimah atau tindak pidana berupa pelanggaran baik yang berkaitan dengan hak Allah SWT atau hak manusia.
Ta'zir menjadi kewenangan hakim atau penguasa setempat. Adapun bentuknya bisa berupa penjara, hukuman denda, masuk dalam daftar orang tercela, hukum pemecatan, bahkan hukuman mati.
Tingkat hukuman yang diberikan sesuai dengan tingkatan korupsi yang telah dilakukan. Melalui ijtihad hakim untuk menentukan kejahatan yang telah dilakukan masuk dalam kategori hudud atau bukan.
Inilah hukum Islam, ia mencegah kerusakan pada manusia dan mendatangkan kemaslahatan. Hukum Islam berfungsi sebagai pencegah dan memberi pengajaran.
Oleh karena itu besarnya hukuman harus cukup mewujudkan tujuannya, sehingga terdapat prinsip keadilan dalam menjatuhkan hukuman. Selain itu hukum Islam berfungsi juga sebagai ibadah kepada Allah SWT dengan mematuhi aturan Nya dan merupakan indikasi keimanan.
Juga fungsi jawazir yang merupakan sarana pemaksa yang melindungi masyarakat dari segala bentuk perbuatan yang membahayakan. Serta berfungsi sebagai sarana untuk mengatur interaksi sosial sehingga dapat terwujud masyarakat aman, harmonis dan sejahtera.
Allah SWT berfirman dalam surat Al Maidah ayat: 44,45 dan 47 yang artinya: ‘’44: Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah , maka mereka adalah orang-orang yang kafir’. Ayat 45: ‘Maka mereka adalah orang-orang yang zalim’. dan ayat 47: ‘Maka mereka adalah orang-orang yang fasik".
Inilah peringatan keras dari Allah jika hukum dan aturan Nya tidak diterapkan. Oleh karena itu saatnya beralih pada hukum Islam yang telah jelas mampu memberikan keadilan bagi seluruh manusia.
Wallahu alam bisshawab.
Oleh: Silvia Anggraeni, S.Pd.
Aktivis Muslimah
0 Komentar