Topswara.com -- Kapolres Nganjuk AKBP Boy Jaksen Situmorang saat menggelar konferensi pers kasus narkoba mengatakan, pengungkapan kasus itu atas kerja keras dari jajaran Kasat Reskrim dan Narkoba Polres Nganjuk.
Ia menyebutkan ada dua kasus narkotika sebanyak 13 tersangka dan okerbaya (obat keras berbahaya) ada 23 tersangka. Ini merupakan pengungkapan perdana oleh kasat narkoba, baru berapa bulan bertugas di jajaran Polres Nganjuk," kata AKBP Boy kepada awak media, Jumat (radarnganjuk.com, 20/05/2022).
Di kota kecil seperti Nganjuk saja kasus narkoba banyak apalagi di kota besar seperti Surabaya dan bahkan ibukota, Jakarta. Begitu pun dengan kasus perjudian, bahkan dipermudah dengan adanya media sosial online.
Jajaran Polres Nganjuk terus bergerak mengungkap praktik judi baik yang online maupun yang konvensional. Dalam sepekan terakhir, 5 orang pelaku telah diamankan dari berbagai tempat di Kabupaten Nganjuk (TB News.com 23 Agustus 2022). Itu kasus yang terungkap, dan bisa dipastikan masih banyak kasus yg belum terungkap.
Bagaimana dalam Perspektif Islam?
Sudah jelas sikap dan pandangan Islam terhadap judi dan narkoba. Dari aspek hukum, judi dan narkoba hukumnya haram. Allah SWT. berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji, termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al-Maidah: 90).
Adapun narkoba, ada perbedaan di kalangan ulama. Ada yang mengharamkan karena mengqiyaskannya dengan keharaman khamar. Sebagian ulama lain berpandangan narkoba haram karena melemahkan akal dan jiwa.
Pendapat ini berdasarkan hadis dengan sanad sahih dari Ummu Salamah. Beliau mengatakan, “Rasulullah SAW melarang dari segala yang memabukkan dan mufattir (yang membuat lemah).”
Menurut Rawwas Qal’ahjie dalam Mu’jam Lughah al-Fuqaha’, hlm. 342, yang dimaksud mufattir adalah zat yang menimbulkan rasa tenang/rileks (istirkha’) dan malas (tatsaqul) pada tubuh manusia. (Muslimah News, 20/07/2020).
Jadi, dengan kejelasan haramnya judi dan narkoba, negara tidak akan berkompromi dengan segala hal yang diharamkan syariat, apa pun bentuk dan jenisnya karena narkoba dapat mendatangkan bahaya bagi masyarakat.
Kaidah usul fikih menyatakan, “Al-ashlu fi al-madhaar at-tahrim (hukum asal benda yang berbahaya [mudarat] adalah haram).” (Taqiyuddin an-Nabhani, Asy-Syakhshiyah al-Islamiyyah, 3/457; Muhammad Shidqi bin Ahmad al-Burnu, Mausu’ah al-Qawa’id al-Fiqhiyah, 1/24).
Dari aspek dampak, sebagaimana penjelasan sebelumnya, bahaya judi dan narkoba adalah serupa meski tidak sama. Judi memunculkan kesenangan, kenikmatan, dan kekayaan sesaat.
Dampak judi bagi masyarakat di antaranya menyebabkan kemiskinan, menimbulkan pertikaian hingga berujung pembunuhan, membuat malas ibadah dan jauh dari Allah SWT dan bisa merusak rumah tangga.
Adapun narkoba, salah satu dampak yang paling bisa kita lihat ialah menghancurkan akal dan jiwa manusia. Orang yang kecanduan narkoba bisa mengalami dehidrasi parah, halusinasi akut, menurunnya tingkat kesadaran, mengganggu aktivitas kehidupan (bekerja, keuangan bermasalah, dan sebagainya), serta menyebabkan kematian.
Judi dan narkoba merupakan jalan cepat untuk merusak generasi. Jika generasi rusak, masa depan bangsa dan negeri ini terancam.
Dengan segudang bahaya tersebut, negara wajib menindak tegas para pelaku, mulai dari penjual, pengedar, pemakai, hingga pabrik-pabrik yang memproduksinya. Sanksi bagi pelaku judi dan narkoba berupa takzir yang dapat berbeda-beda sesuai kadar kesalahannya. Hukuman bagi pelaku baru tentu berbeda dengan pelaku kriminal yang lama. Sanksi takzir bisa berupa penjara, cambuk, hingga hukuman mati.
Dari aspek paradigma, Islam harus menjadi jalan hidup seorang Muslim. Setiap perilaku muslim harus sesuai tuntunan syariat. Maraknya perjudian dan narkoba yang selalu bermunculan sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari paradigma kapitalisme sekuler. Sistem kehidupan kapitalisme sekuler telah membuat kehidupan hari ini berorientasi materi.
Yang disebut Jokowi sebagai gaya hidup mewah, gagah-gagahan, dan sejenisnya, adalah akibat penerapan kapitalisme sekuler. Demi materi, seseorang rela menghalalkan segala cara untuk memenuhi tuntutan hidup dan gaya hidupnya. Ditambah, sistem sekularisme kapitalisme tidak mengenal standar halal/haram, bahkan cenderung mengabaikan agama dalam mengatur kehidupan.
Dalam Islam, kehidupan hanyalah bekal untuk amal akhirat. Standar perbuatan seorang muslim terikat dengan aturan Allah Ta'ala. Ketakwaan dibangun secara komunal, bukan sekadar individual, yaitu negara menerapkan aturan Islam kafah, baik dari aspek politik, ekonomi, pendidikan, sosial, dan hankam. Negara tidak akan membiarkan bisnis-bisnis haram atau pelaku industri memproduksi barang haram.
Selain itu, negara juga akan merekrut aparat penegak hukum yang bertakwa. Dengan dukungan sistem sanksi yang tegas, tidak akan ada saling suap aparat dengan pelaku, aparat yang menjual barang sitaan, atau mafia judi dan narkoba seperti saat ini.
Oleh: dr. Bina Srimaharani
(Praktisi Kesehatan)
0 Komentar