Topswara.com -- Puncak musim kemarau, sudah dirasakan mulai bulan Juli sampai bulan Agustus, hal ini dilihat dari curah hujan yang sudah tidak ada, juga cuaca yang sangat panas disertai angin kencang. Kondisi ini juga memicu peluang terjadinya kebakaran.
Hal inilah yang perlu diwaspadai oleh masyarakat, untuk berhati-hati akan bahan material yang mudah terbakar. Seperti peralatan yang menggunakan listrik, pembakaran sampah, puntung rokok yang dibuang sembarangan dan lain sebagainya.
Kasus kebakaran rumah akhir-akhir ini marak terjadi. Kepala Seksi Evakuasi Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan Kabupaten Bandung, Miftahussam menyatakan bahwa ada peningkatan kasus dalam satu pekan terakhir ini.
Dalam satu hari pihaknya menerima satu hingga tiga kali laporan. Akibat api kecil yang tertiup angin pun bisa menjadi pemicu terjadinya bencana ini. Untuk itu ia menghimbau masyarakat untuk berhati-hati agar tidak meninggalkan rumah dalam keadaan kompor menyala, atau juga ketika melakukan pembakaran sampah dan daun kering karena beepeluang terbakarnya lahan. (AyoBandung.com Minggu 30 Juli 2023)
Namun mirisnya, Pemadam Kebakaran (Damkar) di kabupaten Bandung harus berjuang dengan kondisi yang tidak ideal. Dengan fasilitas Damkar minim dan tempat yang tidak layak, kondisi tersebut berpengaruh juga terhadap respon time, jika lokasi yang dituju jauh. Terlebih jika terjadi kejadian yang bersamaan, tentu akan menjadi kesulitan tersendiri.
Kebutuhan damkar sangat urgen dan krusial, terutama saat musim kemarau, sementara fasilitas yang ada sangat mengkhawatirkan. Seharusnya negara bisa memberi fasilitas yang memadai untuk meminimalisir kerugian materi dan korban jiwa dari musibah kebakaran yang terjadi.
Tidak dipungkiri, peralatan pemadam kebakaran di Kabupaten Bandung, Jawa Barat masih jauh dari ideal. Mulai dari jumlah armada, pos, dan personel, masih serba terbatas. Hal itu, dirasa menghambat mengingat luas wilayah Kabupaten Bandung yang memiliki 31 kecamatan, dengan jumlah penduduk mencapai 3,7 juta jiwa.
Kepala Seksi Pemadaman Disdamkar Kabupaten Bandung Muhamad Saefulloh mengatakan, kurangnya fasilitas di Disdamkar mempengaruhi pelayanan, terutama respon time lebih lambat. Padahal sesuai aturan Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri), respon time maksimal 15 menit. Ia mengatakan, ada beberapa fasilitas Disdamkar yang sangat terbatas, yakni armada mobil yang baru tersedia 14 (2 diantaranya kendaraan untuk suplai air, dua lainnya untuk pemancar) kurangnya jumlah pos armada dan jumlah personel.
Inilah pengayoman dalam sebuah negara kapitalis. Pelayanan terhadap rakyat sangat minim, walaupun untuk menjamin keselamatan mereka. Masyarakat tidak dijadikan prioritas, hubungan yang terjalin pun tak ubahnya seperti atasan dan bawahan.
Pengurusan sering dikaitkan dengan pertimbangan untung rugi. Bahkan penyediaan fasilitas dan infrastruktur pun tidak semaksimal mungkin diberikan.
Sangat jauh dengan tanggung jawab negara dalam Islam, yang bertindak cepat tanggap, sarana prasarana memadai, SDM yang kapabel, dengan skill (kemampuan) yang bisa dipertanggung jawabkan.
Dengan fenomena kemarau panjang dan minimnya curah hujan, yang bisa memicu terjadinya kebakaran tempat tinggal dan lahan, syariat memberikan solusi yang sangat jelas.
Negara akan menyiapkan alokasi anggaran sebagaimana bencana alam gempa bumi, banjir, topan, dan lainnya. Seluruh pembiayaan atas kejadian yang tidak terduga (darurat) berasal dari baitul mal. Pos pendapatan melalui kepemilikan negara dan umum harus disiagakan penuh untuk pembiayaan, tidak boleh dibatasi dalam jumlah tertentu.
Pun jika kas negara dalam keadaan kosong, kewajiban pembiayaan beralih kepada kaum muslimin melalui dharibah (pajak). Negara juga wajib menyiapkan sistem mitigasi terbaik untuk bencana demi meminimalkan risiko. Semua disediakan secara maka maksimal dan bisa diperoleh secara cuma-cuma.
Penguasa juga akan menyiapkan berbagai instrumen, baik monitoring hotspot yang berasal dari lembaga setara BMKG dan LAPAN, instrumen patroli, Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC), tata kelola gambut, dan informasi cuaca.
Negara juga harus membangun kanal-kanal di sekitar wilayah rawan bencana untuk menyimpan air pada akhir periode musim hujan. Agar danau, waduk, embung, kolam retensi, dan penyimpanan air buatan lainnya berfungsi dengan baik pada saat dibutuhkan.
Yang tidak kalah penting adalah membangun kesadaran manusia, akan tanggung jawabnya menjaga kelestarian lingkungan. Tidak boleh ada kebodohan dan kecerobohan yang bisa menimbulkan bencana bagi lingkungan.
Bangunan kesadaran itu harus bersumber dari akidah Islam yang produktif yang melahirkan ketaatan kepada syariat, baik bagi masyarakat maupun penguasa.
“Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.” (TQS al Anbiya’: 107)
Namun semua itu baru akan terlaksana sempurna jika syariat diterapkan di setiap sendi kehidupan dalam naungan sebuah kepemimpinan Islam. Sehingga keberkahan akan dirasakan oleh seluruh alam semesta.
Wallahualam Bissawab.
Oleh: Anita
Aktivis Dakwah
0 Komentar