Topswara.com -- Papua, pulau yang terletak di ujung Timur Indonesia ini memiliki sumber daya alam yang melimpah. Papua kaya akan bahan tambang seperti tembaga, emas, batu bara, besi, batu kapur, pasir kaolin, minyak bumi dan gas alam. Data dari kementrian ESDM mencatat jumlah cadangan bijih emas Indonesia terbesar ada di Tanah Papua yakni sebesar 52 persen.
Sayangnya, kekayaan alam yang ada di tanah Timur ini tidak lantas membuat penduduknya makmur. Kasus kelaparan yang disebabkan oleh kekeringan ekstrem di Papua telah menelan 6 korban, satu diantaranya adalah anak-anak.
Pesawat bantuan tidak berani mengirimkan logistik karena takut akan ditembak oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB). Padahal, akses menuju daerah terdampak kekeringan yaitu di Distrik Agandugume dan Lambewi, Kabupaten Puncak, Papua, hanya bisa di akses dengan berjalan kaki atau melalui udara.
Problem yang ada di Papua memang komplek. Penguasaan eksplorasi tambang besar-besaran oleh asing memunculkan konflik besar di kalangan masyarakat. Bagaimana tidak, pemerintah telah memberikan akses sebebas-bebasnya terhadap investor asing untuk mengeruk kekayaan Papua.
Meskipun Papua adalah daerah dengan keberlimpahan sumber daya alam, nyatanya Papua masih tertinggal jauh dalam hal pembangunan dan ekonomi. Jika dalam sistem kapitalisme ada ungkapan "Semakin terang cahaya, semakin gelap pula bayangannya", maka hal itulah yang terjadi di Papua. Nyatanya Papua adalah bayangan hitam yang terbentuk dari gemerlapnya eksplorasi tambang di tanah mereka.
Sistem ekonomi kapitalisme meniscayakan penjajah mampu melenggang bebas di manapun. Pemerintah dalam sistem kapitalisme berperan sebagai regulator dan fasilitator yang senantiasa ramah kepada investor asing.
Nilai tukar mata uang negara tergantung dari arus masuk dolar terhadap negara tersebut. Arus dolar terbesar tentunya terletak pada megaproyek tambang SDA. Inilah alasan kenapa negara harus ramah terhadap investor. Tanpa investor, nilai tukar uang akan semakin turun. Sebuah politik penjajahan yang sungguh sempurna.
Hal ini tidak akan terjadi jika kita menerapkan sistem ekonomi Islam dalam naungan Islam kaffah. Sistem ekonomi Islam mengatur bahwa manusia berserikat dalam 3 hal, hal tersebut disebutkan dalam sebuah hadist Rasulullah bahwa:
"Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api". (HR. Abu Dawud dan Ahmad).
Kaum Muslim (manusia) berserikat dalam air, padang rumput, dan api. Ketiga sektor ini tidak boleh dimiliki oleh individu atau swasta. Negara haram untuk menswastanisasi kepemilikan umat.
Negara berkewajiban mengelola sumber daya alam untuk kemudian mengembalikannya kepada umat dalam bentuk produk berupa gas dan energi secara murah bahkan gratis atau mengembalikannya kepada rakyat berupa penjaminan terpenuhinya sandang, pangan, papan, kesehatan, keamanan, dan pendidikan secara cuma-cuma.
Islam juga mengatur bahwa negara tidak boleh membeda-bedakan pembangunan baik secara fisik maupun ekonomi antara daerah metropolitan dengan daerah pedesaan. Pemerataan pembangunan ekonomi dengan adanya subsidi silang yang dilakukan oleh negara akan menjamin kekayaan negara terdistribusi dengan merata. Tidak ada daerah maju, atau daerah tertinggal. Semua diperlakukan sama oleh negara.
Kesadaran setiap individu akan hubungannya dengan Allah menjadikan setiap manusia meletakkan standar yang benar dalam beraktifitas, yaitu syariat Islam. Bukan materi dan manfaat ala standar kapitalisme saat ini.
Sudah saatnya kita berbenah. Membenahi diri dengan Islam dalam diri kita hingga ranah negara. Sejarah peradaban Islam telah terukir begitu indah dalam catatan-catatan sejarah. Bukankah jika kita beriman kepada Allah, kitapun juga harus beriman bahwa aturan Allah adalah yang terbaik?
"Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?" (Al maidah: 50).
Oleh: Maziyahtul Hikmah, S.Si.
Aktivis Muslimah
0 Komentar