Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Judi Online Tumbuh Subur dalam Kapitalisme


Topswara.com -- Salah satu YouTuber asal Indonesia berinisial FP diamankan pihak kepolisian karena mempromosikan dua situs judi online di kanal YouTube dan Facebook-nya yang dilakukannya sejak Maret 2023.

Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Ibrahim Tompo mengatakan bahwa FP ditangkap di sebuah indekos yang terletak di Sukajadi, Kota Bandung, pada Mei 2023, seperti dikutip dari Antara. (cnnindonesia.com, 26/07/2023). 

Kementerian Kominfo telah melakukan pemblokiran terhadap 846.047 konten perjudian online. Bahkan, dalam satu minggu sejak tanggal 13-19 Juli 2023, telah melakukan pemblokiran terhadap 11.333 konten perjudian online (cnbcindonesia.com, 25/07/2023).

Namun, dibalik upaya pemutusan atau pemblokiran situs judi online yang dilakukan oleh pemerintah melalui Kementerian Kominfo, terdapat pernyataan yang menyesakkan yang dilontarkan oleh Menkominfo Budi Arie Setiadi. 

Ia mengungkapkan bahwa hanya Indonesia di antara negara ASEAN yang sampai saat ini masih menetapkan judi online sebagai aktivitas ilegal. Di mana, di negara-negara lain, judi online sudah diperbolehkan seperti Malaysia, Singapura, Kamboja, Filipina, Thailand (cnbnindonesia com, 20/07/2023).

Pernyataan tersebut perlu mendapatkan perhatian khusus. Pasalnya, di satu sisi pemerintah berupaya memutus situs judi online. Namun, di sisi lain seakan pemerintah menginginkan agar aktivitas judi online dilegalkan. Sungguh miris. Mau dibawa ke mana negara ini jika aktivitas judi online yang sejatinya merugikan akan dilegalkan?

Judi, Tumbuh Subur

Kasus judi, salah satunya adalah judi online memang sangat meresahkan. Pasalnya, aktivitas ini mampu memberikan efek kecanduan, gangguan kesehatan mental, penurunan taraf ekonomi, peningkatan kriminalitas hingga pencurian data.

Meski telah jelas bahayanya, negara justru memandang bahwa kasus judi termasuk judi online, seolah menjadi masalah yang sepele sebagaimana pernyataan pejabat tentang judi online tersebut.

Padahal, kasus judi online perlu untuk segera diberantas oleh pemerintah sampai keakar-akarnya. Sebab, aktivitas judi online melanggar hukum agama dan membahayakan kehidupan masyarakat. Inilah gambaran kehidupan dalam negara yang menerapkan sistem kapitalisme. 

Negara tidak mengambil pusing terhadap kerusakan yang terjadi di masyarakat selama kasus tersebut tidak membahayakan eksistensi kekuasaan penguasa.

Maka dari itu, wajar jika kasus judi online tidak akan pernah bisa diberantas hanya dengan upaya pemblokiran domain saja sebagaimana yang dilakukan oleh negara kapitalisme saat ini.

Kapitalisme jugalah yang menjadikan praktik judi online ini tumbuh subur bak jamur di musim penghujan. Demi meraup keuntungan yang besar dan berlipat, kapitalisme akan menjamin apapun yang mampu menghantarkan pada tujuan tersebut. 

Jika ada pernyataan pejabat yang seolah menginginkan judi online dilegalkan, maka bisa saja ke depan akan disusun kebijakan yang membolehkan aktivitas ini berkaca dari fakta kebolehannya di luar negeri.

Pemberantasan Kemaksiatan dalam Sistem Islam

Pemberantasan judi online membutuhkan sebuah sistem yang tidak berkompromi sedikit pun dengan kerusakan. Sistem ini tidak lain adalah sistem Islam. Sistem ini akan diterapkan oleh negara Islam. Di mana hanya menjadikan Al-Qur'an dan As Sunnah sebagai dasar negara. Seluruh aturan dan kebijakan yamg dikeluarkan oleh negara Islam berasal dari hukum-hukum syariat.

Maka, ketika memandang judi baik itu judi online ataupun judi offline tidak ada pandangan lain kecuali keharaman. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْاَنْصَابُ وَالْاَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطٰنِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung. (QS. Al Maidah: 90).

Dari pandangan ini, tentu negara Islam tidak akan memberikan ruang untuk melakukan aktivitas judi yang haram ini seperti menyediakan wilayah khusus untuk para penjudi. Sehingga, ketika ada praktik-praktik judi akan segera diselesaikan oleh negara Islam, karena praktik judi sangat membahayakan masyarakat.

Penyelesaian kasus judi ini sangat mudah dalam negara Islam. Sebab, negara Islam adalah negara superpower yang berdaulat atas perbendaharaan negaranya dan bukan negara materialistis yang memelihara keuntungan dari praktik haram.

Dalam menyelesaikan kasus perjudian, negara Islam akan mengerahkan syurthah (polisi) bersama qadhi hisbah untuk melakukan penggrebekan. Qadhi hisbah adalah hakim yang mengurusi perkara penyimpangan yang bisa membahayakan hak-hak jamaah (masyarakat). 

Qadhi hisbah ini tidak memerlukan ruang sidang pengadilan, tidak perlu penuntut dan orang yang dituntut, melainkan semata karena ada hak-hak publik yang telah dilanggar. Sehingga, dalam menjalankan tugasnya, ia didampingi oleh beberapa syurthah untuk melaksanakan perintah dan melaksanakan keputusannya saat itu juga.

Adapun hukuman bagi para penjudi adalah sanksi ta'zir, sebab judi adalah perbuatan maksiat atau kejahatan yang tidak memiliki sanksi had dan tidak ada kewajiban untuk membayar kafarat. 

Syaikh Abdurahman al Maliki, dalam kitabnya Nidzam al 'Uqubat fil al Islam menyebutkan hukuman ta'zir terdiri dari hukuman mati, cambuk, penjara, pengasingan, penyaliban, denda, pemboikotan atau pengucilan, pelenyapan harta, mengubah bentuk harta, ancaman yang nyata, peringatan, pencabutan hak tertentu, celaan, dan ekspos. 

Sedangkan, kadar sanksi ta'zir Imam Al Mawardi dalam kitabnya Al Ahkam as Sulthaniyah menjelaskan bahwa kadar sanksi ta'zir diserahkan kepada qadhi dengan kadar yang mampu menghalangi pelaku kejahatan agar tidak mengulangi dan mencegah orang lain dari kemaksiatan tersebut.

Hukuman dilangsungkan di tengah-tengah masyarakat agar muncul ketakutan dan kengerian di lubuk hati kaum muslimin. Sehingga, mereka tidak ingin melakukan kemaksiatan yang sama. Inilah efek zawajir (pencegah) dalam sistem sanksi Islam. Selain efek zawajir, sistem sanksi Islam memiliki efek jawabir (penebus dosa) bagi pelaku, sehingga pelaku akan jera dan diampuni dosanya.

Hanya saja, perlu dipahami bahwa sistem sanksi Islam ini merupakan perangkat untuk menjaga masyarakat agar terhindar dari perbuatan maksiat. 

Penjelasan ini seperti yang disampaikan oleh Syaikh Taqiyuddin an Nabhani dalam kitab Nidzamul Islam dalam bab Qiyadah Fiqriyah. Karea itu, sebelum diberlakukan sistem sanksi negara akan mengedukasi masyarakatnya dengan tsaqafah Islam. Edukasi ini akan menjadikan masyarakat memiliki mafahim (pemahaman), maqayis (tolok ukur) dan qanaat (penerimaan) yang sama ketika memandang judi, yakni haram.

Selain itu, edukasi ini akan menjadikan seorang muslim memiliki syakhsiyah islamiyah (kepribadian Islam) yang membuat mereka secara individu mampu menahan diri dari perbuatan maksiat. 

Tidak hanya itu, negara Islam akan menerapkan sistem ekonomi Islam yang mengembangkan ekonomi riil dan menutup celah semua pelanggaran ekonomi non riil seperti judi online. 

Ketika ekonomi riil berkembang masyarakat tidak akan kesulitan mendapatkan pekerjaan, ditambah lagi pelayanan publik seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan dijamin oleh negara Islam. 

Konsep ini akan mewujudkan kesejahteraan di masyarakat, sehingga masyarakat tidak akan berpikir untuk menempuh jalan pintas dengan melakukan judi online demi menghasilkan materi. 

Negara Islam juga akan melakukan pengawasan terhadap media, sebab media dalam negara Islam digunakan sebagai sarana edukasi kepada umat tentang syariat Islam, memberi pengetahuan atau informasi politis lainnya untuk meningkatkan taraf berpikir umat dan menyebarluaskan kewibawaan negara Islam baik di dalam atau di luar negeri. Fungsi ini akan secara otomatis menutup celah penyimpangan media seperti judi online.

Seperti inilah kebijakan rinci negara Islam yang menerapkan aturan-aturan Islam untuk memberantas judi baik yang dilakukan secara online maupun offline.

Wallahu a'lam bisshawwab.


Oleh: Endang Widayati, SE
Sahabat Topswara
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar