Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Investasi Cina Meningkat Tajam, Kedaulatan Negara Terancam


Topswara.com -- Investasi asing terutama dari Cina kian meningkat di Indonesia. Seperti yang diberitakan beberapa waktu lalu, bahwa kepulangan Presiden Jokowi dari negeri tirai bambu ke tanah air ternyata menghasilkan kesepakatan investasi dari perusahaan Xinyi International Investment Limited. 

Perusahaan asal Cina ini berkomitmen untuk menanamkan modalnya sebesar US$ 11,5 miliar atau setara Rp175 triliun (asumsi kurs Rp15.107 per US$) di bidang industri kaca panel di Indonesia. (cnbcindonesia.com, 29 Juli 2023)

Untuk kelancaran investasi tersebut presiden berjanji akan memberi berbagai kemudahan kepada Xinyi Group jika terjadi hambatan di lapangan. Terkait hal ini, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia, menjelaskan bahwa rencana investasi tersebut berupa pengembangan ekosistem rantai pasok industri kaca serta industri kaca panel surya di Kawasan Rempang, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Bahkan menurutnya, investasi ini akan menyerap tenaga kerja sekitar 35 ribu orang. 

Bahaya Investasi Asing

Dengan investasi asing yang kian mendominasi industri-industri di Indonesia, sepatutnya rakyat tidak berbangga diri, kenapa? 

Karena para penanam modal asing ini berani menggelontorkan dananya demi meraup keuntungan yang lebih besar lagi. Rakyat Indonesia tidak akan mendapatkan kesejahteraan dengan banyaknya investor asing. 

Walaupun mereka mampu menyerap tenaga kerja, tapi rakyat hanya dijadikan sebagai buruh yang diperas tenaganya. Sementara keuntungan yang melimpah masuk ke kantong-kantong kapitalis.

Kondisi demikian terbukti dengan adanya regulasi UU Ciptaker yang terus mendapat kritikan dari para buruh di seluruh penjuru negeri ini. Disebabkan regulasi tersebut hanya menguntungakn para investor dan pengusaha baik swasta maupun asing. Buruh hanya digaji dengan upah minim, hingga kesejahteraannya diabaikan.
 
Bahkan, adanya investasi asing dalam industri, menjadikan negara kehilangan kendali, karena industri diambil alih investor. Saat perusahaan asing menguasai pasar domestik akan berpotensi mematikan pasar lokal seperti UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah). 

Hingga para pelaku UMKM akan rentan terhadap krisis ekonomi global, serta terjadi ketimpangan sosial dan ekonomi.

Di samping itu, dampak investasi asing juga dapat mengancam kedaulatan negara. Perlu diketahui bahwa investasi asing akan disepakati ketika menguntungkan kedua belah pihak. Terlebih bagi pihak investor. 

Oleh karenanya Indonesia sepatutnya waspada terhadap berbagai investasi asing. Sebab investasi asing selalu bekelindan dengan utang luar negeri. Jangan sampai negara Indonesia mengalami nasib yang sama dengan negara-negara lain yang terlilit utang luar negeri dengan bunga tinggi hingga gagal dalam pembayaran.

Kegagalan dalam mengembalikan utang akan berakibat pada penguasaan investor terhadap aset-aset negara yang diberi utang. Seperti nasib yang menimpa Sri Lanka, ia harus merelakan Pelabuhan Hambantota dikelola oleh Cina. 

Karena Sri Lanka gagal dalam mengembalikan dana yang telah diinvestasikan Cina dalam pembangunan pelabuhan tersebut. Nasib serupa juga dialami oleh Kenya dan Pakistan. Mereka menjadi negara-negara yang terperosok dalam jebakan utang Cina karena gagal dalam pembayaran utang dan investasinya.

Kini utang pemerintah Indonesia menembus angka Rp7.879,07 triliun per 31 Maret 2023. Meski utang kian menumpuk, tapi negara tetap bersikukuh bahwa utang Indonesia masih aman. Hal ini diukur dari rasio utang dibanding produk domestik bruto PDP masih di bawah 60 persen. Anggapan ini sesungguhnya menunjukkan alarm bahaya. 

Bagaimana mungkin utang yang dikemas dengan skema investasi semakin meningkat, tetapi tetap merasa aman. Padahal tentu saja utang yang menggunung ini akan membebani rakyat serta berpotensi menggadaikan kedaulatan negara.

Investasi asing dan utang sejatinya akan menjadi pintu masuk penjajahan asing. Pengamat ekonomi Ichsanuddin Noorsy, mengatakan bahwa utang luar negeri serta investasi asing itu pada hakikatnya adalah intervensi (campur tangan asing dalam berbagai kebijakan), infiltrasi (penyusupan melalui kebijakan dan orang), intimidasi (mengancam dengan indikator-indikator akademik atau anjuran-anjuran yang terkesan memaksa), invasi (baik terbuka maupun terselubung), dan inflasi. 

Semua hal tersebut bukan isapan jempol semata. Kenyataannya dalam berbagai kebijakan ekonomi misalnya, intervensi asing begitu kental saat negara mengesahkan regulasi yang ada, seperti Undang-Undang Migas (UU Migas), 

Undang-Undang Ciptaker, dan lain-lain. Begitu pula adanya intimidasi, Indonesia tidak bisa membendung derasnya TKA Cina yang masuk ke dalam negeri karena terikat belenggu kerjasama dengan negara tirai bambu tersebut.

Sistem ekonomi kapitalisme kini menjadi acuan bagi semua negara di dunia, baik negara maju seperti AS, Cina, maupun negara berkembang seperti Indonesia. 

Dalam sistem ini, sumber pendapatan negara hanyalah mengandalakan pajak dari rakyat dan utang yang berbasis ribawi. Maka wajar saja jika pemerintah masih merasa aman dengan utang yang kian menggunung dan terus mengundang investor dengan dalih untuk pertumbuhan ekonomi dan kemajuan negara.

Selain itu, dalam sistem kapitalisme posisi negara sekadar sebagai regulator. Sehingga menjadikan pihak pemilik modal baik investor asing maupun swasta sebagai pelaku utama ekonomi. Pada akhirnya, negara jadi bergantung pada utang dan investasi swasta. 

Perlu diingat, bahwa sistem kapitalisme lahir dari asas sekulerisme yang menjauhkan nilai agama dari kehidupan. Hingga melahirkan prinsip kebebasan dalam berekonomi. 

Dengan prinsip kebebasan inilah, negara investor dapat melakukan berbagai macam cara termasuk intervensi ataupun intimidasi terhadap negara pengutang untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya. 

Islam Membangun Kemandirian Negara

Islam sebagai agama yang sempurna, telah mengatur setiap aspek kehidupan manusia secara komprehensif. Termasuk dalam membangun ekonomi dan memajukan negara. Dalam Islam, negara tidak akan bergantung pada investasi asing dan utang. Sebab hal itu merupakan alat penjajahan asing untuk menguasai negeri-negeri muslim.

Dalam Islam, semua kegiatan ekonomi harus sejalan dengan tuntunan syariat. Inilah yang membedakan aturan Islam dengan sistem ekonomi kapitalisme yang melahirkan kebebasan.  

Oleh karena itu, siapa pun yang terlibat dalam kegiatan investasi baik individu terlebih sebuah negara, maka wajib memahami batasan hukumnya secara menyeluruh. Agar terhindar dari investasi yang dilarang dalam Islam.

Terkait pengadaan modal, maka harta yang dimodalkan harus diperoleh dari sebab-sebab yang diperbolehkan (halal). Baik milik pribadi atau dari sumber lain. Maka utang yang mengandung unsur riba jelas diharamkan untuk dijadikan modal. Hal ini disandarkan pada firman Allah SWT.: 

"Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba." (QS. Al-Baqarah: 275)

Sementara terkait investasi, baik di sektor perindustrian atau sektor lainnya harus mengikuti aturan Islam. Dalam industri, terdapat beberapa hukum Islam yang mesti dipatuhi, seperti bentuk syirkah (kerjasama), ijarah (upah mengupah), jual beli, perdagangan internasional. Adapun beberapa bentuk transaksi yang haram dilakukan misalnya pematokan harga, penipuan, penimbunan, judi, dan riba. 

Terkait investasi, Islam membatasi kepemilikan menjadi tiga aspek, yaitu kepemilikan individu, masyarakat (umum), dan negara. Dalam hal kepemilikan umum, negara tidak boleh memperjualbelikannya kepada individu baik swasta terlebih asing. 

Pihak satu-satunya yang wajib mengelola harta milik umum adalah negara. Adapun hasil pengelolaannya wajib dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk pelayanan dan pemenuhan jaminan kebutuhan pokok rakyat hingga mereka mendapatkan kesejahteraan. Karena pemilik kekayaan milik umum sesungguhnya adalah rakyat. 

Adapun dalam aspek pembangunan infrastruktur, negara dalam Islam memiliki sumber pendapatan yang besar tanpa harus berutang. Sumber pendapatan tersebut seperti kharaj, fai, usyur, jizyah, ganimah, hasil pengelolaan sumber daya alam (SDA), dan harta milik negara yang dikelola oleh lembaga keuangan (baitulmal). 

Dengan sistem ekonomi Islam negara memiliki sumber pendapatan yang banyak, termasuk Indonesia dengan kekayaan SDA-nya. 

Semua ini hanya akan terwujud dengan penerapan sistem Islam secara sempurna. Indonesia dan negeri muslim lainnya sangat bisa menjadi negara yang kuat dan mandiri. Hingga tidak perlu meminta investor untuk menggelontorkan dananya untuk pertumbuhan ekonomi dan pembangunannya.

Wallahu a’lam bi ash-shawâb.











Oleh: Siti Aisyah
Pegiat Literasi
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar