Topswara.com -- Lahan seluas 72,16 hektare di Kabupaten Bandung rencananya akan diratakan dalam rangka pembangunan jalan tol Getaci (Gedebage-Tasikmalaya-Cilacap). Enam Desa di wilayah ini akan tergusur, Bojong adalah wilayah terbesar yakni mencapai 66,85 hektare.
Meski skema pembangunan baru akan dimulai akhir tahun 2023, mega proyek ini nyatanya memakan waktu cukup lama dengan progres yang cukup besar. (tribunnews.com, 12 Agustus 2023)
Getaci nantinya akan menghubungkan antara Jawa Barat dan Jawa Tengah, dengan total panjangnya sekitar 206,65 kilometer.
Adapun tujuan pembangunan jalan tol yang menelan biaya sekitar 40 triliun tersebut adalah untuk meningkatkan nilai ekonomi dan pariwisata di koridor selatan antara dua provinsi ini. Disamping itu juga untuk memperlancar lalu lintas dan distribusi barang dan jasa guna mendukung pertumbuhan ekonomi.
Jika kita telaah lebih jauh, apakah pembangunan jalan tol ini bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat secara umum? Ataukah demi pemasukan bagi pemerintah daerah hingga pusat?
Pasalnya ketika pembangunan jalan tol dikelola swasta atas nama kerjasama, tentu saja orientasinya adalah keuntungan. Keberpihakan penguasa kepada para kapital nampak jelas.
Kepentingan mereka begitu dilayani meskipun harus mengorbankan masyarakat kecil yang sering merasa dirugikan. Hal ini terlihat dari proses ganti rugi beberapa desa yang belum diselesaikan.
Rencana pembangunan jalan tol Getaci juga dirasa hanya akan menghamburkan anggaran saja, padahal rakyat tengah berada dalam kondisi ekonomi yang sulit, masih banyak kebutuhan yang lebih mendesak yang belum terpenuhi.
Seperti hak dasar individu (sandang, pangan, papan), maupun keperluan pokok yang bersifat komunal (keamanan, pendidikan, kesehatan) yang saat ini masih sulit didapatkan oleh sebagian masyarakat .
Inilah kenyataan pengaturan hidup di bawah penerapan sistem kapitalisme. Infrastruktur terus dibangun, sementara rakyat hidup makin sulit. Kekayaan alam melimpah sebagaimana infrastruktur dikelola juga oleh swasta, sehingga masyarakat tidak dapat menikmatinya.
Pemasukan negara masih menjadikan APBN bertumpu pada pajak dan utang. Hal itulah yang menjadikan anggaran kita semakin defisit, sehingga pembiayaan yang berkaitan dengan kemaslahatan umat terus dipangkas. Pembangunan hanya dijadikan dalih untuk peningkatan ekonomi, nyatanya kemiskinan meningkat, lapangan kerja makin sempit.
Pembangunan dalam kapitalisme sangat berbeda dengan Islam. Sistem ini menganggap infrastruktur dibangun demi menunjang kemudahan dan kesejahteraan rakyatnya, bukan demi kepentingan swasta apalagi penguasa.
Dalam buku The Great Leader of Umar bin al Khattab halaman 314-316. Menceritakan bahwa Khalifah Umar al Faruq telah menyediakan pos khusus dari Baitul Mal untuk mendanai infrastruktur, khususnya jalan dan semua hal yang terkait dengan sarana dan prasarananya.
Tentu dana tersebut bukan dari dana utang. Hal ini guna memudahkan transportasi antar berbagai Kawasan Negara Islam. Khalifah Umar melalui gubernur-gubernurnya sangat memperhatikan perbaikan jalan.
Pada tahun 19 H, berbagai proyek direalisasikan mulai dari membuat sungai, teluk, memperbaiki jalan, membangun jembatan dan bendungan hingga menghabiskan anggaran negara dengan jumlah besar.
Dalam sistem ekonomi Islam, infrastruktur termasuk kategori kebutuhan bagi semua orang, maka harus dikelola dan dibiayai oleh negara. Semua ditujukan untuk kepentingan rakyat tanpa boleh mengambil keuntungan dari pengelolaannya.
Misalnya dengan mendirikan sarana yang dibutuhkan masyarakat seperti: sekolah, perguruan tinggi, rumah sakit, jalan-jalan umum dan sarana lainnya.
Infrastruktur itu sendiri dalam Islam dibagi menjadi dua jenis. Pertama, infrastuktur yang sangat dibutuhkan oleh rakyat di mana dengan menundanya akan menimbulkan bahaya atau dharar bagi umat.
Misalnya, satu kampung atau komunitas tertentu belum memiliki jalan umum, sekolah, universitas, rumah sakit, saluran air minum. Dalam kondisi seperti ini, pembangunan infrastruktur bersifat mendesak dan harus segera dilakukan, adapun pembiayaaannya akan ditanggung oleh Baitul Mal.
Kedua, infrastruktur yang dibutuhkan tetapi tidak begitu mendesak dan masih bisa ditunda pengadaannya seperti jalan alternatif, pembangunan gedung sekolah tambahan, perluasan masjid dan lain lain. Jenis yang kedua ini tidak boleh dibangun jika negara tidak memiliki dana mencukupi. Membangun jalan tol, tidak mesti dibangun jika masih ada jalan alternatif.
Demikianlah, Islam akan merealisasikan pembangunan insfrastruktur yang tepat dan merata di seluruh warga negara dan membuat perencanaan keuangan sesuai dengan kebutuhan. Pendanaannya pun akan diatur sedemikian rupa agar tidak melanggar syariat Allah misalnya dengan terlibat pinjaman yang bersifat ribawi, dan lain sebagainya.
Walhasil, pembangunan yang efektif dan tepat sasaran ini akan terealisasi manakala sistem Islam kaffah hadir sebagai pusat kepemimpinan dan menerapkan hukum Allah SWT. secara menyeluruh di setiap aspek kehidupan, agar keberkahan senantiasa hadir di tengah umat.
Wallahu a'lam bish-Shawwab
Oleh: Narti HS
Pegiat Dakwah
0 Komentar