Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Belajar Itu Bertahap


Topswara.com -- Syarat mutlak yang harus dipenuhi bagi para penuntut ilmu agama adalah memiliki kesabaran. Dan diantara bentuk sabar di dunia ilmu yaitu bertahap dalam melahapnya.

Kerap kali semangat membara di awal belajar, kemudian memudar dan buntutnya hanyalah kebosanan dan kegagalan. Hal itu disebabkan sebagian besarnya karena sikap terburu-buru ingin lekas tahu suatu ilmu dalam satu waktu.

Para ulama mengingatkan :

من رام العلم جملة ذهب عنه جملة

"Siapa yang berusaha mendapatkan ilmu seketika, ilmu itu akan hilang juga seketika darinya."

Dan nasehat lainnya : 
ازدحام سمع العلم مضلة الفهم

"Banyak mendengar ilmu dari berbagai sumber (di awal belajar) bisa menyesatkan pemahaman."

Para pemula, harus mau memulai belajarnya dengan fokus pada dasar-dasar keilmuan dari Adab, akidah akhlaq, bahasa Arab, nahwu dan tentunya menghafal ayat demi ayat dari kitabullah.

Memang belajar basik itu berat, butuh kesabaran ekstra. Kebanyakan orang itu pengennya langsung terjun membahas tema yang seru dan yang kekinian. Kan keren membahas tema bid'ah, takfir, jihad dan fiqih khilaf pendapat antar ulama madzhab.

Ketergesa-gesaan seperti inilah yang justru banyak menghancurkan para penuntut ilmu, tidak mau berproses dalam belajar. Tidak semua yang baik bisa dilahap seketika. Ada tahapannya. Ada jenjangnya. Bukan hanya ilmu agama, tetapi semua ilmu dan hal begitu adanya.

Belajar bela diri itu serunya memang kalau sudah mengeluarkan jurus-jurus dan aneka taktik pertarungan. 

Tetapi baru mulai masuk perguruan enggak mau belajar kuda-kuda dan dasar pukulan, langsung pengen bisa tendangan putar ala Jackie Chan dan salto belakang ala Jet li, itu bisa dipastikan hari itu juga langsung pensiun dini dari bela diri.

Semur, rendang, gulai itu enak, tetapi kalau dikasih untuk konsumsi bayi bisa langsung masuk UGD.

Pengennya semua anak kecil itu langsung bisa belajar lari. Tapi kalau punya bayi yang baru 5 bulan, 10 hari tiba-tiba bisa lari dan koprol depan belakang, kira-kira gimana perasaan ibu bapaknya ? Bukannya senang kan, tapi bakal sedih sekali. Ini pasti ulah jin, harus segera di ruqyah itu bayi!

Karenanya ketika menjelaskan ayat :

وَلَكِنْ كُونُوا رَبَّانِيِّينَ 

"Akan tetapi, hendaklah kalian menjadi rabaniyyin..." (QS. Ali iran : 79)

Ibnu Abbas ketika menjelaskan makna Rabbaniyin mengatakan : "Yakni belajar bertahap dari basic ilmu sebelum perkara - perkara besar ilmu..."

Yang instan itu enggak pernah bagus. Makanan kalau instan aja enggak baik, apalagi menuntut ilmu.

Dalam ilmu fiqih misalnya, banyak pihak yang begitu bernafsu ingin langsung bisa mengaduk-aduk pendapat empat mazhab sekaligus. Padahal dasar pemahamannya tentang fiqih sendiri masih rapuh.

Jangankan ushul fiqih semua mazhab, ushul mazhabnya saja masih buta meraba-meraba. Jangankan untuk membedakan qaul ashah antar ulama mazhab, mengetahui mana yang harus didahulukan dari seorang ulama jika dalam karya-karyanya ada yang bertentangan masih bingung.

Akhirnya lahirlah gado-gado pendapat mazhab ditengah-tengah umat yang justru berbahaya. Apalagi jika yang ikut dioplos adalah pendapat yang tidak jelas rujukannya atau sumber akhirnya google.

Itulah mengapa para ulama saat belajar dan telah mengajarkan ilmu, melakukannya secara berjenjang. Terkesan diulang-ulang, tetapi begitulah seharusnya ilmu dituntut dan diajarkan.

Perhatikan para ulama, menulis beberapa kitab fiqih tetapi seakan cuma mengulang isi yang sudah pernah dia tulis. Itu mengapa Al imam Ghazali menulis kitab al Bashit, lalu al Washith barulah al Wajiz. 

Ambil contoh lagi dalam mazhab Hanbali, Ibnu Qudamah menulis kitab al Umdah, yang hanya menerangkan panduan fiqih ibadah dengan pendapat dalam mazhab hanbali.

Lalu setelahnya kitab lanjutannya al Muqni', yang mulai memperkenalkan dua pendapat dalam mazhab tersebut.

Lalu setelahnya al Kafi, yang mulai menyebutkan di dalamnya kazanah fiqih dengan berbagai hujjah, namun masih dalam ruang lingkup mazhab sendiri.

Barulah setelahnya kita mengenal karya fenomenal beliau selanjutnya, al Mughni, fiqih empat madzhab yang disebut-sebut sebagai salah satu kitab perbandingan mazhab terbaik yang pernah ada.

Memang kita perlu tahu khilafiah para ulama dalam sekala luas, agar tidak picik pandangan. Tetapi jika tidak punya dasar, justru akan nanar. Makin banyak tahu bukan kian paham tetapi semakin bingung, linglung dan ujung-ujungnya malah tidak diamalkan.

Wallahu a'lam.


Oleh: K.H. Ahmad Syahrin Thoriq
Pengasuh Pondok Pesantren Subulana Kota Bontang Kalimantan Timur 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar